Sholat yang diwajibkan itu ada lima: (zhuhur, ashar, maghrib, isya’, dan subuh).
Asal disyariatkannya sholat adalah:
- Ayat – ayat al-Qur’an di antaranya:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa’ 4 : 103).
- Hadits – hadits di antaranya:
Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan”. HR. Bukhari dan Muslim.
Dalam hadits al-isra’:
فَفَرَضَ اللَّهُ عَلَى أُمَّتِي خَمْسِينَ صَلَاةً …… فَرَاجَعْتُ رَبِّي فَقَالَ هِيَ خَمْسٌ وَهِيَ خَمْسُونَ لَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ
“Lalu Allah memfardhukan shalat lima puluh waktu atas umatku.’……..”Lalu aku kembali pada Rabbku.’ Maka Allah berkata, ‘Ia lima waktu, dan ia lima puluh waktu. Perkataan tersebut tidak diganti di sisiku.’ HR. Bukhari dan Muslim.
( خَمْسٌ) lima waktu yakni dari sisi perbuatan. (خَمْسُونَ) lima puluh waktu yakni dari sisi pahala.
Waktu – waktu shalat
- Zhuhur, awal waktunya adalah ketika zawal (bergesernya matahari dari tengah – tengah langit) dan akhirnya adalah ketika bayangan segala sesuatu semisal dengan panjangnya setelah bayangan zawal.
Dalil waktu – waktu sholat yang lima waktu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
أَنَّهُ أَتَاهُ سَائِلٌ يَسْأَلُهُ عَنْ مَوَاقِيتِ الصَّلَاةِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ شَيْئًا قَالَ فَأَقَامَ الْفَجْرَ حِينَ انْشَقَّ الْفَجْرُ وَالنَّاسُ لَا يَكَادُ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالظُّهْرِ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ وَالْقَائِلُ يَقُولُ قَدْ انْتَصَفَ النَّهَارُ وَهُوَ كَانَ أَعْلَمَ مِنْهُمْ ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْعَصْرِ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْمَغْرِبِ حِينَ وَقَعَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ ثُمَّ أَخَّرَ الْفَجْرَ مِنْ الْغَدِ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا وَالْقَائِلُ يَقُولُ قَدْ طَلَعَتْ الشَّمْسُ أَوْ كَادَتْ ثُمَّ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى كَانَ قَرِيبًا مِنْ وَقْتِ الْعَصْرِ بِالْأَمْسِ ثُمَّ أَخَّرَ الْعَصْرَ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا وَالْقَائِلُ يَقُولُ قَدْ احْمَرَّتْ الشَّمْسُ ثُمَّ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى كَانَ عِنْدَ سُقُوطِ الشَّفَقِ ثُمَّ أَخَّرَ الْعِشَاءَ حَتَّى كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ ثُمَّ أَصْبَحَ فَدَعَا السَّائِلَ فَقَالَ الْوَقْتُ بَيْنَ هَذَيْنِ
bahwa seseorang datang menemui beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya tentang waktu-waktu shalat, namun beliau tidak menawabnya sama sekali. Kata Abu musa; “Kemudian beliau mendirikan shalat fajar ketika fajar baru merekah dan antara sahabat satu dengan yang lain belum bisa mengenali, kemudian beliau memerintahkan (untuk mendirikan shalat shubuh), setelah itu beliau mendirikan shalat zhuhur ketika matahari condong, lantas penanya berkata; “Siang telah berlalu separohnya.!” seolah-olah dirinya orang yang paling pandai di antara mereka, kemudian beliau memerintahkan lalu beliau mendirikan shalat ashr ketika matahari masih tinggi, kemudian beliau memerintahkan supaya mendirikan shalat maghrib ketika matahari tenggelam, setelah itu beliau memerintahkan supaya beliau mendirikan shalat isya`, yaitu ketika mega merah telah hilang, keesokan harinya beliau mengakhirkan shalat fajar, seusai shalat (fajar) laki-laki itu berkata; ‘Matahari telah terbit atau nyaris terbit.!” Setelah itu beliau mengakhirkan shalat zhuhur hingga mendekati waktu ‘ashar seperti waktu kemaren, kemudian beliau mengakhirkan shalat ashar, setelah selesai shalat penanya berkata; “Matahari telah memerah.!” kemudian beliau mengakhirkan shalat maghrib hingga syafaq (mega merah) menghilang, setelah itu beliau mengakhirkan shalat isya` hingga sepertiga malam pertama berlalu, di pagi hari beliau memanggil si penanya, lalu beliau bersabda: ‘Waktu-waktu shalat ada diantara dua waktu ini.” HR. Muslim.
- Ashar: awal waktunya adalah ketika panjang bayangan suatu benda melebihi panjangnya sendiri, akhir waktu ikhtiarnya (yakni waktu yang dipilih tiada mengakhirkan sholat setelahnya) adalah hingga panjang bayangan suatu benda sama dengan dua kali panjang benda itu. Waktu akhir bolehnya sholat ashar adalah hingga terbenamnya matahari.
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَدْرَكَ مِنْ الصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat subuh sebelum terbit matahari berarti dia mendapatkan subuh. Dan siapa yang mendapatkan satu rakaat dari shalat ‘Ashar sebelum terbenam matahari berarti dia telah mendapatkan ‘Ashar.” HR. Bukhari dan Muslim.
- Maghrib: waktunya adalah satu yaitu ketika terbenamnya matahari dengan kadar lamanya orang beradzan, berwudhu’, menutup aurat, dan mendirikan sholat lima raka’at.
Ini adalah mazhab jadid (baru) bagi Asy-Syafi’I rahimahullahu ta’ala, dalilnya beliau adalah hadits Jibril ‘alaihis salam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan yang lainnya dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu:
أَمَّنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام عِنْدَ الْبَيْتِ مَرَّتَيْنِ …… وَصَلَّى بِيَ يَعْنِي الْمَغْرِبَ حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Jibril ‘alaihis salam telah mengimamiku di sisi Baitullah dua kali.……lalu shalat Maghrib bersamaku tatkala orang yang berpuasa berbuka”. Yakni pada waktu yang satu yaitu setelah terbenamnya matahari.
Adapun pada pendapat qadim (lama) waktu akhirnya adalah hingga hilangnya syafaq merah, para imam madzhab merajihkannya karena kerajihan dalil – dalilnya sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim sebelumnya yang merupakan kejadian di Madinah. Hadits tersebut lebih dikuatkan daripada hadits Jibril ‘alaihis salam yang merupakan kejadian di Mekah, hal ini karena ibrah (pelajaran) itu di dapat dari sesuatu yang datang lebih akhir, di dalam hadits tersebut disebutkan: kemudian beliau mengakhirkan shalat maghrib hingga syafaq (mega merah) menghilang.
Disamping itu, telah tetap bahwa Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ
“dan waktu shalat maghrib selama mega merah (syafaq) belum menghilang”. HR. Muslim.
- Isya’: awal waktunya adalah ketika telah hilang mega merah dan akhir waktu ikhtiarnya adalah hingga sepertiga malam. Waktu bolehnya sholat isya’ adalah hingga terbitnya fajar yang kedua (fajar shodiq).
Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Abi Qatadah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةِ الْأُخْرَى
“Tidaklah dikatakan mengakhirkan (meremehkan) shalat karena ketiduran, hanyasanya meremehkan (shalat) itu bagi orang yang tidak menunaikan shalat hingga tiba waktu shalat yang lain. Oleh kerena itu, siapa yang melakukan hal ini, hendaknya ia shalat ketika sadar. Dan hendaknya esok hari sebisa mungkin ia melakukan tepat pada waktunya.” HR. Muslim.
Hadits ini menunjukkan bahwa tidaklah keluar waktu sholat kecuali dengan masuknya waktu sholat yang lainnya namun sholat subuh dikecualikan dari kaidah umum ini.
Fajar yang kedua adalah fajar yang memancarkan sinarnya ke semua penjuru langit. Fajar ini berbeda dengan fajar pertama yang memancarkan sinar memanjang seperti ekor serigala lalu diikuti area gelap. (Fajar pertama disebut juga fajr kadzib).
- Subuh: awal waktunya adalah terbitnya fajar yang kedua dan akhir waktu ikhtiarnya adalah hingga langit mulai terang. Waktu bolehnya mengerjakan sholat subuh adalah hingga terbitnya matahari. Dalilnya adalah hadits riwayat Muslim sebelumnya.
Maraji’:
al-Bugha, Dr. Musthafa Diib. At-Tadzhib fii Adillat Matan al-Ghayah wa at-Taqrib.