Syarat – syarat tayammum ada lima:
- Adanya udzur karena safar atau sakit.
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah. (QS. Al-Maidah 5 : 6).
Dari Imran bin Hushain al-Khuzai:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا لَمْ يُصَلِّ فِي الْقَوْمِ فَقَالَ يَا فُلَانُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ فِي الْقَوْمِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ قَالَ عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang menyendiri dan tidak ikut shalat bersama orang banyak, beliau lalu bertanya: “Wahai fulan, apa yang menghalangi kamu untuk shalat bersama orang-orang?” Maka orang itu menjawab: “Wahai Rasulullah, aku mengalami junub dan tidak ada air.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wajib bagi kamu menggunakan tanah dan itu sudah cukup buatmu.” (HR. Bukhari).
(الصَّعِيدِ) adalah debu yang terdapat di muka bumi.
- Masuknya waktu sholat.
Dari Jabir bin Abdullah beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْغَنَائِمُ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ
“Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun dari Nabi-Nabi sebelumku; aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan, bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci; maka dimana saja seorang laki-laki dari ummatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat. Dihalalkan harta rampasan untukku, para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia, dan aku diberikan (hak) syafa’at”. (HR. Bukhari).
Kedua hadits di atas (poin 1 dan 2), adalah dalil bahwasanya Nabi bertayammum dan sholat ketika tidak menemukan air setelah masuknya waktu sholat.
- Telah mencari air.
- Udzur untuk menggunakan air dan
- Membutuhkan air tersebut setelah mencarinya.
Tanah untuk tayammum adalah tanah yang suci yang terdapat debu padanya, apabila debunya bercampur dengan kapur atau pasir maka tidak mencukupi.
Fardhu – fardhu tayammum ada empat:
- Niat.
- Mengusap wajah.
- Mengusap kedua tangan hingga ke siku.
- Tertib.
Berdasarkan firman Allah ta’ala:
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. (QS. Al-Maidah 5 : 6).
(فَتَيَمَّمُوا-maka bertayammumlah): yakni maka maksudkanlah (untuk tayammum). Ini adalah dalil fardhu nya niat bersama dengan hadits: “sesungguhnya amal – amal itu tergantung pada niatnya”.
(طَيِّبًا) yakni yang suci.
Sunnah tayammum ada tiga:
- Membaca bismillah.
- Mendahulukan yang kanan atas yang kiri.
- Berkelanjutan.
Hal ini sebagaimana sunnah dalam wudhu’ karena tayammum dianggap pengganti wudhu’.
Yang membatalkan tayammum ada tiga:
- Hal – hal yang membatalkan wudhu.
- Menemukan air pada selain waktu sholat.
Yakni pada waktu selain dalam kondisi sholat dan sebelum melaksanakannya. Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الصَّعِيدَ الطَّيِّبَ طَهُورُ الْمُسْلِمِ وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ خَيْرٌ
“Tanah (debu) yang baik itu alat bersucinya seorang muslim meskipun ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Maka jika ia telah mendapatkan air, hendaklah ia mengusapkan pada kulitnya karena itu lebih baik.” (HR. At-Tirmidzi. Beliau berkata hadits ini hadits hasan shahih).
(فَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ) yakni maka berwudhu lah. Ini adalah dalil bahwasanya tayammum nya telah batal.
3. Murtad.
Orang yang memiliki tulang yang patah kemudian dibalut (atau luka lain yang mengharuskan dibalut), maka cukup mengusapnya (dengan air) dan bertayammum kemudian sholat dan tidak wajib mengulang sholat kalau ia membalutnya dalam keadaan ia telah bersuci (sebagaimana halnya mengusap sepatu yang mensyaratkan dikenakan saat telah bersuci).[i]
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ شَكَّ مُوسَى عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
Kami pernah keluar dalam sebuah perjalanan, lalu salah seorang di antara kami terkena batu pada kepalanya yang membuatnya terluka serius. Kemudian dia bermimpi junub, maka dia bertanya kepada para sahabatnya; Apakah ada keringanan untukku agar saya bertayammum saja? Mereka menjawab; Kami tidak mendapatkan keringanan untukmu sementara kamu mampu untuk menggunakan air, maka orang tersebut mandi dan langsung meninggal. Ketika kami sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau diberitahukan tentang kejadian tersebut, maka beliau bersabda: “Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka! Tidakkah mereka bertanya apabila mereka tidak mengetahui, karena obat dari kebodohan adalah bertanya! Sesungguhnya cukuplah baginya untuk bertayammum dan meneteskan air pada lukanya -atau- mengikat lukanya- Musa ragu- kemudian mengusapnya saja dan mandi untuk selain itu pada seluruh tubuhnya yang lain.” (HR. Abu Dawud).
Tayammum itu untuk dilakukan untuk setiap shalat fardhu dan boleh sekali tayammum untuk berapapun sholat sunnah.
Diriwayatkan dari al-Baihaqi dengan sanad yang shahih:
يَتَيَمَّمُ لِكُلِّ صَلَاةٍ وَإِنْ لَمْ يُحْدِثْ
Tayammumlah untuk setiap sholat meskipun tidak berhadats.
Maraji’:
al-Bugha, Dr. Musthafa Diib. At-Tadzhib fii Adillat Matan al-Ghayah wa at-Taqrib.
[i] Catatan, anggota tubuh yang sehat tidak dibalut wajib untuk tetap dibasuh sebagaimana halnya wudhu atau mandi seperti biasa. Tayammum hanya sebagai pengganti mengusap bagian yang tidak dapat dibasuh karena terbalut.