Allah ta’ala telah mengajarkan kepada manusia mengenai bagaimana memberikan penghormatan (tahiyyat) dan adab – adabnya. Allah ta’ala berfirman:
(وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا)
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. QS. An-Nisa’ 86.
Tahiyyat itu asalnya adalah doa untuk kehidupan. Sementara tahiyyatu lillah (tahiyyah bagi Allah) adalah lafadz – lafadz yang menunjukkan kepada kekuasaan Allah serta memanggil Allah ta’ala dengan lafadz – lafadz tersebut. Adapun makna tahiyyat yang shahih adalah ucapan salam. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ
Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. QS. Al-Mujadilah 8.
Berdasarkan QS. An-Nisa’ 86 di atas, ketika ada seorang Muslim yang mengucapkan salam kepada kita maka wajib bagi kita untuk menjawabnya dengan yang lebih daripada yang disalamkan atau menjawabnya minimal dengan yang semisalnya. Tambahan jawaban salam adalah sunnah sementara jawaban salam yang semisal adalah wajib. Apabila seseorang berkata: assalamu’alaikum, maka orang yang diberi salam menjawab dengan: wa’alaikumussalam atau wa’alaikumussalam wa rahmatullah. Apabila ditambah jawabannya dengan “wabarakatuh” maka hal itu adalah lebih afdhol dan pada setiap kata sepuluh kebaikan. Yang utama adalah menjawabnya dengan tangan terbuka, merasa senang, dan dengan penerimaan yang baik.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Salman Al-Farisi beliau berkata: seorang laki – laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dia lalu mengucapkan assalamu ‘alaika ya Rasulullah. Maka nabi menjawabnya: wa’alaikumussalam wa rahmatullah. Kemudian datang seorang yang lain ia berkata: assalamu ‘alaika ya Rasulullah wa rahmatullah. Maka Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab kepadanya: wa ‘alaikassalam wa rahmatullah wa barakatuh. Kemudian datang orang lain lagi ia berkata: assalamu’alaika ya Rasulullah wa rahmatullah wa barakatuh. Maka beliau menjawab: wa ‘alaika. Maka orang tersebut berkata kepadanya: ya Nabiyallah, demi bapak engkau dan ibuku, fulan dan fulan datang kepada engkau, kemudian mengucapkan salam kepada engkau, maka kemudian engkau menjawab kepada keduanya lebih banyak daripada apa yang engkau jawab kepadaku. Maka beliau bersabda: sesungguhnya engkau tidak meninggalkan sesuatu bagi kami. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). QS. An-Nisa’ 86. Maka kami menjawabnya atasmu.
QS. An-Nisa’ 86 di atas juga merupakan dalil agar kita menyebarkan salam dan kewajiban untuk menjawab salam bagi orang yang diberi salam.
Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَفَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى أَمْرٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga beriman, dan kalian tidak akan beriman hingga saling menyayangi. Maukah kalian aku tunjukkan suatu perkara yang jika kalian amalkan maka kalian akan saling menyayangi? Tebarkanlah salam di antara kalian.”
Dalam mengucapkan salam, disunnahkan yang datang belakangan mengucapkan salam kepada yang hadir duluan, yang naik di atas kendaraan mengucapkan salam kepada yang berjalan, dan yang berjalan mengucapkan salam kepada yang duduk. Disunnahkan juga orang yang sedikit mengucapkan salam atas orang yang banyak, dan yang kecil atas orang yang tua. Tidak disunnahkan mengucapkan salam bagi seorang laki – laki kepada wanita asing, namun disunnahkan mengucapkan salam kepada istrinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي وَالْمَاشِي عَلَى الْقَاعِدِ وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ
“Orang yang berkendaraan hendaklah memberi salam kepada pejalan kaki, orang yang berjalan kepada orang yang duduk, dan orang sedikit kepada orang banyak.” HR. Bukhari dan Muslim.
وَحَدَّثَ أَنَسٌ أَنَّهُ كَانَ يَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرَّ بِصِبْيَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ
Anas pernah bercerita bahwa dia pernah berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian melewati anak-anak kecil, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam kepada mereka. HR. Muslim.
Dari Abdullah bin ‘Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Islam manakah yang paling baik?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
“Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal”. HR. Bukhari dan Muslim.
As-Suyuthi berkata: sesungguhnya telah tetap di dalam sunnah bahwa tidak wajib menjawab salam orang – orang kafir, ahli bid’ah, orang – orang fasiq, dan atas orang yang menunaikan hajat, di dalam toilet, dan orang yang makan, hukumnya makruh pada selain yang akhir ini. Dikatakan kepada orang kafir: wa’alaika. Telah tetap dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:
«إذا سلم أهل الكتاب فقولوا: وعليكم»
“Ketika ahli kitab mengucapkan salam maka katakanlah: wa’alaikum”.
Salam juga tidak dijawab di dalam khutbah, ketika membaca al-Qur’an secara jahr, ketika meriwayatkan hadits, ketika mudzakarah (konferensi) ilmu, serta ketika adzan dan iqamat. Tidaklah mengucapkan salam atas orang yang sholat, apabila ada yang mengucapkan salam kepada orang yang sholat maka baginya dua pilihan: bila ia mau ia dapat menjawab salamnya dengan isyarat jarinya, dan bila ia mau ia diam hingga selesai sholatnya baru kemudian menjawabnya. Wallahu ‘alam bi as-showwab.
Rujukan: Tafsir al-Munir karya Syaikh Wahbah Zuhaili.