Sesungguhnya puasa Rammadhan dan penetapan bulan Ramadhan dilakukan dengan salah satu dari dua cara berikut:
Pertama, dengan ru’yatul hilal (melihat hilal) bulan Ramadhan pada malam ke tiga puluh bulan Sya’ban. Bila terlihat hilal pada malam tersebut, maka berarti telah masuk bulan Ramadhan dan wajib berpuasa. Sementara bulan Sya’ban dalam keadaan ini menjadi dua puluh sembilan hari.
Kedua, dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari baik itu karena ketiadaan kemungkinan terlihatnya hilal Ramadhan pada malam ketiga puluh Sya’ban dengan adanya mendung di langit, atau memang karena tidak ada lahirnya hilal.
Berdasarkan hal itu, wajib untuk menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari dan menghukumi hari setelahnya sebagai bulan Ramadhan secara pasti. Karena bulan dalam penanggalan Qomariyah tidak mungkin lebih dari tiga puluh hari, melainkan ia tiga puluh hari atau dua puluh sembilan hari.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
“Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Sya’ban menjadi tiga puluh”.
Abu Dawud dan An-Nasa’i meriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا تُقَدِّمُوا الشَّهْرَ حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ أَوْ تُكْمِلُوا الْعِدَّةَ
“Janganlah kalian mendahului bulan hingga melihat Hilal, atau kalian menyempurnakan bilangan.”
Adapun jumlah bilangan bulan yang tidak melebihi tiga puluh hari berdasarkan riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ
“Kita ini adalah ummat yang ummi, yang tidak biasa menulis dan juga tidak menghitung, satu bulan itu jumlah harinya segini dan segini, yaitu sekali berjumlah dua puluh sembilan dan sekali berikutnya tiga puluh hari”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi isyarat dengan jari – jarinya yang berjumlah sepuluh. Beliau berisyarat dengannya tiga kali menunjukkan bahwa jumlah hari dalam sebulan itu tiga puluh hari. Beliau berisyarat dengan jarinya sebanyak dua kali dan pada kali ketiga beliau melipat salah satu jarinya menunjukkan bahwa jumlah hari dalam sebulan itu ada kalanya dua puluh sembilan hari.
Rujukan:
Fiqih As-Shiyam oleh Dr. Muhammad Hasan Hitou