Tag Archives: Tafsir

Al-Quran Bukan Karangan Nabi Muhammad

Published by:

Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mentadaburi Al-Qur’an serta memahami makna – maknanya yang jelas dan lafadz – lafadznya yang fasih. Allah mengabarkan kepada kita bahwasanya tidak terdapat perbedaan di dalam Al Qur’an, tidak pula terdapat kegoncangan dan pertentangan karena Al Qur’an itu diturunkan dari Yang Maha Bijak lagi Maha Terpuji, Al-Quran adalah haq berasal dari Allah yang haq. Allah ta’ala berfirman: Continue reading

Hoax Di Masa Rasulullah

Published by:

Imam Muslim dalam sebuah hadits yang panjang meriwayatkan dari Umar bin Al-Khatthab beliau berkata: ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan istri – istrinya (karena mereka protes meminta nafkah), aku masuk ke dalam masjid dan mendapati manusia sedang memain – mainkan batu kerikil, mereka berkata: Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam telah menceraikan istri – istrinya. Umar tidak percaya dengan hal tersebut.
Singkat cerita Umar kemudian menemui Aisyah dan Hafshah untuk klarifikasi namun buntu. Akhirnya Umar pun menemui Rasulullah langsung dan menanyakannya. Kemudian Rasulullah menjawab bahwa beliau tidak menceraikan mereka. Kemudian Umar berdiri di atas pintu masjid dan berteriak dengan lantang bahwa Nabi tidak menceraikan istri – istrinya. Kemudian turunlah ayat berikut ini: Continue reading

Syafaat Hasanah dan Syafaat Sayyiah

Published by:

Barangsiapa yang mengusahakan suatu urusan, kemudian menghasilkan sesuatu yang baik, maka ia mendapatkan bagian darinya karena memenangkan yang haq atas yang batil. Barangsiapa yang mengusahakan sesuatu urusan keburukan, maka baginya dosa dari apa – apa yang dihasilkan atas keburukan tersebut dan juga dari niatannya. Allah ta’ala berfirman:

(مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا ۖ وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتًا)
Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. QS. An-Nisa’ 85. Continue reading

Tebarkanlah Salam

Published by:

Allah ta’ala telah mengajarkan kepada manusia mengenai bagaimana memberikan penghormatan (tahiyyat) dan adab – adabnya. Allah ta’ala berfirman:

(وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا)

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. QS. An-Nisa’ 86.

Tahiyyat itu asalnya adalah doa untuk kehidupan. Sementara tahiyyatu lillah (tahiyyah bagi Allah) adalah lafadz – lafadz yang menunjukkan kepada kekuasaan Allah serta memanggil Allah ta’ala dengan lafadz – lafadz tersebut. Adapun makna tahiyyat yang shahih adalah ucapan salam. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

Continue reading

Kafarat dan Denda Bagi Pembunuhan Tersalah (Tidak Sengaja)

Published by:

Tidaklah seorang mukmin membunuh saudaranya yang mukmin dengan alasan apapun kecuali bila karena kesalahan. Pembunuhan karena tersalah adalah: orang yang bertindak tanpa maksud yang mengakibatkan hilangnya ruh. Seorang mukmin tidak boleh melakukan pembunuhan kecuali tanpa disengaja sebab pembunuhan adalah sebuah kejahatan yang besar, salah satu dari dosa – dosa besar, serta salah satu dari tujuh hal yang membinasakan pelakunya. Allah ta’ala berfirman: Continue reading

Tabayyun (Klarifikasi) Dalam Perang

Published by:

Dari Ibnu Abbas ia berkata; “Seseorang dari Bani Sulaim melintasi beberapa sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil membawa kambing miliknya, lalu orang tersebut mengucapkan salam kepada mereka, justru mereka menjawab; “Tidaklah ia mengucapkan salam kepada kalian, melainkan ia hendak berlindung dari kalian.” Lantas mereka berdiri lalu membunuhnya dan mengambil kambingnya. Setelah itu mereka membawanya ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka turunlah ayat;
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقى إِلَيْكُمُ السَّلامَ لَسْتَ مُؤْمِناً تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَياةِ الدُّنْيا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغانِمُ كَثِيرَةٌ كَذلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كانَ بِما تَعْمَلُونَ خَبِيراً (٩٤)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. An-Nisa’ 94.

Bani Sulaim sendiri adalah salah satu Bani yang akan menyerang kota Madinah pada tahun ke 2 Hijrah dan kemudian diperangi oleh pasukan para sahabat.

QS. An-Nisa’ 94 di atas menunjukkan keharusan tetapnya hukum dan tidak terburu – buru dalam urusan pembunuhan karena sangat seriusnya urusan tersebut. Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa cukuplah bagi seseorang itu dianggap sebagai seorang muslim dengan mengucapkan dua kalimat syahadat secara dhohir tanpa perlu untuk menyingkap apa yang sebenarnya di dalam hati. Hal ini karena urusan hati tersebut bukanlah sesuatu hal yang berada dalam cakupan kekuasaan manusia dan merupakan perkara ghaib. Konsep seperti ini berkaitan dengan riwayat lain:

Dari Usamah beliau berkata:
بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَرِيَّةٍ فَصَبَّحْنَا الْحُرَقَاتِ مِنْ جُهَيْنَةَ فَأَدْرَكْتُ رَجُلًا فَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَطَعَنْتُهُ فَوَقَعَ فِي نَفْسِي مِنْ ذَلِكَ فَذَكَرْتُهُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَقَتَلْتَهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنْ السِّلَاحِ قَالَ أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutuskan kami dalam suatu pasukan. Suatu pagi kami sampai di al-Huruqat, yakni suatu tempat di daerah Juhainah. Kemudian aku berjumpa seorang lelaki, lelaki tersebut lalu mengucakan LAA ILAAHA ILLAALLAHU (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah), namun aku tetap menikamnya. Lalu aku merasa ada ganjalan dalam diriku karena hal tersebut, sehingga kejadian tersebut aku ceritakan kepada Rasulullah. Rasulullah lalu bertanya: ‘Kenapa kamu membunuh orang yang telah mengucapkan Laa Ilaaha Illaahu? ‘ Aku menjawab, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya lelaki itu mengucap demikian karena takutkan ayunan pedang.” Rasulullah bertanya lagi: “Sudahkah kamu membelah dadanya sehingga kamu tahu dia benar-benar mengucapkan Kalimah Syahadat atau tidak?” HR. Muslim.

Dari sini muncullah sebuah kaidah fiqih yang besar:
أن الأحكام تناط بالمظان والظواهر، لا على القطع واطلاع السرائر
Hukum-hukum itu tergantung pada dugaan dan pernyataan luar, tidak atas hal yang qat’i (pasti) dan penampakan rahasia.

Dengan demikian, bertabayyun lah dalam setiap kondisi mengenai muslim ataupun kafirnya seseorang. Bahkan dalam kondisi perang sekalipun yang darurat dan bahkan bisa jadi membahayakan nyawa bila bertabayyun dulu, kita tetap diperintahkan untuk tabayyun. Apatah lagi dalam kondisi tidak perang bahkan di era berita sosial media sekarang ini, janganlah mudah mengkafirkan seseorang.

Dalam QS. An-Nisa’ 94 di atas juga terdapat satu nash yang jelas bahwa tujuan kaum mukminin untuk berjihad sebagaimana disyariatkan oleh Allah adalah dalam rangka meninggikan kalimatullah tidak karena harta rampasan perang ataupun tujuan materi duniawiyah yang lainnya.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

 

 

Muslimin Yang Gugur Dalam Barisan Pasukan Kafir Quraisy Karena Enggan Berhijrah

Published by:

Suatu ketika saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih di Makkah, terdapat sekelompok orang yang masuk Islam dan menunjukkan keIslaman mereka kepada Nabi. Namun ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah mereka tidak turut ikut berhijrah dan tetap bersama kaumnya. Maka pada saat terjadi perang Badar, mereka yang tidak ikut berhijrah tersebut bergabung dengan pasukan kaum kafir, di antara mereka ada yang terbunuh dalam perang tersebut dengan status sebagai pasukan kaum kafir meskipun mereka telah berIslam. Tempat mereka adalah neraka jahannam. Mereka itulah yang dimaksud oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

(إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا)
(إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا)
(فَأُولَٰئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا)

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. QS. An-Nisa’ 97-99. Continue reading