Sholat Qashar

Tags:

Berkaitan dengan sholat qashar yaitu meringkas sholat, Allah ta’ala berfirman:

(وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا)

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qashar sholat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” QS. An-Nisa’ 101.

Terdapat beberapa pembahasan yang berkaitan dengan ayat tersebut yaitu:

1. Apakah sholat qashar itu disyariatkan hanya ketika kondisi takut terhadap orang – orang kafir pada saat safar ataukah disyariatkan juga bagi setiap safar meskipun dalam kondisi aman?

Imam Asy-Syafi’i berkata: qashar dalam keadaan tidak ketakutan dalilnya adalah berdasarkan sunnah, adapun qashar dalam safar dengan keadaan takut maka dalilnya adalah Qur’an dan Sunnah. Barangsiapa yang sholat empat rakaat (tidak diqashar) maka hal itu tidaklah mengapa baginya, dan tidaklah lebih aku sukai bagi seseorang yang menyempurnakannya (mengerjakan 4 rakaat full) karena keengganan melaksanakan sunnah.

Menurut pendapat yang lain bahwasanya firman Allah ta’ala:
إِنْ خِفْتُمْ
Jika kamu takut…QS. An-Nisa’ 101.
Adalah kalimat yang menunjukkan kondisi pada umumnya saat itu, karena kaum muslimin saat itu umumnya takut dalam safar mereka. Oleh karena itu Abi Ya’la bin Umayyah berkata kepada Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu mengenai firman Allah ta’ala:

{ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا }
فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ

“maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sholat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” QS. An-Nisa’ 101.

sementara manusia saat ini dalam kondisi aman (maksudnya tidak dalam kondisi perang).” Umar menjawab; “Sungguh aku juga pernah penasaran tentang ayat itu sebagaimana kamu penasaran, lalu aku tanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ayat tersebut, beliau lalu menjawab: “Itu (mengqashar shalat) adalah sedekah yang Allah berikan kepada kalian. Oleh karena itu, terimalah sedekah-Nya.” HR. Muslim.

2. Bolehkah kita sholat sempurna dan tidak diqashar dalam safar?
Secara dzhahir ayat:
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sholat(mu). QS. An-Nisa’ 101.
Menunjukkan bahwa boleh memilih antara mengqashar sholat ataukah menyempurnakannya. Asy-Syafi’i memilih pendapat yang menyatakan boleh memilih antara mengqashar atau menyempurnakannya. Disamping itu diriwayatkan juga dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau menyempurnakan bilangan sholatnya saat safar.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha sebagaimana yang diriwayatkan oleh Daruquthni:
اعتمرت مع رسول الله صلّى الله عليه وسلّم من المدينة إلى مكة، حتى إذا قدمت مكة، قلت: يا رسول الله، بأبي أنت وأمي: قصرت وأتممت، وصمت وأفطرت؟ فقال: أحسنت يا عائشة وما عاب عليّ
Bahwasannya ia pernah melakukan perjalanan ‘umrah dari Madinah menuju Makkah. Ketika tiba di Makkah ia berkata : “Wahai Rasulullah, demi ayahku dan ibuku, engkau mengqashar shalat sedangkan aku menyempurnakannya. Engkau berbuka sedangkan aku tetap berpuasa”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai ‘Aaisyah, engkau telah berbuat kebaikan. Dan itu tidak tercela bagiku”

Menurut Abu Hanifah rahimahullah: qashar sholat ketika safar adalah ketentuan bukan rukhshah, tidak boleh selainnya dengan dalil perkataan Umar radhiyallahu ‘anhu:
صَلَاةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْأَضْحَى رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْفِطْرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Shalat dalam bepergian itu dua rakaat, shalat Idul Adha itu dua rakaat, shalat Idul Fitri itu dua rakaat dan shalat Jum’at itu dua rakaat genap tanpa qashar (diringkas) berdasarkan lisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” HR. Ahmad dan yang lainnya.
Serta perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh Ahmad:
أول ما فرضت الصلاة ركعتين ركعتين، فأقرّت في السفر، وزيدت في الحضر
“Awal mula diwajibkannya shalat sebanyak dua raka’at dua raka’at. Kemudian ketentuan ini ditetapkan untuk shalat safar (dalam bepergian) dan ditambah bagi shalat di tempat tinggal (mukim) “.

Ibnu Umar juga berkata sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ وَصَحِبْتُ أَبَا بَكْرٍ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ وَصَحِبْتُ عُمَرَ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ ثُمَّ صَحِبْتُ عُثْمَانَ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ وَقَدْ قَالَ اللَّهُ
{ لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ }
Aku pernah menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam safar, beliau tidak menambah lebih dari dua rakaat hingga Allah mewafatkannya, dan aku juga pernah menemani Abu Bakar, namun dia tidak pernah (mengerjakan shalat) lebih dari dua rakaat hingga Allah mewafatkannya, aku juga pernah menemani Umar bin Khattab, namun dia tidak pernah (mengerjakan shalat) lebih dari dua rakaat hingga Allah mewafatkannya, kemudian aku menemani Utsman bin Affan, namun dia tidak pernah (mengerjakan shalat) lebih dari dua rakaat hingga Allah mewafatkannya, sedangkan Allah berfirman; Sungguh pada diri Rasulullah terdapat teladanan yang baik bagimu.” QS. Ahzab 21.

Menurut madzhab Hanafi bahwa apabila maksud Allah adalah boleh memilih antara qashar dan menyempurnakannya, tentulah Allah akan menjelaskannya sebagaimana Allah menjelaskannya dalam hal puasa.

3. Apakah yang diqashar itu jumlah rakaatnya ataukah caranya?
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa yang dikurangi adalah jumlah rakaatnya.
Dari Ibnu Abbas, beliau berkata;
فَرَضَ اللَّهُ الصَّلَاةَ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَضَرِ أَرْبَعًا وَفِي السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ وَفِي الْخَوْفِ رَكْعَةً
“Allah mewajibkan shalat melalui lisan Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika mukim sebanyak empat raka’at, dan ketika safar sebanyak dua raka’at dan ketika kondisi ketakutan sebanyak satu rakaat.” HR. Muslim.

4. Berapakah jarak perjalanan yang diperbolehkan untuk mengqashar sholat?

Abu Hanifah berpendapat bahwa jaraknya adalah setara Kufah-Madain yaitu perjalanan selama tiga hari (kurang lebih 96 km an).
Dalilnya Abu Hanifah adalah:
Apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Auf bin Malik al-Asyja’iy dengan makna:
يمسح المقيم يوما وليلة، والمسافر ثلاثة أيام
“Orang yang mukim mengusap khuf (mengusap sepatu sebagai pengganti mengusap kaki) selama satu hari satu malam. Dan orang yang musafir mengusapnya selama tiga hari.”

Disamping itu terdapat juga di dalam sunnah mengenai larangan seorang wanita untuk safar di atas tiga hari kecuali bersama suaminya atau mahramnya. Maka hal ini menunjukkan bahwa perjalanan yang kurang dari tiga hari bukanlah safar, bahkan ia termasuk dalam hukum orang yang mukim.

Adapun Malik dan Asy-Syafi’i berpendapat: jarak minimalnya adalah empat burud setiap burudnya adalah empat farsakh sebagaimana diriwayatkan oleh Daruquthni dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يا أهل مكة لا تقصروا في أدنى من أربعة برد، من مكة إلى عسفان
“Wahai penduduk Makkah, janganlah mengqashar shalat pada jarak safar yang kurang dari empat burud , yaitu dari Makkah ke ‘Usfan.”
Adapun satu farsakh adalah 5544 meter. Maka empat burud sekitar 89 km an.

5. Mana yang lebih afdhal, mengqashar sholat atau menyempurnakannya ketika safar?
Menurut madzhab Malik, disukai untuk mengqashar sholat ketika safar. Menurut madzhab Hanabilah mengqashar sholat itu lebih afdhal secara mutlak daripada menyempurnakannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merutinkan hal tersebut. Menurut madzab Syafi’i mengqashar sholat adalah lebih afdhol daripada menyempurnakannya ketika terdapat dalam dirinya ketidaksukaan untuk mengqasharnya atau ketika telah mencapai tiga marhalah menurut Hanafiyah yaitu sejauh kurang lebih 96 km karena mengikuti sunnah dan keluar dari khilaf pendapat yang mewajibkannya seperti Abu Hanifah.

6. Kapankah boleh mulai mengqashar sholat?
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa seorang musafir tidak boleh mulai mengqashar sholatnya hingga keluar dari rumah – rumah kotanya ketika ia safar.

Wallahu ‘alam bi as-shawab

Rujukan: Tafsir Al-Munir Karya Syaikh Wahbah Zuhaili.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *