Seseorang Yang Meninggal Dunia Dalam Keadaan Belum Bertaubat

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

(إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا)

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” QS. An-Nisa’ 116.

(فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ)

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” QS. Al-Zalzalah : 7).

Ayat – ayat ini memiliki faidah bahwa ketika seorang mukmin melakukan suatu amal sholeh sudah seharusnya ia diberi balasan yang baik di akhirat. Adapun kebaikan yang paling agung adalah keimanan, Allah ta’ala berfirman:

(إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا)

“Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal sholih, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang paling baik.” QS. Al-Kahfi 30.

Dalam ayat yang lain Allah ta’ala berfirman:

(إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا)

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” QS. An-Nisa’ 10.

Ancaman tersebut mencakup ancaman terhadap seorang mukmin dan kafir yang memakan harta anak yatim dengan dzalim. Di samping ayat tersebut, banyak juga ayat – ayat yang semisal dengannya yang berisi ancaman terhadap para pelaku dosa.

Dari ayat – ayat tersebut dan juga dari ayat – ayat yang lainnya, para ulama’ ahlus sunnah menggali aqidah – aqidah sebagai berikut:

1. Seorang mukmin yang meninggal di atas keimanan namun dalam keadaan tidak bertaubat atas dosa – dosanya maka urusannya diserahkan kepada Allah dan tidaklah dapat dipastikan bahwa ia akan diadzab oleh Allah ataukah diampuni oleh-Nya. Hal ini karena ia berhak untuk diadzab di satu sisi dan ampunan Allah atasnya juga mungkin secara syar’i di sisi yang lain. Istinbat (penggalian hukum) ini didukung oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

بَايِعُونِي عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا تَسْرِقُوا وَلَا تَزْنُوا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ وَلَا تَأْتُوا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُونَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ وَلَا تَعْصُوا فِي مَعْرُوفٍ فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا ثُمَّ سَتَرَهُ اللَّهُ فَهُوَ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَاقَبَهُ

“Berbai’atlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak membuat kebohongan yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, tidak bermaksiat dalam perkara yang ma’ruf. Barangsiapa di antara kalian yang memenuhinya maka pahalanya ada pada Allah dan barangsiapa yang melanggar dari hal tersebut lalu Allah menghukumnya di dunia maka itu adalah kafarat baginya, dan barangsiapa yang melanggar dari hal-hal tersebut kemudian Allah menutupinya (tidak menghukumnya di dunia) maka urusannya kembali kepada Allah, jika Dia mau, dimaafkan-Nya atau disiksa-Nya”. HR. Bukhari dan Muslim.

Bagaimanapun seorang mukmin tidak akan kekal di neraka karena dosa – dosa yang telah dilakukannya berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ قَالَ : لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ مُخْلِصًا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas, maka ia masuk surga.” HR. Al-Bazzar.

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فَيُحْجَبَ عَنْ الْجَنَّةِ

“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tidaklah seorang hamba berjumpa dengan Allah yang ia tidak ragu dengan kalimat tersebut kemudian terhalang untuk masuk surga.” HR. Muslim.

2. Sudah seharusnya Allah subhanahu wa ta’ala mengadzab sebagian pelaku dosa – dosa besar karena Allah menjanjikan adzab kepada mereka. Maka sudah seharusnya Dia mengadzab sebagian mereka sebagaimana Dia mengabarkannya kepada kita, agar khabar tersebut tidak menyelisihi faktanya. Ini adalah madzhabnya Maturidiyah yang mengatakan: menyelisihi janji (bagi Allah) adalah tidak boleh. Adapun menurut madzhab Asya’irah mereka mengatakan bahwa menyelisihi janji (bagi Allah) itu boleh secara syar’i karena itu adalah kemurahan Allah sehingga tidak wajib untuk mengadzab sebagian hambanya yang bermaksiat. Dari hal ini dapat dijelaskan bahwa manusia pada hari kiamat terbagi menjadi beberapa golongan:

a. Kaum mukminin yang tidak melakukan dosa yaitu para Nabi. Mereka semuanya masuk ke dalam surga tanpa disentuh oleh adzab (neraka) berdasarkan dalil firman Allah ta’ala:

(إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَىٰ أُولَٰئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ)
(لَا يَسْمَعُونَ حَسِيسَهَا ۖ وَهُمْ فِي مَا اشْتَهَتْ أَنْفُسُهُمْ خَالِدُونَ)

“Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka, mereka tidak mendengar sedikitpun suara api neraka, dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh mereka.” QS. Al-Anbiya’ 101-102.

Kaum muslimin berijma’ terhadap hal itu yaitu golongan para nabi dan rasul adalah golongan yang masuk surga tanpa merasakan adzab.

b. Kaum mukminin yang melakukan dosa kemudian bertaubat dengan taubat nasuha. Mereka itu semua berada di dalam surga dan tidak merasakan adzab (neraka) insya Allah. Allah ta’ala berfirman:

(وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ)

“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. As-Syuro : 25.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.” HR. Ibnu Majah.

c. Kaum mukminin yang berbuat dosa dan tidak bertaubat atas dosa – dosa mereka, sedangkan dosa – dosa yang mereka perbuat adalah dosa – dosa kecil. Maka mereka ini berada dalam kehendaknya Allah ta’ala. Bila Allah berkehendak maka Allah akan memberikan balasan kepada mereka dan bila Allah berkehendak maka Allah akan memaafkan mereka. Mereka ini kekal di dalam surganya Allah dan urusan mereka ini lebih dekat kepada maafnya Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

(إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا)

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” QS. An-Nisa’ 31.

d. Kaum mukminin yang melakukan dosa – dosa besar dan tidak bertaubat, mereka itu bila tidak mendapatkan syafaat dan maaf, maka mereka akan diadzab atas dosa – dosa yang mereka lakukan. Meskipun demikian mereka tidak kekal dalam neraka bahkan akan dikeluarkan darinya dan dimasukkan dalam surga kekal abadi di dalamnya. Sebagai saksi atas yang demikian itu adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya dia akan masuk surga.” Yakni walaupun setelah diadzab terlebih dahulu di neraka.

وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ

“Dan barang siapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk neraka.” HR. Muslim.

e. Orang – orang kafir yang mati dalam keadaan kafir, mereka ini semua kekal dalam neraka, dan orang – orang munafik di antara mereka berada dalam tingkatan yang paling bawah dalam neraka. Tidak bermanfaat sama sekali amal – amal mereka meskipun secara dzhahir merupakan amal kebaikan, hal itu karena amal – amal mereka bukanlah amal sholih. Allah ta’ala berfirman:

(وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا)

“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” QS. Al-Furqon : 23.

Pembahasan – pembahasan ini bukan berarti lantas menjadikan kita berani untuk berbuat maksiat kepada Allah, karena seorang mukmin itu justru takut kepada Allah meskipun ia tidak melakukan satu dosa pun. Hal ini karena salah satu tanda keimanan adalah takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah ta’ala berfirman:

وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Dan takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” QS. Ali Imran : 175.

Dengan demikian sebagai renungan, seseorang yang mengaku telah beriman namun tenang – tenang saja dalam melakukan dosa – dosa besar, kita patut curiga jangan – jangan pada hakikatnya ia tidak beriman.

Demikian juga dengan seseorang yang mengaku beriman namun enggan bahkan menolak syariat – syariat Allah, bisa jadi pada hakikatnya ia kafir. Nau’dzubillahi min dzalik. Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” QS. Al-Maidah : 44.

Demikian juga dengan seseorang yang mengaku beriman namun enggan menjadikan Rasul-Nya sebagai pemberi keputusan atas segala hal yang ia perselisihkan (enggan kembali kepada Sunnah), maka bisa jadi ia pada hakikatnya adalah orang yang tidak beriman. Naudzubillahi min dzalik. Allah ta’ala berfirman:

(فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” QS. An-Nisa’ : 65.

Maka pertanyaan yang paling penting adalah, apakah kita termasuk dalam golongan orang – orang yang beriman serta bertaubat dengan taubat Nasuha saat kita menghadap-Nya? Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang – orang yang beriman dan telah bertaubat dengan taubat nasuha. Amiin ya rabbal ‘alamin.

Rujukan utama: Syaikh Nuh Ali Salman al-Qudhah, Al-Mukhtashar al-Mufid fii Syarh Jauharat at-Tauhid.

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *