Dianjurkan adanya kesaksian dalam seluruh akad – akad duniawi yang dituntut implementasinya pada waktu tertentu. Hal ini sebagai bentuk penjagaan terhadap hak – hak, mencegah hilangnya hak, serta menjauhkan dari kezhaliman dan kerusakan. Tuntutan untuk adanya kesaksian ini ditegaskan dengan harus adanya dua orang saksi yang adil atas sebuah wasiat. Agar mencegah dari pengingkaran atau berlambat – lambat dalam melaksanakannya dan lalai dalam menunaikan haknya kepada yang berhak. Allah ta’ala berfirman: Continue reading
Tag Archives: Tafsir al-Wasith
Menunaikan Kewajiban Dengan Mengucapkan Ucapan Yang Baik
Islam adalah agama yang benar dan jelas dalam perkataan dan perbuatan. Islam menghendaki kebaikan dan kebahagiaan bagi manusia seluruhnya. Tidaklah cukup bagi pemeluknya untuk mementingkan diri sendiri, menyendiri (uzlah), membiarkan yang lainnya berada dalam keraguan yang menyesatkan, penyimpangan aqidah, penyimpangan pemikiran, penyimpangan akhlak, dan penyimpangan tingkah laku.
Akan tetapi setelah seorang mu’min berusaha untuk memperbaiki dan memperingatkan kesalahan yang terjadi dari orang lain, ia memayungi dirinya dan menjaganya dengan kelurusannya, dengan aqidahnya, dan dengan akhlaknya. Tidak ada keraguan sedikitpun darinya. Ia berkomitmen terhadap seluruh syariat berupa perintah untuk berjihad dan beramar ma’ruf. Tidak membahayakannya kesesatan orang lain jika ia mendapat petunjuk karena setiap manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan tidak membawa akibat dari perbuatan orang lain. Yang demikian itulah keadilan karena menghukum seseorang karena perbuatan orang lainnya adalah kezhaliman.
Allah ta’ala berfirman: Continue reading
Hak Membuat Syariat Ada Pada Allah Bukan Pada Manusia
Tidaklah ada bagi seorang manusiapun dalam syariat Al-Qur’an yang memiliki hak dalam menghalalkan atau mengharamkan, membolehkan atau melarang. Sesungguhnya hak membuat syariat pada yang demikian itu ada pada Allah subhanahu yang menurunkan syariat – syariat, menjelaskan halal, haram, sistem – sistem, dan hukum – hukum. Karena syariat Ilahi Qur’ani itu kekal abadi, tidak terpengaruh dengan kemaslahatan pribadi, zaman, atau tempat. Sesungguhnya ia adalah undang – undang kehidupan yang abadi dan sistem yang lebih utama lagi terpilih untuk memperbaiki kehidupan dan mendatangkan manfaat bagi individu dan jama’ah. Oleh karena itu al-Qur’an al-Karim mengingkari orang Arab Jahiliyah yang berani menetapkan syariat – syariat, menetapkan ibadah kepada berhala, dan menghalalkan atau mengharamkan sebagian hewan ternak. Allah subhanahu berfirman: Continue reading
Bertanya Tentang Sesuatu Yang Tidak Diturunkan Wahyu Mengenainya
Wahyu ilahi adalah perundang – undangan untuk mengatur kehidupan kaum muslimin secara utuh. Tidak ada sesuatupun yang luput darinya dan tidaklah Rabb-mu itu lupa. Sesungguhnya turunnya al-Qur’an al-Karim itu adalah secara berangsur – angsur. Sehingga turunlah hukum ilahi itu pada tempat dan zaman yang sesuai dan datanglah jawaban yang pasti bagi permasalahan – permasalahan yang tidak terduga atau permasalahan yang sulit lagi berbeda – beda sesuai dengan hikmah, kebenaran, dan keadilan ilahi, serta kemaslahatan umum. Oleh karena itu sesungguhnya tidak termasuk adab yang baik atau kepantasan untuk terburu – buru dengan jawaban dari sebagian perkara dan meninggalkan setiap perincian yang penting bagi Allah Dzat yang membuat hukum. Hal Itu adalah berdasarkan wahyu semata tidak berdasarkan suasana hati dan keinginan. Sehingga bertanya mengenai sesuatu yang tidak diturunkan wahyu mengenainya adalah sesuatu yang dibenci atau sesuatu yang haram. Allah ta’ala berfirman: Continue reading
Sebab – Sebab Adanya Motivasi dan Ancaman (Targhib dan Tarhib)
Al-Qur’an al-Karim menghendaki agar kita mengikuti manhaj yang menggabungkan antara at-targhib (motivasi beramal) dan at-tarhib (ancaman). Agar at-targhib itu menjadi penstimulus pelaksanaan amal yang konstruktif dan at-tarhib itu menjadi sebab jauhnya hal – hal yang negatif.
Seorang manusia yang beriman lagi berakal akan memahami ketika targhib digabungkan dengan tarhib perlu adanya keseimbangan, pemikiran yang serius, dan amal yang tegas dengan membimbing dirinya dan yang lainnya ke arah kebaikan dan menjauhi keburukan serta kemunkaran. Hasil dari keseimbangan dan penggabungan ini akan segera tampak di dunia ataupun di akhirat. Di dunia, orang yang berbuat kebaikan akan mendapatkan kebahagiaan dan reputasi yang baik, menghilangkan keburukan dari mata – mata manusia, dan terjaga serta jauh darinya. Di akhirat, seorang mu’min yang sholih akan mendapatkan keabadian di Jannatun Na’im, keselamatan, dan kemenangan pada hisab di hadapan Allah ta’ala. Di akhirat, orang – orang kafir, fasiq, lagi durhaka akan mendapatkan tamparan yang pedih lagi menyakitkan dan dijerumuskan ke dalam neraka jahannam abadi di dalamnya.
Allah ta’ala berfirman: Continue reading
Kemuliaan Baitul Haram dan Bulan Haram
Baitul Haram, yakni Ka’bah Musyarrafah memiliki kemuliaan yang agung di sisi Allah ta’ala dalam syariatnya Nabi Ibrahim al-Khalil ‘alaihissalam. Demikian juga dalam syariat Islam, berdasarkan pertimbangan – pertimbangan maknawi yang tinggi. Juga karena Ka’bah itu pusat pengEsaan Allah ta’ala oleh seluruh manusia. Demikian pula Allah memuliakan bulan haram seperti Muharram dan Rajab, memuliakan setiap apa yang diberikan bagi penduduk Ka’bah (Makkah) yang berupa hewan ternak, dan memuliakan hewan kurban (hadyu) yang berkalung (qala’id) yakni hewan ternak yang diberi kalung pada leher mereka ketika digiring untuk disembelih dan didistribusikan kepada kaum fakir di Makkah. Allah ta’ala berfirman: Continue reading
Hukum Hewan Buruan Pada Saat Ihram
Orang – orang Arab itu pada tabiatnya cenderung kepada hewan buruan dan butuh kepadanya berdasarkan kurangnya sumber daya kehidupan di masa lampau. Hampir tidak bisa tidak, ada perburuan di setiap zaman dan di setiap tempat karena hewan buruan itu makanan yang lezat. Akan tetapi syara’ menanggapi kecenderungan tabiat pada hewan buruan ini, hingga syara’ membolehkan hewan buruan laut pada saat ihram untuk berhaji atau umrah dan mengharamkan hewan buruan darat pada saat itu. Syara’ mewajibkan bagi orang yang berhaji atau umrah yang melanggar pengharaman ini untuk membayar fidyah dengan hewan ternak yang semisal dengan hewan yang diburu tersebut, memberi makan orang – orang miskin, atau berpuasa seimbang/sepadan dengan besar atau nilai tangkapannya (berpuasa sebanyak jumlah orang miskin yang diberi makan dengan nilai binatang buruan yang ditangkap).
Allah ta’ala berfirman: Continue reading