Iman Terhadap Rasul ‘Alaihim As-Salam

Keimanan terhadap adanya Allah ta’ala dan meng-Esa-kannya adalah akarnya keimanan dan prinsip pokok dasar yang pertama. Berikutnya adalah keimanan terhadap para Rasul yang mulia ‘alaihim as-sholatu wa as-salam. Ini adalah pokok yang kedua atau salah satu cabang dari cabang – cabang keimanan, secara i’tiqad (keyakinan) dan pengakuan.

Akan tetapi, keimanan terhadap selain Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam maknanya adalah beriman bahwasanya mereka itu utusan kepada kaumnya saja. Mereka pada yang demikian itu adalah orang – orang yang benar dan berhak. Yakni risalah mereka itu khusus bagi kaum – kaum mereka.

Sedangkan keimanan terhadap Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam adalah membenarkan bahwasanya beliau adalah Nabi dan Rasul dari sisi Allah kepada kaumnya tempat ia diutus, juga kepada siapa saja setelah mereka dari golongan jin dan manusia hingga hari kiamat. Yakni sesungguhnya risalahnya itu berlaku umum bagi seluruh manusia dan jin.

Nabi itu adalah orang yang diberi wahyu untuk diamalkan khusus bagi dirinya sendiri, tidak diperintahkan untuk menyampaikannya dan dakwah kepadanya. Sehingga orang tersebut adalah seorang Nabi namun bukan seorang Rasul. Bila ia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada selainnya maka dia adalah seorang Nabi dan Rasul. Setiap Rasul adalah Nabi namun tidak semua Nabi itu Rasul.

Jumlah para Rasul yang terdahulu adalah 313 Rasul berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Ahmad dari Abi Dzar beliau berkata:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمْ الْمُرْسَلُونَ قَالَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَبِضْعَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا وَقَالَ مَرَّةً خَمْسَةَ عَشَرَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ آدَمُ أَنَبِيٌّ كَانَ قَالَ نَعَمْ نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ

“Aku bertanya, “Berapa jumlah rasul yang diutus wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tiga ratus, lebihnya belasan (antara 13-19). Jumlah yang sangat banyak.” Dan beliau bersabda di kali yang lain: “lima belas.” Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Adam adalah seorang nabi utusan?” Beliau menjawab; “Ya, dia seorang nabi yang diajak berbicara oleh Allah.” HR. Ahmad.

Jumlah para Nabi yang terdahulu adalah 124.000 Nabi berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad dan yang lainnya dari Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَمِ النَّبِيُّونَ ؟ قَالَ : ” مِائَةُ أَلْفِ نَبِيٍّ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفِ نَبِيٍّ ” . قُلْتُ : كَمِ الْمُرْسَلُونَ مِنْهُمْ ؟ قَالَ : ” ثَلَاثُمِائَةٍ وَثَلَاثَةَ عَشَرَ “

“Aku bertanya: Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para Nabi? Beliau menjawab: 124.000 Nabi. Aku bertanya: Berapa jumlah para Rasul di antara mereka? Beliau menjawab: 313.” (Akan tetapi di dalam sanadnya terdapat Musa bin Ubaidah, dia adalah dhaif. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari nya mendhaifkannya).

Kita beriman terhadap para Nabi dan Rasul terdahulu seluruhnya berdasarkan firman Allah ta’ala:

وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَـٰۤىِٕكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَیۡنَ أَحَدࣲ مِّن رُّسُلِهِۦ

“Demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” QS. Al-Baqarah: 285.

Dan firman-Nya:

وَٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَلَمۡ یُفَرِّقُوا۟ بَیۡنَ أَحَدࣲ مِّنۡهُمۡ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ سَوۡفَ یُؤۡتِیهِمۡ أُجُورَهُمۡۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورࣰا رَّحِیمࣰا

“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan di antara mereka (para rasul), kelak Allah akan memberikan pahala kepada mereka. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. An-Nisa’ 152.

Itu adalah keimanan yang tidak terbagi – bagi dan terpisahkan, setiap mereka yang diutus oleh Allah kita imani secara sama.

Dalam ayat yang lain:

إِنَّ ٱلَّذِینَ یَكۡفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَیُرِیدُونَ أَن یُفَرِّقُوا۟ بَیۡنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَیَقُولُونَ نُؤۡمِنُ بِبَعۡضࣲ وَنَكۡفُرُ بِبَعۡضࣲ وَیُرِیدُونَ أَن یَتَّخِذُوا۟ بَیۡنَ ذَ ٰ⁠لِكَ سَبِیلًا

“Sesungguhnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yang lain),” serta bermaksud mengambil jalan tengah (iman atau kafir)” QS. An-Nisa’: 150.

Allah ta’ala menjadikan ingkar terhadap sebagian Rasul-Nya adalah ingkar kepada seluruhnya, kemudian Dia menjadikan ingkar terhadap seluruhnya sebagai kekafiran.

Dengan demikian, menjadi kokohlah dengan hal ini bahwa jalan keselamatan di sisi Allah dan agar mendapatkan sebaik – baik tempat kembali adalah dengan menjadi orang yang tidak membeda – bedakan para Rasul Allah azza wa jalla dan beriman terhadap mereka semuanya.

Di dalam hadits shahihain dari Umar radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya mengenai iman beliau menjawab:

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.” HR. Bukhari dan Muslim.

Dan bagi seluruh manusia dan jin agar beriman terhadap risalah Rasul kita Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan firman-Nya:

ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya.” QS. Al-Hadid: 7.

Dalam ayat tersebut Allah ta’ala menggabungkan keimanan terhadap Rasul-Nya dengan keimanan terhadap-Nya.

Terdapat banyak sekali hadits shahih yang menguatkan ayat – ayat yang mulia tersebut. Di antaranya adalah riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَمَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ عَصَمَ مِنِّي مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلَّا بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia (yakni kaum musyrikin Arab berdasarkan ijma’) hingga mereka mengucapkan, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah’, maka barangsiapa yang mengucapkan, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah’, maka sungguh dia telah menjaga harta dan jiwanya dari (seranganku) kecuali dengan hak Islam, dan hisabnya diserahkan kepada Allah.”

Muslim juga meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik:

أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ رَدِيفُهُ عَلَى الرَّحْلِ قَالَ يَا مُعَاذُ قَالَ لَبَّيْكَ رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ قَالَ يَا مُعَاذُ قَالَ لَبَّيْكَ رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ قَالَ يَا مُعَاذُ قَالَ لَبَّيْكَ رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ قَالَ مَا مِنْ عَبْدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُخْبِرُ بِهَا النَّاسَ فَيَسْتَبْشِرُوا قَالَ إِذًا يَتَّكِلُوا فَأَخْبَرَ بِهَا مُعَاذٌ عِنْدَ مَوْتِهِ تَأَثُّمًا

“Bahwa Nabi Allah (dalam satu perjalanan), sedangkan Mu’adz bin Jabal dibonceng di atas kendaraan beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu memanggil: “Wahai Mu’adz!” Mu’adz menyahut, “Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggil lagi: “Wahai Mu’adz!” Aku menyahut lagi, “Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggil: “Wahai Mu’adz!” Aku menyahut lagi, “Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda: “Barangsiapa yang mengucap dua Kalimah Syahadat yaitu: tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya niscaya dia selamat dari api Neraka.” Kemudian Mu’adz berkata, “Bolehkah aku memberitahu perkara ini kepada manusia agar mereka sebarkan berita gembira ini?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kalau (berbuat) begitu, maka mereka akan bersandar dengannya.” Lalu Mu’adz menyebarkan kabar tersebut menjelang kematiannya khawatir menanggung salah (karena menyembunyikan hadits).”

Al-Baihaqi meriwayatkan di dalam Sunan al-Kubro nya, Ibnu al-Mubarak di dalam Az-Zuhd nya, dan al-Bukhari di dalam Bab Tahajud nya, dari Anas bin Malik:

مَنْ شَهِدَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ مُخْلِصًا مِنْ قَلْبِهِ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barang siapa yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, ikhlash dari hatinya, dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, Ia masuk surga.”

Iman terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu mencakup iman kepada-Nya. Yaitu menerima apa saja yang dibawanya itu dari sisi Allah serta bertekad beramal dengannya dan mentaatinya. Karena pembenarannya bahwa dia itu Rasulullah mengharuskannya untuk mentaatinya. Ini adalah makna Iman kepada Allah dan iman kepada Rasulullah. Maka ketaatan termasuk persyaratan dari membenarkan para Rasul. Dalam ketaatan kepada Rasul, terdapat ketaatan kepada yang mengutusnya karena Dia memerintahkan untuk mentaati rasul. Allah ta’ala berfirman:

مَّن یُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدۡ أَطَاعَ ٱللَّهَ

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” QS. An-Nisa’ 80.

Diutusnya para rasul itu sebagai hujah bagi para hamba sehingga mereka tidak dapat mengklaim bahwa mereka tidak mengetahui risalah Allah. Allah ta’ala berfirman:

لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا بِٱلۡبَیِّنَـٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ وَٱلۡمِیزَانَ لِیَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلۡقِسۡطِ

“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil.” QS. Al-Hadid: 25.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

رُّسُلࣰا مُّبَشِّرِینَ وَمُنذِرِینَ لِئَلَّا یَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةُۢ بَعۡدَ ٱلرُّسُلِۚ

“Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus.” QS. An-Nisa’ : 165.

وَلَوۡ أَنَّاۤ أَهۡلَكۡنَـٰهُم بِعَذَابࣲ مِّن قَبۡلِهِۦ لَقَالُوا۟ رَبَّنَا لَوۡلَاۤ أَرۡسَلۡتَ إِلَیۡنَا رَسُولࣰا فَنَتَّبِعَ ءَایَـٰتِكَ مِن قَبۡلِ أَن نَّذِلَّ وَنَخۡزَىٰ

“Dan kalau mereka Kami binasakan dengan suatu siksaan sebelumnya (Al-Qur’an itu diturunkan), tentulah mereka berkata, “Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, sehingga kami mengikuti ayat-ayat-Mu sebelum kami menjadi hina dan rendah?” QS. Thaha: 134.

Allah mematahkan argumen bahwasanya mereka tidak mengetahui perintah -perintah Allah, larangan -larangan-Nya, dan syariat serta jalan bagi mereka dengan diutusnya Rasul sebagai dalih dan hujah terhadap mereka. Maka mereka menjadi orang yang bertanggungjawab terhadap pengabaian mereka dan ketidaktaatan mereka. Sehingga wajiblah atas mereka adzab itu.

Termasuk hal yang diketahui juga sebagaimana diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubro nya dari Abi Dzar beliau berkata:

كَانَ الْأَنْبِيَاءُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا عَشَرَةً: نُوحٌ، وَصَالِحٌ، وَهُودٌ، وَلُوطٌ، وَشُعَيْبُ، وَإِبْرَاهِيمُ، وَإِسْمَاعِيلُ، وَإِسْحَاقُ، وَيَعْقُوبُ، وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَمْ يَكُنْ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ مَنْ لَهُ اسْمَانِ إِلَّا إِسْرَائِيلُ، وَعِيسَى فَإِسْرَائِيلُ يَعْقُوبُ، وَعِيسَى الْمَسِيحُ”

“Para Nabi itu berasal dari Bani Israil kecuali sepuluh Nabi yaitu Nuh, Shalih, Hud, Luth, Syu’aib, Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada di antara para Nabi yang punya dua nama kecuali Israil dan ‘Isa. Israil itu adalah Nabi Ya’kub dan ‘Isa adalah al-Masih”.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Dr. Wahbah Zuhailiy. Ushul al-Iman wa al-Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *