Tafsir QS. Al-An’am: 50-53
Allah ta’ala berfirman:
قُل لَّاۤ أَقُولُ لَكُمۡ عِندِی خَزَاۤىِٕنُ ٱللَّهِ وَلَاۤ أَعۡلَمُ ٱلۡغَیۡبَ وَلَاۤ أَقُولُ لَكُمۡ إِنِّی مَلَكٌۖ إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا یُوحَىٰۤ إِلَیَّۚ قُلۡ هَلۡ یَسۡتَوِی ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِیرُۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ * وَأَنذِرۡ بِهِ ٱلَّذِینَ یَخَافُونَ أَن یُحۡشَرُوۤا۟ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ لَیۡسَ لَهُم مِّن دُونِهِۦ وَلِیࣱّ وَلَا شَفِیعࣱ لَّعَلَّهُمۡ یَتَّقُونَ * وَلَا تَطۡرُدِ ٱلَّذِینَ یَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَوٰةِ وَٱلۡعَشِیِّ یُرِیدُونَ وَجۡهَهُۥۖ مَا عَلَیۡكَ مِنۡ حِسَابِهِم مِّن شَیۡءࣲ وَمَا مِنۡ حِسَابِكَ عَلَیۡهِم مِّن شَیۡءࣲ فَتَطۡرُدَهُمۡ فَتَكُونَ مِنَ ٱلظَّـٰلِمِینَ * وَكَذَ ٰلِكَ فَتَنَّا بَعۡضَهُم بِبَعۡضࣲ لِّیَقُولُوۤا۟ أَهَـٰۤؤُلَاۤءِ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَیۡهِم مِّنۢ بَیۡنِنَاۤۗ أَلَیۡسَ ٱللَّهُ بِأَعۡلَمَ بِٱلشَّـٰكِرِینَ
Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku.” Katakanlah, “Apakah sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” Peringatkanlah dengannya (Al-Qur’an) itu kepada orang yang takut akan dikumpulkan menghadap Tuhannya (pada hari Kiamat), tidak ada bagi mereka pelindung dan pemberi syafaat (pertolongan) selain Allah, agar mereka bertakwa. Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari, mereka mengharapkan keridhaan-Nya. Engkau tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan engkau (berhak) mengusir mereka, sehingga engkau termasuk orang-orang yang zhalim. Demikianlah Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan sebagian yang lain (orang yang miskin), agar mereka (orang yang kaya itu) berkata, “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah?” (Allah berfirman), “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur (kepada-Nya)?” QS. Al-An’am: 50-53.
Tafsir Al-Wajiz
Katakanlah wahai Nabi: Aku tidak mengatakan kepada kalian Wahai orang-orang yang ingkar lagi kafir bahwa aku memiliki perbendaharaan kuasa Allah dan rezeki-Nya, sehingga aku bisa memberikannya kepada kalian dan aku datang kepada kalian dengan tanda-tanda yang kalian minta. Tidak pula aku katakan kepada kalian: Sesungguhnya aku adalah malaikat yang datang kepada kalian dengan perbuatan-perbuatan yang di luar kebiasaan. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku dari Allah, maka itulah yang aku sampaikan kepada kalian.
Berilah peringatan wahai Rasul pada kaum Mukminin dengan Alquran ini yang mana mereka itu takut terhadap hari kebangkitan dan malapetaka-malapetakanya di hari kiamat. Mereka juga meyakini bahwasanya tidak ada Wali dan penolong selain Allah bagi mereka yang akan menjadi wali dan menolong mereka. Tidak ada pula pemberi syafaat yang akan memberikan syafaatnya bagi mereka di sisi Allah untuk menyelamatkan mereka dari adzab-Nya. Berilah peringatan kepada mereka agar mereka bertakwa kepada Allah di dunia. Maka perintahkanlah mereka dengan perintah-perintah itu, larang lah mereka dari kekufuran dan kemaksiatan.
Janganlah engkau mengusir orang-orang yang fakir dan lemah dari majelismu wahai Rasul, yaitu orang-orang yang mengingat Allah dan salat kepada-Nya di waktu pagi dan petang hari. Mereka itu adalah orang-orang yang ikhlas dalam ibadahnya. Mereka tidak menghendaki dengan yang demikian itu kecuali keridhaan Allah ta’ala. Hisabnya mereka tidak terikat dengan hisabnya orang lain. Engkau tidak menghisab mereka atas sesuatu dan mereka juga tidak menghisabmu atas sesuatu. Setiap manusia bertanggung jawab terhadap amalnya masing-masing. Janganlah engkau mengusir mereka dari majelismu karena ingin menyenangkan orang yang tidak semisal dengan mereka dalam agama dan keutamaan. Maka engkau akan menjadi orang yang zhalim jika mengusir mereka.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Sa’ad bin Abi Waqash, Abdullah ibnu Mas’ud, dan empat orang lainnya. Orang – orang Quraisy berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Usirlah mereka, sesungguhnya kami malu menjadi pengikutmu seperti mereka itu. Ini adalah riwayat Ibnu Hibban dan al-Hakim. Sedangkan menurut riwayat Muslim, dari Sa’ad dia berkata; “Pada suatu hari, kami berenam menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian orang-orang musyrik berkata kepada Rasulullah; ‘Usirlah orang-orang yang tidak akan berani melawan kami! ‘ orang-orang tersebut adalah saya (Sa’ad), lbnu Mas’ud, seorang laki-laki dari Hudzail, Bilal, dan dua orang laki-laki yang tidak saya kenal namanya. Tak lama kemudian terlintas sesuatu dalam benak Rasulullah dan mengatakannya dalam hati. Maka Allah pun menurunkan firman-Nya: “Janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedangkan mereka sangatlah mengharapkan keridhaan-Nya.”
Sesungguhnya perkataan kaum musyrikin terhadap orang-orang yang lemah adalah ujian. Beginilah Allah menguji sebagian manusia dengan sebagian yang lain. Agar diketahui apakah orang – orang yang pertama bersyukur sehingga bersimpati kepada yang lainnya dan apakah yang lainnya itu rela dan tidak membencinya? Agar orang – orang yang sombong lagi mencemooh di antara mereka itu berkata: Apakah orang-orang yang lemah itu yang Allah anugrahi hidayah dan Allah muliakan mereka dengan mendapatkan kebenaran selain daripada kami? Maka Allah membantah mereka: Bukankah Allah yang lebih mengetahui orang – orang yang bersyukur kepada-Nya dan menyembah-Nya dengan ikhlas sehingga Allah menganugerahi mereka hidayah dan taufik?!
Fiqih Kehidupan dan Hukum – Hukumnya
Ayat – ayat ini memberi petunjuk kepada hukum-hukum i’tiqadiyah yang sangat penting diantaranya adalah:
1. Sesungguhnya Rasul itu tidak memiliki perbendaharaan – perbendaharaan Allah, tidak pula memiliki kekuasaan untuk mengatur alam semesta. Sehingga beliau tidak mampu untuk menurunkan tanda – tanda yang mereka minta.
2. Sesungguhnya ia tidak mengetahui perkara yang ghaib sebagaimana manusia lainnya.
3. Sesungguhnya dia bukanlah malaikat yang menyaksikan perkara – perkara Allah yang tidak disaksikan oleh manusia. Orang – orang yang mengatakan bahwa malaikat itu lebih afdhal dari para nabi berdalil dengan hal ini. Sebagaimana mereka berdalil dengan firman-Nya ta’ala:
وَقَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ وَلَدࣰاۗ سُبۡحَـٰنَهُۥۚ بَلۡ عِبَادࣱ مُّكۡرَمُونَ * لَا یَسۡبِقُونَهُۥ بِٱلۡقَوۡلِ وَهُم بِأَمۡرِهِۦ یَعۡمَلُونَ
Dan mereka berkata, “Tuhan Yang Maha Pengasih telah menjadikan (malaikat) sebagai anak.” Mahasuci Dia. Sebenarnya mereka (para malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka tidak berbicara mendahului-Nya dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. QS. Al-Anbiya’: 26-27.
لَّا یَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَاۤ أَمَرَهُمۡ وَیَفۡعَلُونَ مَا یُؤۡمَرُونَ
“Yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” QS. At-Tahrim: 6.
Adapun orang-orang yang mengatakan bahwa Bani Adam itu lebih afdol daripada malaikat berdalil dengan firman Allah ta’ala:
إِنَّ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمۡ خَیۡرُ ٱلۡبَرِیَّةِ
“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” QS. Al-Bayyinah: 7.
Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud:
وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ
“Sungguh, para Malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridhaan kepada penuntut ilmu.”
Juga berdasarkan hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Allah ta’ala membanggakan orang – orang yang berhaji di Padang Arafah di hadapan para malaikat, tidaklah Allah membanggakannya kecuali terhadap yang lebih afdhal.
4. Sesungguhnya beliau tidak menguasai hisabnya kaum mukminin dan balasan atas mereka.
5. Ia tidak berbuat kecuali dengan wahyu, yakni ia tidak memutuskan suatu perkara kecuali ketika padanya ada wahyu. Dengan hal ini berpegang orang – orang yang berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berijtihad. Bahkan seluruh hukum – hukumnya bersumber dari wahyu. Hal ini dipertegas oleh firman Allah ta’ala:
وَمَا یَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰۤ * إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡیࣱ یُوحَىٰ
Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). QS. An-Najm: 3-4
Orang yang menolak adanya qiyas berkata: Bila Ia tidak beramal kecuali dengan wahyu, maka wajib tidak boleh bagi seorang pun dari umatnya untuk beramal kecuali dengan wahyu yang diturunkan kepadanya.
Yang shahih di sisi para ahli ushul adalah bahwasanya boleh bagi para nabi itu untuk berijtihad dan mengqiyaskan atas nash yang telah ada. Qiyas itu adalah salah satu dalil – dalil syar’i. Dalil – dalil yang telah ada sebelumnya itu khusus dengan al-Qur’an saja, untuk menolak orang yang mengklaim bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam membuat – buat al-Qur’an berdasarkan hawa nafsunya, juga untuk menetapkan keberadaan al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan wahyu ilahi.
6. Tugas Rasul itu sebagaimana para Rasul lainnya adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah ta’ala berfirman:
وَأَنْذِرْ بِهِ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْ يُحْشَرُوا
“Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan.” QS. Al-An’am: 51.
7. Rasul itu berdasarkan keberadaannya sebagai manusia memiliki kecenderungan pada satu waktu menurut ijtihadnya untuk menyisihkan orang – orang fakir dan hamba sahaya dari majlisnya, karena menginginkan masuk Islamnya pemimpin – pemimpin dan kaum yang mereka pimpin. Beliau memandang bahwa yang demikian itu tidak mengabaikan para sahabatnya sedikitpun dan tidak mengurangi derajat mereka. Maka beliau pun cenderung kepadanya, sehingga Allah pun menurunkan QS. Al-An’am: 52. Maka Allah pun melarangnya untuk mengusir mereka, bukan karena beliau telah mengusir mereka. Di antara sebab turunnya ayat sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya dari Sa’ad bin Abi Waqqash beliau berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ نَفَرٍ فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اطْرُدْ هَؤُلَاءِ لَا يَجْتَرِئُونَ عَلَيْنَا قَالَ وَكُنْتُ أَنَا وَابْنُ مَسْعُودٍ وَرَجُلٌ مِنْ هُذَيْلٍ وَبِلَالٌ وَرَجُلَانِ لَسْتُ أُسَمِّيهِمَا فَوَقَعَ فِي نَفْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقَعَ فَحَدَّثَ نَفْسَهُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
وَلَا تَطْرُدْ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
“Pada suatu hari, kami berenam menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian orang-orang musyrik berkata kepada Rasulullah; ‘Usirlah orang-orang yang tidak akan berani melawan kami! ‘ orang-orang tersebut adalah saya (Sa’ad), lbnu Mas’ud, seorang laki-laki dari Hudzail, Bilal, dan dua orang laki-laki yang tidak saya kenal namanya. Tak lama kemudian terlintas sesuatu dalam benak Rasulullah dan mengatakannya dalam hati. Maka Allah pun menurunkan firman-Nya: “Janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedangkan mereka sangatlah mengharapkan keridhaan-Nya.”
Ini adalah dalil yang lain yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari sisi Allah. Sebagai konsekuensi dari mustahilnya secara akal ketika Nabi bermaksud melakukan sesuatu kemudian beliau melarang dirinya sendiri darinya, jika tidak larangan itu berasal dari sisi Rabbnya.
8. Dalam firman-Nya ta’ala:
وَكَذلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
Demikianlah Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan sebagian yang lain (orang yang miskin). QS. Al-An’am: 53.
Terdapat isyarat bergilirannya timbangan kekuatan – kekuatan dan kedudukan – kedudukan manusia. Sesungguhnya keadaan unggul dan penuh kenikmatan itu tidak akan terus menerus ada bagi kaum kuffar dan kondisi lemah yang dilalui kaum mu’minin serta kesabaran mereka atasnya sudah seharusnya menjadikan mereka berubah keadaannya. Orang – orang yang kuat akan menjadi hina, dan orang – orang yang lemah akan menjadi mulia dengan Islam dan dengan meninggikan kebenaran. Negara Allah akan menjadi kuat di muka bumi dan akan menjadikan pengikut – pengikutnya umat – umat yang mewarisi. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَىِٕن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِیدَنَّكُمۡۖ وَلَىِٕن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِی لَشَدِیدࣱ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” QS. Ibrahim: 7.
وَنُرِیدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى ٱلَّذِینَ ٱسۡتُضۡعِفُوا۟ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَنَجۡعَلَهُمۡ أَىِٕمَّةࣰ وَنَجۡعَلَهُمُ ٱلۡوَ ٰرِثِینَ
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). QS. Al-Qashash: 5.
9. Dalam ayat ini juga:
وَكَذلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
Demikianlah Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan sebagian yang lain (orang yang miskin). QS. Al-An’am: 53.
Terdapat isyarat bahwa tidak maunya kaum musyrikin untuk beriman itu hanyalah karena keras kepala dan pengingkaran yang muncul dari merasa tinggi dan kesombongan, bukan dari hujah dan bukti – bukti. Pada yang demikian itu, masing – masing kelompok kaum mukminin dan kaum kafir diuji dengan teman – temannya. Kaum kafir yang merupakan para pemimpin kaumnya serta orang – orang yang kaya di antara mereka, dengki terhadap para sahabat yang fakir atas lebih dahulunya mereka masuk Islam serta kemenangan mereka dengan kebaikan dan kenikmatan. Sedangkan para sahabat yang fakir, memandang kaum kafir dalam kemakmuran dan kemewahan sehingga mereka berkata: Bagaimana orang – orang kafir itu, sesungguhnya kami berada dalam kesulitan dan kesempitan ini?!
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
1. Tafsir Al-Wajiz Syaikh Wahbah Zuhaili.
2. Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.