Sunnah – sunnah wudhu ada 10:
- Membaca basmalah.
Sebagaimana diriwayatkan oleh an-Nasa’I dengan sanad yang jayid dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
طَلَبَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضُوءًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ مَعَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مَاءٌ فَوَضَعَ يَدَهُ فِي الْمَاءِ وَيَقُولُ تَوَضَّئُوا بِسْمِ اللَّهِ فَرَأَيْتُ الْمَاءَ يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِهِ حَتَّى تَوَضَّئُوا مِنْ عِنْدِ آخِرِهِمْ قَالَ ثَابِتٌ قُلْتُ لِأَنَسٍ كَمْ تُرَاهُمْ قَالَ نَحْوًا مِنْ سَبْعِينَ
“Sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencari air wudhu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apakah diantara kalian ada yang membawa air? ‘ Lalu beliau meletakkan tangannya ke dalam bejana dan berkata, ‘Berwudhulah dengan mengucapkan bismillah’. Setelah itu aku melihat air mengalir dari celah-celah jari-jari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga mereka semua berwudhu sampai orang yang terakhir.” Tsabit berkata; “Aku bertanya kepada Anas, ‘Berapakah jumlah mereka yang kamu lihat? ‘ dia menjawab; ‘sekitar tujuh puluh orang’.” (HR. an-Nasa’i).
- Membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam bejana.
- Berkumur.
- Istinsyaaq (menghirup air ke dalam hidung).
- Mengusap seluruh kepala dan mengusap bagian dalam dan bagian luar kedua telinga dengan mengambil air yang baru (bukan air yang tersisa di tangan setelah mengusap kepala).
Dalil keempat sunnah di atas adalah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu ketika beliau ditanya wudhu’nya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
فَأَكْفَأَ عَلَى يَدِهِ مِنْ التَّوْرِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي التَّوْرِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثَ غَرَفَاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Ia menuangkan air dari gayung ke telapak tangannya lalu mencucinya tiga kali, kemudian memasukkan tangannya ke dalam gayung, lalu berkumur-kumur, lalu memasukkan air ke hidung lalu mengeluarkannya kembali dengan tiga kali cidukan, kemudian memasukkan tangannya ke dalam gayung, lalu membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangannya dua kali sampai ke siku. Kemudian memasukkan tangannya ke dalam gayung, lalu mengusap kepalanya dengan tangan; mulai dari bagian depan ke belakang dan menariknya kembali sebanyak satu kali, lalu membasuh kedua kakinya hingga mata kaki. (HR. Bukhari & Muslim).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا
Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap kepala dan kedua telinga bagian luar dan bagian dalamnya. (HR. Tirmidzi, beliau berkata hadits ini hadits hasan shahih).
Menurut riwayat Nasa’I:
ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ بَاطِنِهِمَا بِالسَّبَّاحَتَيْنِ وَظَاهِرِهِمَا بِإِبْهَامَيْهِ
kemudian mengusap kepalanya beserta kedua telinganya, bagian dalam telinga dengan kedua jari telunjuknya dan bagian luar telinga dengan kedua ibu jari. (HR. Nasa’i).
Diriwayatkan juga dari Abdullah bin Zaid:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسَحَ أُذُنَيْهِ بِغَيْرِ الْمَاءِ الَّذِي مَسَحَ بِهِ رَأْسَهُ
Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap kedua telinganya dengan air selain yang digunakannya untuk mengusap kepalanya. (HR. al-Hakim, hadits ini dishahihkan oleh adz-Dzahabi).
- Menyela – nyela jenggot yang lebat.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنَكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ وَقَالَ هَكَذَا أَمَرَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ
Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila berwudhu beliau mengambil air dengan telapak tangannya, lalu memasukkannya ke bawah dagunya lalu beliau menyela-nyela di antara jenggotnya dan bersabda: “Beginilah Rabbku ‘azza wajalla memerintahkan aku.” (HR. Abu Dawud).
- Menyela – nyela jari – jari kedua tangan dan kedua kaki.
Diriwayatkan dari Laqith bin Shabirah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي عَنْ الْوُضُوءِ قَالَ أَسْبِغْ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
Aku bertanya; “Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang wudhu?” Beliau menjawab: “Sempurnakanlah wudhu, basuhlah sela-sela jarimu dan beristinsyaqlah lebih dalam kecuali jika kamu sedang berpuasa” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hadits hasan shahih).
- Mendahulukan anggota tubuh sebelah kanan daripada anggota tubuh sebelah kiri.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَمَضْمَضَ بِهَا وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَجَعَلَ بِهَا هَكَذَا أَضَافَهَا إِلَى يَدِهِ الْأُخْرَى فَغَسَلَ بِهِمَا وَجْهَهُ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُمْنَى ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُسْرَى ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَرَشَّ عَلَى رِجْلِهِ الْيُمْنَى حَتَّى غَسَلَهَا ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً أُخْرَى فَغَسَلَ بِهَا رِجْلَهُ يَعْنِي الْيُسْرَى ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ
Bahwa beliau berwudhu, ia mencuci wajahnya, lalu mengambil air satu cidukan tangan dan menggunakannya untuk berkumur dan istinsyaq (memasukkan air ke hidung), lalu ia kembali mengambil satu cidukan tangannya dan menjadikannya begini -menuangkan pada tangannya yang lain-, lalu dengan kedua tangannya ia membasuh wajahnya, lalu mengambil air satu cidukan dan membasuh tangan kanannya, lalu kembali mengambil air satu cidukan dan membasuh tangannya yang sebelah kiri. Kemudian mengusap kepala, lalu mengambil air satu cidukan dan menyela-nyela kaki kanannya hingga membasuhnya, lalu mengambil air satu cidukan lagi dan membasuh kaki kirinya. Setelah itu ia berkata, “Seperti inilah aku lihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu.” (HR. Bukhari).
- Bersuci (membasuh/mengusap) sebanyak tiga kali – tiga kali.
Diriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
أَلَا أُرِيكُمْ وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ تَوَضَّأَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا
‘Mahukah kamu jika aku tunjukkan bagaimana cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil wudhu? ‘ Beliau kemudian berwudhu tiga kali tiga kali. (HR. Muslim)
- Berkelanjutan. Yakni saling mengikuti antara fardhu – fardhu wudhu ataupun sunnah – sunnahnya (tidak berjeda lama) sehingga tidak kering satu anggota wudhu ketika mengerjakan anggota wudhu yang selanjutnya menurut kebiasaan. Dalilnya adalah mengikuti hadits – hadits yang telah disebutkan sebelumnya.
Faedah: disukai untuk berdo’a setelah berwudhu dengan doa – doa berikut ini:
Dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu, lalu menyampaikan wudhunya atau menyempurnakan wudhunya kemudian dia mengucapkan:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya melainkan pintu surga yang delapan akan dibukakan untuknya. Dia masuk dari pintu manapun yang dia kehendaki’ (HR. Muslim).
Di dalam riwayat at-Tirmidzi setelah ucapan: وَرَسُولُهُ terdapat tambahan:
للَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ
Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mensucikan diri. (HR. at-Tirmidzi).
Tambahan do’a setelah wudhu’ dari riwayat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu:
Barangsiapa berwudhu kemudian mengucapkan:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَه إِلَّا أَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
maka akan dicatat baginya di kertas dan dicetak sehingga tidak akan rusak hingga hari kiamat. (HR. an-Nasa’I dan al-Hakim. Al-Hakim mengatakan hadits ini hadits shahih atas syarat Muslim).
Maraji’:
At-Tadzhib fii Adillat Matan al-Ghayah wa at-Taqrib. Dr. Musthafa Diib al-Bugha.