Disunnahkan untuk bertakbir (takbiran) pada dua hari raya. Takbiran pada hari raya Id itu ada dua macam, mursal (atau mutlak) dan muqayyad.
- Takbir mursal atau takbir mutlak yaitu takbir yang dilakukan di mana saja baik itu di masjid, di pasar, di jalan, dll dengan mengeraskan suara. Takbir mursal dilakukan pada malam hari raya Id dimulai dari tenggelamnya matahari hingga imam mulai melaksanakan shalat id.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah [2]:185).
Dari Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:
كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ العِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ البِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا، حَتَّى نُخْرِجَ الحُيَّضَ، فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ، فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ، وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ اليَوْمِ وَطُهْرَتَهُ
“Pada hari Raya Ied kami diperintahkan untuk keluar sampai-sampai kami mengajak para anak gadis dari kamarnya dan juga para wanita yang sedang haid. Mereka duduk di belakang barisan kaum laki-laki dan mengucapkan takbir mengikuti takbirnya kaum laki-laki, dan berdoa mengikuti doanya kaum laki-laki dengan mengharap barakah dan kesucian hari raya tersebut.” (HR. Bukhari).
عَن نَافِع: ” أَن ابْن عمر كَانَ يَغْدُو إِلَى الْعِيد من الْمَسْجِد، وَكَانَ يرفع صَوته بِالتَّكْبِيرِ حَتَّى يَأْتِي الْمُصَلِّي، ويكبّر حَتَّى يَأْتِي الإِمَام ” رَوَاهُ الْبَيْهَقِيّ. وَقَالَ: ” هَذَا هُوَ الصَّحِيح مَوْقُوف عَلَى ابْن عمر “.
Dari Nafi’ rahimahullah, bahwasanya Ibnu ‘Umar berangkat ke shalat Id dari masjid, dan adalah beliau mengeraskan suaranya dengan bertakbir hingga sampai di mushalla, dan beliau bertakbir hingga imam datang. (Atsar riwayat al-Baihaqi, beliau berkata: (atsar) ini yang shahih adalah mauquf atas Ibnu ‘Umar).
Adapun takbir mursal pada hari raya idul adha diqiyaskan kepada takbir mursal pada hari raya idul fithri.
- Adapun takbir muqayyad yaitu takbir yang dilaksanakan setelah shalat wajib maupun setelah shalat sunnah pada hari raya idul adha (tanggal 10 dzulhijjah) dan hari tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 dzulhijjah) dengan mengeraskan suara. Waktunya dimulai pada shalat subuh di hari raya idul adha hingga shalat ashar pada hari terakhir hari tasyrik (tanggal 13 dzulhijjah). Imam Nawawi mengatakan bahwa takbir muqayyad ini disyariatkan berdasarkan pada ijma’ umat (islam).
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (QS. Al-Baqarah [2]: 203).
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (QS. Al-Hajj [22]: 28).
Imam Nawawi mengatakan: Ibnu ‘Abbas dan jumhur berkata: yang dimaksud dengan (مَعْلُومَاتٍ) adalah 10 hari pertama bulan haji, dan (مَعْدُودَاتٍ) adalah hari tasyrik (hari yang diharamkan untuk berpuasa).
Dari Muhammad bin Abu Bakar Ats Tsaqafi beliau berkata:
سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ وَنَحْنُ غَادِيَانِ مِنْ مِنًى إِلَى عَرَفَاتٍ عَنِ التَّلْبِيَةِ، كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُونَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: «كَانَ يُلَبِّي المُلَبِّي، لاَ يُنْكَرُ عَلَيْهِ، وَيُكَبِّرُ المُكَبِّرُ، فَلاَ يُنْكَرُ عَلَيْهِ»
“Aku bertanya kepada Anas bin Malik -saat itu kami berdua sedang berangkat dari Mina menuju ‘Arafah- tentang talbiyyah, ‘Bagaimana kalian melaksanakannya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? ‘ Dia menjawab, “Di antara kami ada seorang yang membaca talbiyyah, namun hal itu tidak diingkari, dan ada yang bertakbir namun hal itu juga tidak diingkari.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abdullah bin Abdullah bin Umar dari bapaknya ia berkata:
«كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَدَاةِ عَرَفَةَ، فَمِنَّا الْمُكَبِّرُ وَمِنَّا الْمُهَلِّلُ»، فَأَمَّا نَحْنُ فَنُكَبِّرُ، قَالَ قُلْتُ: وَاللهِ، لَعَجَبًا مِنْكُمْ، كَيْفَ لَمْ تَقُولُوا لَهُ: مَاذَا رَأَيْتَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ؟
Pagi hari di Arafah, kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan di antara rombongan kami ada yang membaca talbiyah, namun kami membaca takbir.” Maka aku pun berkata, “Demi Allah, sungguh mengherankan kalian ini, kenapa kalian tidak bertanya kepadanya, “Apa yang diperbuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” (HR. Muslim).
Imam Nawawi mengutip perkataan Imam Baihaqi mengatakan bahwa berdasarkan hadits – hadits di atas, para sahabat memulai takbirnya setelah shalat subuh pada hari arafah hingga waktu ashar pada akhir hari tasyrik.
Dari Syaqiq beliau berkata:
كَانَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ غَدَاةَ عَرَفَةَ , ثُمَّ لَا يَقْطَعُ حَتَّى يُصَلِّيَ الْإِمَامُ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ , ثُمَّ يُكَبِّرُ بَعْدَ الْعَصْرِ “. وَكَذَلِكَ رَوَاهُ أَبُو جَنَابٍ عَنْ عُمَيْرِ بْنِ سَعِيدٍ , عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
‘Aliy radhiyallahu ‘anhu bertakbir setelah shalat subuh pada hari arafah, kemudian (beliau bertakbir) tanpa putus hingga imam shalat pada akhir hari tasyriq, kemudian beliau bertakbir ba’da shalat ashar. Demikian juga riwayat Abu Janab dari ‘Umair bin Sa’id dari ‘Aliy bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. (HR. Al-Baihaqi. Imam Baihaqi mengatakan bahwa atsar tersebut maushul (bersambung/sampai) kepada ‘Ali).
عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ” أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ مِنْ غَدَاةِ عَرَفَةَ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ “.
Dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu bahwa beliau bertakbir setelah sholat shubuh hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq (HR. Al-Baihaqi. Para perawinya tsiqah kecuali Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Balawaihi – shaduq).
Lafadz Takbir Dua Hari Raya
Adapun lafadz takbir yang disukai adalah sebagai berikut:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Dari al-Aswad beliau berkata:
كَانَ عَبْدُ اللَّهِ، يُكَبِّرُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ، إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنَ النَّحْرِ يَقُولُ:
Adalah Abdullah Ibnu Mas’ud bertakbir dari shalat fajar pada hari arafah hingga shalat ashar pada hari nahar, beliau mengucapkan:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan Selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah. (Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushnafnya. Perawi – perawinya tsiqah).
Imam asy-Syafi’i mengatakan di dalam kitabnya al-Umm bahwa lafadz takbir adalah lafadz takbir sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir saat shalat yaitu (اللَّهُ أَكْبَرُ) Takbir tersebut dibaca sebanyak tiga kali. Apabila menambah dengan bacaan berikut maka hal itu merupakan satu hal yang baik.
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا نَعْبُدُ إلَّا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدَّيْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وَاَللَّهُ أَكْبَرُ