Sunnah Sebelum Sholat Fardhu: Adzan & Iqomah

Disyariatkan untuk adzan dan iqomah sebelum sholat wajib berdasarkan riwayat dari Malik bin al-Huwairisy beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

“Dan apabila telah datang waktu shalat, maka hendaklah seseorang dari kalian adzan dan hendaklah yang mengimami shalat adalah yang paling tua di antara kalian.” HR. Bukhari dan Muslim.

Dari Abdullah bin Zaid beliau berkata; Sewaktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak memerintahkan supaya memakai lonceng yang dipukul untuk mengumpulkan orang-orang yang mengerjakan shalat, ada seorang laki-laki berkeliling bertemu denganku dalam tidurku. Ia membawa lonceng di tangannya, maka saya berkata; Wahai hamba Allah, apakah kamu mau menjual lonceng ini? Dia bertanya; Apa yang akan kamu lakukan dengannya? Saya menjawab; Saya akan pakai untuk memanggil orang-orang mengerjakan shalat. Kata orang itu; Maukah saya tunjukan kepadamu yang lebih baik dari itu? Saya katakan kepadanya; Tentu. Orang itu berkata; Engkau ucapkan;

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه

“Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, Aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, Marilah kita shalat, Marilaj kita shalat, Marilah meraih kemenangan, marilah meraih kemenangan. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah.”

Abdullah berkata; Kemudian orang itu mundur tidak jauh dariku, lalu berkata; Apabila kamu membaca iqamah shalat, ucapkanlah;

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Allah Maha Besar Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah utusan Allah. Marlilah kita shalat. Marilah meraiah kemenangan. Sungguh shalat telah mulai didirikan Sungguh shalat telah mulai didirikan. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah.”

Maka keesokan harinya, saya pergi menemui Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberitahukan kejadian mimpiku itu, maka beliau bersabda: “Sesungguhnya mimpimu itu adalah mimpi yang benar Insya Allah. Karena itu berdirilah bersama Bilal dan ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya lebih lantang dari suaramu.” Maka saya pun berdiri bersama Bilal, lalu saya ajarkan kepadanya bacaan-bacaan itu, sementara dia menyerukan adzan itu. Dia berkata; Kemudian Umar bin Al-Khaththab mendengar seruan adzan itu ketika dia sedang berada di rumahnya, lalu dia keluar sambil menarik pakaiannya dan berkata; Demi Dzat yang mengutusmu dengan al-Haq, wahai Rasulullah, sungguh saya telah bermimpi seperti mimpi Abdullah itu. Maka Rasulallah bersabda: “Maka segala puji hanya bagi Allah.” HR. Abu Dawud.

Adapun dalil yang mengubah perintah dalam hadits tersebut dari bersifat wajib adalah dalil yang lain.

Adapun lafadz adzan adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Khusus untuk sholat subuh, setelah mengucapkan “Hayya ‘alassholah” memgucapkan:

الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ

“Shalat itu lebih baik daripada tidur, shalat itu lebih baik daripada tidur.”

Adapun lafadz iqomah juga sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Lafadz – lafadz ini semuanya ditetapkan berdasar hadits yang shahih riwayat Bukhari, Muslim, dan yang lainnya.

Disunnahkan bagi orang yang mendengar adzan untuk mengucapkan yang semisal dengan apa yang diucapkan oleh muadzin. Ketika telah selesai adzan, bersolawat kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam dan berdoa baginya dengan apa yang terdapat dalam hadits:

Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

“Apabila kalian mendengar mu’adzdzin maka ucapkanlah seperti yang di ucapkan mu’adzin, kemudian bershalawatlah untukku, karena seseorang yang bershalawat untukku dengan satu shalawat, niscaya Allah akan bershalawat atasnya sepuluh kali. Mohonlah kepada Allah wasilah untukku, karena wasilah adalah kedudukan yang tinggi di surga, tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap aku hamba tersebut. Dan barangsiapa memintakan wasilah untukku, maka syafa’at halal untuknya.” HR. Muslim.

Dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berdo’a setelah mendengar adzan:

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ

(Ya Allah. Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini, dan Pemilik shalat yang akan didirikan ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah janjikan) ‘. Maka ia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” HR. Bukhari.

الدَّعْوَةِ التَّامَّة
Yakni dakwah tauhid yang tidak diikuti dengan pengubahan dan penggantian.

وَالْفَضِيلَةَ
Yakni derajat yang lebih terhadap seluruh makhluk.

مَقَامًا مَحْمُودًا
Yakni tempat bagi orang yang terpuji.

الَّذِي وَعَدْتَهُ
Yakni yang dijanjikan oleh Allah dengan firmanNya:

عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

“…mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” QS. Al-Isra’ : 79.

Bagi muadzdzin juga disunnahkan untuk bersholawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berdoa setelah adzan. Ia melakukannya dengan suara yang lebih kecil daripada saat adzan dan terpisah dari adzan sehingga tidak timbul dugaan bahwasanya lafadznya tersebut adalah bagian dari adzan.

Jawaban atas orang yang mendengar adzan adalah sama dengan lafadz adzan kecuali saat muadzdzin mengucapkan hayya ‘alassholah dan hayya ‘alalfalah.

Diriwayatkan dari Yahya: “Jika mu’adzin mengucapkan, ‘Hayya ‘Alash shalah ‘(Marilah melaksanakan shalat) ‘, dia menjawab,

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

‘(Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan izin Allah) ‘. Dia berkata, “Demikianlah kami mendengar Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.” HR. Bukhari.

Apabila muadzdzin sholat shubuh memgucapkan Assholatu khoirum minannaum (sholat itu lebih baik daripada tidur) maka jawabannya adalah:

صَدَقْتَ وَبَرَرْتَ
“Engkau benar dan engkau telah berbuat kebaikan.”

Disunnahkan juga menjawab iqomah sebagaimana menjawab adzan kecuali ketika muadzdzin mengucapkan قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ.

Dari Abu Umamah atau dari sebagian sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, bahwasanya Bilal mengumandangkan iqamat, maka ketika sampai pada kalimat qad qamatishshalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَقَامَهَا اللَّهُ وَأَدَامَهَا

“mudah-mudahan Allah menegakkannya dan mengekalkannya.” HR. Abu Dawud.

Wallahu ‘alam bi as-showwab.

Rujukan:
al-Bugha, Dr. Musthafa Diib. At-Tadzhib fii Adillat Matan al-Ghayah wa at-Taqrib.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *