Setelah Allah mengharamkan sepuluh jenis makanan di dalam QS. Al-Maidah ayat 3, Allah menjelaskan keharaman yang lainnya yaitu mengundi nasib dengan anak panah ( الأزلام ). Yakni upaya mengetahui apa saja bagian (nasib) bagi seseorang, atau menetapkan suatu urusan apakah baik ataukah buruk. Allah ta’ala berfirman:
وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَام
“Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah.” QS. Al-Maidah: 3.
Azlam adalah jama’ dari kata zalam yakni potongan kayu dalam bentuk anak panah tanpa bagian tajamnya yang berfungsi untuk melukai hewan buruan. Amaliyah ini memiliki dua makna: makna ruh penghambaan atau i’tiqadi (keyakinan) dan makna materi.
Adapun makna ruh penghambaan: maka mengundi nasib dengan anak panah itu menyerupai kebiasaan melihat pertanda sial. Bila salah seorang dari mereka hendak melakukan suatu usaha atau safar, mereka pergi ke Ka’bah dan meminta nasehat kepada anak panah yang ada di berhala – berhala di sana. Pada sisi Hubal diundi tujuh anak panah di sumur yang tertulis padanya ketetapan – ketetapan hukum atas mereka. Maka apa saja yang keluar daripadanya mereka mengikutinya.
Ibnu Jarir at-Thabari berkata: terdapat tiga kata yang terkandung dalam anak panah – anak panah, tertulis pada salah satunya “lakukanlah”, pada anak panah yang lain “jangan engkau lakukan”, dan yang ketiga kosong. Maka ketika dikocok, lalu keluar anak panah yang bertuliskan “lakukanlah” maka ia pun mengerjakannya, atau bila yang keluar bertuliskan “jangan engkau lakukan” maka ia pun meninggalkannya. Apabila yang keluar adalah yang kosong, maka mereka mengulangnya.
Mereka melakukannya ketika hendak bepergian, berperang, menikahi seseorang, jual beli, dan yang semisalnya.
Adapun bermakna materi yakni undian seperti yang ada di masa sekarang ini yang merupakan macam/jenis dari perjudian dan ini termasuk judi anak panah. Jumlahnya ada sepuluh, tujuh di antaranya ada keberuntungannya dan tiga di antaranya kosong. Mereka menggunakan anak panah tersebut sebagaimana salah satu jenis dari beberapa jenis permainan perjudian di masa jahiliyah. Mereka membeli unta dengan pembayaran ditangguhkan lalu menyembelihnya sebelum mereka berjudi. Mereka lalu membaginya menjadi 28 bagian atau 10 bagian. Maka bila keluar satu anak panah dengan nama seseorang, maka menanglah orang yang memiliki anak panah – anak panah dengan keberuntungan tersebut (dan mendapatkan bagian tertentu dari daging untanya) dan rugilah orang yang keluar anak panahnya kosong.
Maka jenis – jenis anak panah dalam hal ini ada tiga:
Pertama, jenis yang bersama dengan seseorang dan jumlahnya ada tiga: tertulis pada yang pertama “lakukanlah”, yang kedua “jangan engkau lakukan”, yang ketiga kosong.
Kedua, tujuh buah anak panah, di sisi hubal di lubang Ka’bah. Tertulis padanya apa saja seputar keputusan hukum antara manusia.
Ketiga, anak panah untuk judi, jumlahnya ada sepuluh, tujuh di antaranya ada keberuntungannya dan tiga lainnya kosong.
Kedua makna mengundi dengan anak panah tersebut (ruh penghambaan dan materi) adalah termasuk salah satu jenis dari khurofat (mitos), khayalan, dan kemunduran akal yang menghalangi kemajuan umat serta menyeru mereka kepada jalan selain jalan petunjuk dan jalan yang terang. Sebagai contoh dari yang demikian itu adalah mencoba untuk mengetahui keberuntungan dengan perantara biji tasbih, mushaf, kartu remi, kerang, atau cangkir dll. Setiap yang demikian itu adalah haram dan munkar secara syar’i, tidak diperbolehkan untuk meminta sesuatu kepada yang demikian itu.
Islam telah mensyariatkan pengganti yang demikian itu yaitu sholat istikharah dua raka’at kemudian berdoa dengan doa yang terdapat dalam hadits setelah sholat. Dalam doa tersebut disebutkan urusan yang hendak dipilihnya. Kemudian menantikan hasil yang melapangkan hatinya (sehingga ia memilihnya) atau yang menyempitkannya (sehingga ia tidak memilihnya). Sholat istikharah diulang kembali bila belum terbuka keadaan suatu hal yang akan dipilih apakah melapangkan hati atau menyempitkannya.
Hadits mengenai istikharah diriwayatkan oleh al-Jama’ah (Ahmad dan pemilik Kutubus Sittah) dari Jabir bin Abdullah beliau berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami shalat istikharah dalam setiap urusan yang kami hadapi sebagaimana Beliau mengajarkan kami Al-Qur’an, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku’lah (shalat) dua raka’at yang bukan shalat wajib kemudian berdo’alah:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ
Ya Allah aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan memohon kemampuan dengan kekuasaan-Mu dan memohon kepada-Mu dengan karunia-Mu yang Agung, karena Engkau Maha berkuasa sedang aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui karena Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini atau Beliau bersabda; di waktu dekat atau di masa nanti maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya, ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini atau Beliau bersabda; di waktu dekat atau di masa nanti maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya dan tetapkanlah buatku urusan yang baik saja dimanapun adanya kemudian paskanlah hatiku dengan ketepan-Mu itu”. Beliau bersabda: “Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu”.
Demikianlah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila menghadapi suatu urusan yang mana kita bimbang terhadapnya namun harus memilih salah satunya. Alih – alih mengundinya dengan sesuatu sebagaimana orang jahiliyah melakukannya, Nabi mengajarkan kepada kita untuk sholat dua raka’at dan berdoa meminta petunjuk langsung kepada Allah agar diberikan pilihan yang terbaik dunia akhirat dengan doa tersebut di atas. Inilah salah satu manhaj dalam aqidah Islam yang mengikis habis kebiasaan jahiliyah.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Tafsir Al-Munir karya Syaikh Wahbah Zuhaili.