Tafsir Surat al-Fiil

Tags:

Surat ini adalah Surat Makkiyah

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ أَلَمۡ تَرَ كَیۡفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصۡحَـٰبِ ٱلۡفِیلِ * أَلَمۡ یَجۡعَلۡ كَیۡدَهُمۡ فِی تَضۡلِیلࣲ * وَأَرۡسَلَ عَلَیۡهِمۡ طَیۡرًا أَبَابِیلَ * تَرۡمِیهِم بِحِجَارَةࣲ مِّن سِجِّیلࣲ * فَجَعَلَهُمۡ كَعَصۡفࣲ مَّأۡكُولِۭ

“Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” QS. Al-Fiil: 1- 5.

Ini adalah salah satu nikmat dari nikmat – nikmat yang dianugerahkan Allah kepada kaum Quraisy. Nikmat tersebut ada pada saat Allah menolak para pasukan bergajah yang berazam menghancurkan dan menghapuskan Ka’bah. Allah menghancurkan mereka, menggagalkan usaha mereka, menyesatkan mereka, dan membalas mereka dengan kegagalan total.

Ini adalah kisahnya pasukan gajah secara ringkas.

Diriwayatkan bahwa Abrahah al-Asyram membangun gereja besar di Shan’a, bangunannya tinggi sekali, halamannya luas, dan banyak dihiasi. Orang Arab menamakannya al-Qulais karena saking tingginya sehingga orang yang memandangnya hampir – hampir saja qulunsuwat (peci) nya jatuh dari kepalanya.

Abrahah berazam untuk mengubah hajinya orang Arab kepada al-Qulais itu sebagaimana mereka berhaji ke Ka’bah di Makkah. Maka orang – orang Arab membenci yang demikian itu dan orang – orang Quraisy marah dengan amat sangat disebabkan oleh hal itu. Hingga sebagian orang Quraisy bermaksud untuk pergi ke sana dan akhirnya mereka sampai di sana dan memasukinya. Maka mereka mengadakan suatu kegaduhan di sana kemudian kembali lagi. Ketika para pelayan gereja tersebut melihatnya, mereka melaporkannya kepada raja mereka (Abrahah) dan mereka berkata kepadanya: sesungguhnya sebagian orang Quraisy melakukan hal ini karena marah engkau menandingi mereka dengan gereja ini. Maka Abrahah bersumpah untuk menuju Ka’bah di Makkah dan menghancurkannya.

Muqotil menyebutkan bahwa para pemuda dari Quraisy masuk ke dalam gereja tersebut dan menyalakan api di dalamnya. Pada hari itu udaranya sangat panas sehingga terbakarlah gereja itu. Maka Abrahah pun bersiap – siap karena yang demikian itu, ia menyiapkan pasukan yang sangat banyak agar tidak ada seorangpun yang dapat menghalang – halanginya. Bersamanya terdapat gajah yang badannya besar sekali, belum pernah terlihat yang semisalnya. Dikatakan nama gajah tersebut adalah Mahmud. Dikatakan juga bahwa bersamanya ada dua belas gajah lainnya.

Maka ketika orang – orang Arab mendengar mobilisasinya Abrahah, mereka menganggap itu sebagai suatu perkara yang besar sekali. Mereka memandang bahwa merupakan suatu hal yang benar bagi mereka untuk menghalanginya dan menolak siapa saja yang hendak berbuat tipu daya. Maka keluarlah kepadanya seorang laki – laki dari kalangan orang Yaman dan kerajaan mereka yang paling mulia. Dikatakan bahwa namanya adalah Dzu Nafar. Maka ia menyeru kaumnya untuk memerangi Abrahah dan berjihad mempertahankan Baitullah. Maka kaumnya memenuhi seruannya itu dan mereka memerangi Abrahah. Kemudian Abrahah mengalahkan mereka. Abrahah melanjutkan perjalanan hingga ketika ia sampai di Khas’am, Nufail bin Habib al-Khas’ami menghalanginya dan bersama kaumnya ia memerangi Abrahah. Namun Abrahah dapat mengalahkan mereka dan menawan Nufail bin Habib. Abrahah hendak membunuhnya namun kemudian ia mengampuninya dan membawanya bersamanya untuk menunjukkan jalan ke Negeri Hijaz. Ketika mereka telah mendekati Thaif, para penduduknya keluar menuju kepadanya dan menyambutnya karena takut rumah ibadah mereka yang disebut al-Laata dihancurkan Abrahah. Maka Abrahah memuliakan mereka dan mereka mengutus Aba Rughal untuk menyertainya sebagai penunjuk jalan.

Ketika Abrahah sampai di al-Mughams dekat Makkah ia turun sejenak sementara pasukannya menyerbu dan merampas unta dan lainnya dari penduduk Makkah. Saat itu ada dua ratus ekor unta milik Abdul Muthalib. Abrahah mengutus Hunathah al-Himyari ke Makkah. Ia memerintahkannya untuk mendatangi orang Quraisy yang paling mulia dan memberinya kabar bahwasanya raja tidak datang untuk memerangi mereka kecuali bila mereka menghalanginya dari Ka’bah.

Maka Hunathah datang dan ia diarahkan ke Abdul Muthalib bin Hasyim. Ia menyampaikan pesannya Abrahah. Abu Thalib berkata bagi Abrahah: Demi Allah, kami tidak ingin berperang dengannya dan kami tidak memiliki kemampuan untuk itu, ini adalah Baitullah al-Haram, dan rumahnya Ibrahim kekasihNya, jika Dia mencegahnya dari menghancurkannya maka itu adalah rumahNya al-haram, jika Dia membiarkannya maka demi Allah kami tidak mampu untuk menolaknya darinya. Hunathah berkata kepadanya: kalau begitu pergilah bersamaku kepadanya. Maka ia pun pergi bersamanya.

Ketika Abrahah melihatnya, ia menghormatinya (karena Abdul Muthalib adalah seorang laki – laki yang besar berwibawa dan penampilannya baik). Abrahah turun dari singgasananya dan duduk bersamanya di atas permadani.

Ia berbicara kepada penterjemahnya: katakanlah kepadanya apa keperluanmu?

Maka Abdul Muthalib berkata kepada penterjemah itu: sesungguhnya keperluanku adalah agar raja mengembalikan kepadaku dua ratus ekor unta yang telah dirampasnya dariku.

Abrahah berkata kepada penterjemahnya: katakan kepadanya: Sesungguhnya pada mulanya ketika aku melihatmu, aku merasa kagum dengan penampilan dan wibawamu. Tetapi setelah engkau berbicara kepadaku, kesanku menjadi sebaliknya; apakah engkau berbicara kepadaku hanya mengenai dua ratus ekor unta yang telah kurampas darimu? Sedangkan engkau meninggalkan bait-mu yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu, padahal aku datang untuk merobohkannya, lalu mengapa engkau tidak berbicara kepadaku mengenainya?

Abdul Muthalib berkata kepadanya: Sesungguhnya aku adalah pemilik unta itu dan sesungguhnya bait itu mempunyai Pemiliknya sendiri yang akan membelanya.

Abrahah berkata: Dia tidak akan dapat mencegahku dari merobohkannya.

Abdul Muthalib berkata: kalau begitu terserah anda.

Dikatakan bahwa sesungguhnya bersama Abdul Muttalib terdapat segolongan orang-orang terhormat dari kalangan orang-orang Arab. Mereka menawarkan kepada Abrahah sepertiga dari harta Tihamah dengan syarat Abrahah mengurungkan niatnya dari menghancurkan Ka’bah. Tetapi Abrahah menolak tawaran mereka dan mengembalikan kepada Abdul Mutthalib dua ratus ekor untanya.

Abdul Mutthalib kembali ke Makkah dan menemui orang – orang Quraisy, lalu memerintahkan kepada mereka agar keluar dari Makkah dan berlindung di atas puncak – puncak bukitnya karena takut akan serangan bala tentara Abrahah. Setelah itu Abdul Mutthalib pergi ke Ka’bah dan memegang pegangan pintu Ka’bah, sedangkan di belakangnya ikut beberapa orang dari kaum Quraisy. Mereka semuanya berdoa kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya dari serangan Abrahah dan bala tentaranya. Abdul Mutthalib dalam doanya itu mengatakan seraya memegang pegangan pintu Ka’bah:

Ya Allah, sesungguhnya seseorang itu diharuskan membela ternak unta miliknya, maka belalah kepemilikan-Mu.
Janganlah sekali-kali Engkau biarkan salib dan kekuasaan mereka selamanya menang atas tempat-Mu ini.

Lalu mereka keluar menuju ke puncak – puncak gunung.

Muqotil menyebutkan bahwasanya mereka meninggalkan seratus ekor hewan yang digemukkan yang dikalungi (untuk dikurbankan) di sisi Ka’bah agar sebagian pasukan Abrahah mengambilnya tanpa hak sehingga Allah menyiksa mereka. Ketika Abrahah bangun di pagi hari bersiap – siap memasuki Makkah dan menyiapkan pasukannya, tiba – tiba ketika gajahnya dihadapkan ke arah Makkah gajahnya tersebut berlutut. Nufail bin Habib keluar dengan cepat menuju ke daerah perbukitan dan berlindung di puncaknya. Mereka memukuli gajah itu supaya berdiri, akan tetapi gajah itu membangkang dan tidak mau berdiri. Lalu mereka memukul kepalanya dengan palu agar bangkit, dan mereka masukkan tongkat mereka ke bagian lubang telinganya, menariknya dengan tujuan agar mau berdiri, tetapi gajah itu tetap menolak. Kemudian mereka mengarahkannya ke negeri Yaman, dan ternyata tanpa sulit gajah itu bangkit dengan sendirinya, lalu berlari kecil menuju ke arah itu. Kemudian mereka mencoba untuk mengarahkannya ke negeri Syam, dan gajah itu menuruti perintahnya; mereka coba mengarahkannya ke timur, maka gajah itu mengikuti perintah. Tetapi bila diarahkan ke Makkah, gajah itu diam dan duduk.

Allah mengirimkan kepada mereka sejumlah besar burung dari arah laut yang bentuknya seperti burung walet dan burung balsan; tiap-tiap ekor membawa tiga buah batu. Satu diparuhnya dan yang dua dipegang oleh masing-masing dari kedua kakinya; batu itu sebesar kacang humsh dan kacang ‘adas. Tiada seorang pun dari mereka yang terkena batu itu melainkan pasti binasa, tetapi tidak seluruhnya terkena batu itu.

Akhirnya mereka melarikan diri dan lari tunggang langgang ke arah semula mereka datang seraya mencari Nufail ibnu Habib untuk menunjukkan kepada mereka jalan pulangnya. Sedangkan Nufail berada di atas bukit bersama orang-orang Quraisy dan orang-orang Arab Hijaz lainnya, menyaksikan apa yang ditimpakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada tentara bergajah itu sebagai azab dari-Nya. Dan ketika menyaksikan pemandangan itu Nufail berkata:

Ke manakah tempat untuk berlari dari kejaran Tuhan yang mengejar; Asyram kalah dan tidak menang.

Al-Waqidi meriwayatkan berikut sanadnya, bahwa mereka bersiap-siap untuk memasuki Mekah dan gajahnya telah mereka persiapkan pula, tetapi manakala mereka mengarahkannya ke salah satu tujuan dari tujuan yang lain, maka gajah itu mau bergerak. Dan jika mereka arahkan gajahnya menuju ke kota Makkah, tiba-tiba ia duduk dan mengeluarkan suaranya (menolak). Lalu Abrahah memaksa pawang gajah dan membentaknya, bahkan memukulinya supaya ia memaksa gajah agar mau masuk ke kota Makkah.

Abdul Mutthalib dan segolongan orang dari para pemuka penduduk Makkah berada di Gua Hira menyaksikan apa yang dilakukan oleh tentara Habsyah itu, dan apa yang dialami mereka dengan gajahnya yang membangkang itu; kisahnya sangat ajaib dan aneh.

Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirimkan kepada tentara habsyah yang bergajah itu burung Ababil, gelombang demi gelombang yang warna bulunya kuning, lebih kecil daripada merpati, sedangkan kakinya berwarna merah; tiap-tiap burung membawa tiga buah batu kerikil. Lalu iringan burung-burung itu tiba dan berputar di atas mereka, kemudian menimpakan batu-batu itu kepada mereka hingga mereka binasa.

Atha’ mengatakan bahwa tentara bergajah itu tidak semuanya binasa oleh azab seketika itu juga, bahkan di antara mereka ada yang segera mati, dan di antaranya ada yang tubuhnya rontok anggota demi anggota dalam pelariannya, yang pada akhirnya binasa juga. Sedangkan Abrahah termasuk dari mereka yang tubuhnya rontok anggota demi anggota, hingga akhirnya mati di tanah orang-orang Khas’am.

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka termasuk di antara karunia dan nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kaum Quraisy ialah terusirnya tentara Habsyah dari mereka, demi menjaga tetapnya kekuasaan dan masa keemasan mereka (Quraisy). Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

أَلَمۡ تَرَ كَیۡفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصۡحَـٰبِ ٱلۡفِیلِ * أَلَمۡ یَجۡعَلۡ كَیۡدَهُمۡ فِی تَضۡلِیلࣲ * وَأَرۡسَلَ عَلَیۡهِمۡ طَیۡرًا أَبَابِیلَ * تَرۡمِیهِم بِحِجَارَةࣲ مِّن سِجِّیلࣲ * فَجَعَلَهُمۡ كَعَصۡفࣲ مَّأۡكُولِۭ

“Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” QS. Al-Fiil: 1- 5.

Dan juga firman-Nya:

لِإِیلَـٰفِ قُرَیۡشٍ * إِۦلَـٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ ٱلشِّتَاۤءِ وَٱلصَّیۡفِ * فَلۡیَعۡبُدُوا۟ رَبَّ هَـٰذَا ٱلۡبَیۡتِ * ٱلَّذِیۤ أَطۡعَمَهُم مِّن جُوعࣲ وَءَامَنَهُم مِّنۡ خَوۡفِۭ

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.” QS. Quraisy: 1-4.

Ibnu Hisyam mengatakan bahwa ababil artinya berbondong-bondong, dalam bahasa Arab kata ini tidak ada bentuk tunggalnya. Ibnu Hisyam mengatakan pula bahwa adapun makna sijjil, menurut apa yang telah dikatakan oleh Yunus An-Nahwi dan Abu Ubaidah, makna yang dimaksud menurut orang Arab ialah yang sangat keras. Adapun al-‘asfu artinya adalah daun tanaman yang belum dipangkas, bentuk tunggalnya adalah ‘asfah; demikianlah menurut apa yang dikemukakan oleh Ibnu Hisyam.

Ibnu Abbas dan ad-Dhahak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebagian darinya mengiringi sebagian yang lainnya.

Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ababil ialah yang banyak jumlahnya. Mujahid mengatakan bahwa ababil artinya yang berpencar, berturut-turut, lagi berbondong-bondong.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ababil ialah berpencar-pencar, ada yang datang  dari arah ini dan arah itu, yakni mendatangi mereka dari segala penjuru.

Ikrimah berkata: Burung-burung itu berwarna hijau keluar dari laut, kepalanya seperti kepala serigala.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Mujahid bahwa burung ababil itu bentuknya serupa dengan burung garuda yang dikenal di daerah Magrib. 

Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa ketika Allah berkehendak akan membinasakan tentara bergajah, maka Dia mengirimkan kepada mereka pasukan burung yang dikeluarkan dari laut yang gesitnya sama dengan burung walet. Tiap ekor burung membawa tiga buah batu yang terbagi pada paruhnya satu buah dan pada masing-masing kedua kakinya satu buah.

Burung-burung itu datang berbaris bersaf-saf di atas mereka, lalu mengeluarkan suaranya dan menjatuhkan batu-batu yang ada pada paruh dan kedua kakinya. Maka tiada sebuah batu pun yang menimpa kepala seseorang dari mereka melainkan tembus sampai ke duburnya, dan tidak sekali-kali batu itu mengenai sesuatu dari tubuh seseorang dari mereka melainkan tembus ke bagian lainnya. Allah mengirimkan pula angin yang kencang sehingga menambah kencang jatuhnya batu-batuan itu hingga semuanya binasa.

Ibnu Abbas berkata bahwa batu-batuan dari sijjil, makna yang dimaksud ialah tanah liat yang telah berubah menjadi batu. 

Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ

“Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). QS. Al-Fiil: 5.

Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pakan hewan ternak yang dikenal oleh bahasa pasaran dengan istilah habur.

Ibnu Abbas berkata, bahwa al-’asfu artinya kulit ari biji gandum.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-’asfu artinya daun tanaman dan daun sayuran bilamana telah dimakan oleh ternak, maka kelihatan hanya tangkainya saja. Makna yang dimaksud ialah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala membinasakan mereka dan menghancurkan mereka. Tiada suatu kebaikan pun yang mereka peroleh, dan sebagian besar dari mereka binasa, serta tiada yang pulang melainkan dalam keadaan terluka parah, sebagaimana yang dialami oleh raja mereka (yaitu Abrahah).

Dalam pembahasan pada tafsir surat Al-Fath telah disebutkan bahwa di hari perjanjian Hudaibiyah ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam berada di atas lereng yang darinya dapat ditempuh jalan menuju ke tempat orang-orang Quraisy, unta beliau mendekam, lalu mereka menghardiknya, tetapi unta kendaraan beliau shalallahu’alaihi wasallam tetap menolak. Maka mereka mengatakan bahwa Qaswa (nama unta milik Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam) mogok. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَا خَلَأَتِ الْقَصْوَاءُ وَمَا ذَاكَ لَهَا بِخُلُقٍ وَلَكِنْ حَبَسَهَا حَابِسُ الْفِيلِ- ثُمَّ قَالَ- وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَسْأَلُونِي الْيَوْمَ خُطَّةً يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرُمَاتِ اللَّهِ إِلَّا أَجَبْتُهُمْ إِلَيْهَا

“Qaswa tidak mogok, karena mogok bukan merupakan pembawaannya, tetapi ia ditahan oleh Rabb yang telah menahan pasukan bergajah. Kemudian Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam melanjutkan sabdanya: Demi Rabb yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidaklah mereka meminta kepadaku hari ini suatu rencana yang di dalamnya terkandung penghormatan kepada hal-hal yang disucikan oleh Allah melainkan aku akan menyetujuinya.”

Setelah itu beliau shalallahu’alaihi wasallam menghardik untanya, maka untanya bangkit dan meneruskan perjalanannya. Hadits ini termasuk hadits – hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid (tunggal).

Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di hari pembukaan kota Mekah:

إِنَّ اللَّهَ حَبْسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ وَسَلَّطَ عَلَيْهَا رَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ، وَإِنَّهُ قَدْ عادت حرمتها اليوم كحرمتها بالأمس ألا فليبلغ الشاهد الغائب

“Sesungguhnya Allah telah menahan pasukan bergajah dari Mekah, dan menguasakannya kepada Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan sesungguhnya kini telah kembali kesuciannya pada hari ini juga, sebagaimana kesuciannya di waktu sebelumnya. Ingatlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikannya kepada orang yang tidak hadir.”

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Disarikan dari:
Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir lii ash-Shaabuunii.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *