Haramnya Memakan Harta Anak Yatim

Tags:

Di masa Rasul shollallahu ‘alaihi wasallam terdapat seorang lelaki dari Ghathfan yang padanya terdapat harta yang sangat banyak kepunyaan anak saudaranya yang telah yatim. Ketika anak yatim tersebut telah baligh, ia meminta hartanya tersebut namun pamannya itu menghalanginya. Kemudian sampailah hal tersebut kepada Nabi dan turunlah ayat berikut ini:

(وَآتُوا الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا)

“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.” QS. An-Nisa’ 2.

Ketika paman anak yatim tersebut mendengar ayat tersebut dia berkata: kami taat kepada Allah dan RasulNya, kami berlindung kepada Allah dari dosa yang besar. Ia pun kemudian membayarkannya kepada anak yatim tersebut.

Kemudian Rasul bersabda: barangsiapa yang dijaga dirinya dari kekikiran dan dia kembali dengannya dalam keadaan seperti itu, maka sesungguhnya dia akan menghalalkan rumahnya yaitu surganya. Ketika seorang pemuda tersebut menggenggam harta itu kemudian yang mengurus dirinya menginfaqkannya di jalan Allah, maka Nabi kemudian bersabda: telah tetap baginya pahalanya dan tersisa dosanya. Mereka kemudian berkata: Ya Rasulullah, sungguh kami telah mengetahui bahwasanya baginya telah tetap pahalanya, maka bagaimanakah tersisa dosanya sedangkan ia menginfaqkan hartanya di jalan Allah?
Nabi bersabda: telah tetap pahala bagi anak tersebut dan tersisa dosanya bagi orang tua yang mengurusinya.

Secara umum Surat An-Nisa’ ayat 2 tersebut memerintahkan kepada setiap orang yang mengurusi anak yatim agar memberikan harta anak yatim tersebut ketika mereka telah baligh secara sempurna dan menginfaqkan bagi anak – anak yatim tersebut ketika mereka belum baligh untuk keperluan mereka.

Anak yatim menurut pengertian syara’ adalah anak yang kehilangan ayahnya dan masih belum baligh.

Dengan demikian, memakan harta anak yatim adalah salah satu dosa besar kecuali ada hajat terhadapnya bagi orang yang mengasuhnya. Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ

“Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.” QS. An-Nisa’ 6.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *