Sebab Diangkatnya Gunung ke Atas Kepala Bani Israil

Tafsir QS. Al-A’raf: 171

وَإِذۡ نَتَقۡنَا ٱلۡجَبَلَ فَوۡقَهُمۡ كَأَنَّهُۥ ظُلَّةࣱ وَظَنُّوۤا۟ أَنَّهُۥ وَاقِعُۢ بِهِمۡ خُذُوا۟ مَاۤ ءَاتَیۡنَـٰكُم بِقُوَّةࣲ وَٱذۡكُرُوا۟ مَا فِیهِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat gunung ke atas mereka, seakan-akan (gunung) itu naungan awan dan mereka yakin bahwa (gunung) itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami firmankan kepada mereka), “Peganglah dengan kuat apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang disebut di dalamnya agar kamu menjadi orang-orang bertakwa.” QS. Al-A’raf: 171.

Ibnu Abbas berkata sehubungan dengan makna firman-Nya:

وَإِذۡ نَتَقۡنَا ٱلۡجَبَلَ فَوۡقَهُمۡ

Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat gunung ke atas mereka. (QS. Al-A’raf: 171): maknanya adalah (رَفَعْنَاهُ) yang artinya Kami angkat. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّورَ بِمِيثَاقِهِمْ

Dan Kami angkat gunung (Sinai) di atas mereka untuk (menguatkan) perjanjian mereka. (QS. An-Nisa: 154)

Nabi Musa membawa Bani Israil menuju ke tanah yang disucikan (setelah selamat dari kejaran Fir’aun), dan mengambil lauh-lauh yang telah dilemparkannya itu sesudah amarahnya reda (akibat Bani Israil yang menyembah kembali anak sapi). Kemudian, Nabi Musa memerintahkan tugas – tugas kepada mereka sesuai dengan wahyu Allah yang harus ia sampaikan kepada mereka, dan ternyata tugas – tugas itu berat bagi mereka, lalu mereka menolak, tidak mau menerimanya, hingga Allah mengangkat gunung ke atas kepala mereka, seakan-akan (gunung) itu naungan awan (QS. Al-A’raf: 171). Bukit tersebut diangkat oleh para malaikat ke atas kepala mereka. Demikianlah menurut riwayat Imam Nasai dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas).

Abu Bakar bin Abdullah berkata: bahwa dikatakan kepada mereka, “Ini adalah Kitab, maukah kamu menerimanya? Di dalamnya terkandung penjelasan semua yang dihalalkan bagi kalian dan semua yang diharamkan bagi kalian. Mereka menjawab, “Paparkanlah kepada kami semua isi yang ter­kandung di dalamnya. Jika fardhu – fardhu dan batasan-batasannya mudah, maka kami mau menerimanya.” Dikatakan kepada mereka, “Terimalah oleh kalian semua yang terkandung di dalamnya.” Mereka menjawab, “Tidak, sebelum kami mengetahui semua isinya, bagaimanakah batasan – batasan dan fardhu – fardhunya?” Maka Allah memerintahkan kepada gunung untuk terangkat, lalu gunung itu terangkat di langit; hingga ketika gunung itu telah berada di antara kepala mereka dan langit, Musa ‘alaihissalam berkata kepada mereka, “Tidakkah kalian melihat apa yang telah difirmankan oleh Rabb ku ‘azza wa jalla? Jika kalian menolak, tidak mau menerima Taurat secara bulat-bulat berikut semua yang terkandung di dalamnya, sungguh aku benar-benar akan menimpakan bukit ini kepada kalian.” Diriwayatkan kepadaku bahwa Al-Hasan Al-Basri berkata: tatkala mereka (Bani Israil) melihat gunung itu terangkat di atas kepala mereka, maka masing-masing dari mereka menyungkur bersujud pada pelipis sebelah kirinya, sedangkan mata kanan mereka melihat ke arah bukit itu karena takut akan menimpa diri mereka. Maka demikian pula di masa sekarang, tidak ada seorang Yahudi pun di muka bumi ini melainkan bila sujud pasti pada pelipis kirinya. Mereka berkata: cara sujud inilah yang menyebabkan terangkatnya hukuman.

Abu Bakar mengatakan bahwa setelah lauh – lauh itu dipaparkan, ternyata di dalamnya terdapat Kitabullah yang ditulis-Nya dengan tangan (kekuasaan)-Nya sendiri. Maka tiada suatu bukit, tiada pepohonan, dan tiada bebatuan pun di muka bumi ini melainkan bergetar karenanya. Dan sekarang tidak ada seorang Yahudi pun di muka bumi ini —baik yang kecil maupun yang dewasa— bila dibacakan kepadanya kitab Taurat, melainkan pasti bergetar dan menggeleng-gelengkan kepala karenanya, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ

Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepalanya kepadamu. (QS. Al Isra: 51)

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Syaikh Muhammad ‘Ali As- Shabuni, “Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *