Tafsir QS. Al-A’raf, ayat 59-62
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (59) قَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (60) قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (61) أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (62)
Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (kiamat). Pemuka-pemuka kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” Dia (Nuh) menjawab, “Wahai kaumku! Aku tidak sesat; tetapi aku ini seorang Rasul dari Tuhan seluruh alam. Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” QS. Al-A’raf: 59-62.
Pada permulaan surat ini Allah menceritakan kisah Adam dan semua yang berkaitan dengan itu serta semua hubungannya hingga selesai. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menuturkan kisah nabi-nabi lainnya secara berurutan. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memulainya dengan kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam karena sesungguhnya Nuh ‘alaihissalam adalah rasul Allah yang mula-mula diutus kepada penduduk bumi sesudah Adam ‘alaihissalam
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, tidak ada seorang nabi pun yang mengalami gangguan dari kaumnya yang lebih parah daripada Nabi Nuh ‘alaihissalam kecuali nabi yang dibunuh oleh kaumnya.
Yazid Ar-Raqqasyi mengatakan, sesungguhnya Nuh diberi nama seperti itu karena ia banyak menangisi dirinya. Jarak waktu antara Adam ‘alaihissalam sampai kepada Nuh ‘alaihissalam adalah sepuluh abad (yakni sepuluh generasi), semuanya memeluk agama Islam.
Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa pada mulanya berhala-berhala disembah ialah karena di masa lalu ada suatu kaum yang shalih meninggal dunia. Kemudian kaum mereka membangun masjid-masjid di atas kuburan mereka dan membuat gambar-gambar mereka di dalamnya untuk mengingatkan orang-orang akan tingkah laku dan ibadah mereka, dengan tujuan agar kaum mereka meniru jejak mereka.
Tetapi setelah zaman berlalu cukup lama, mereka (kaumnya) membuat patung-patung dalam bentuk gambar-gambar tersebut. Setelah berlalunya masa yang cukup lama lagi, maka mereka mulai menyembah patung-patung tersebut dan menamakannya dengan nama orang-orang shalih itu, seperti Wad, Suwa’, Yagus, Ya’uq, dan Nasr. Setelah hal tersebut kian parah, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi Nuh ‘alaihissalam. Nabi Nuh ‘alaihissalam memerintahkan kepada mereka agar menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Untuk itu disebutkan oleh firman-Nya:
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (kiamat).” QS. Al-A’raf: 59.
Yaitu azab hari kiamat apabila kalian dihadapkan kepada Allah, sedangkan kalian dalam keadaan musyrik (mempersekutukan-Nya).
قَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ
Pemuka-pemuka kaumnya berkata. QS. Al-A’raf: 60.
Yakni orang banyak, para pemimpin, dan para pembesar dari kalangan mereka.
إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” QS. Al-A’raf: 60.
Yakni ajakan dan seruanmu yang ditujukan kepada kami agar kami meninggalkan penyembahan berhala-berhala ini yang kami jumpai nenek moyang kami melakukannya.
Memang demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka. Sesungguhnya mereka memandang orang-orang yang shalih hanya berada dalam kesesatan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلاءِ لَضَالُّونَ
Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan, “Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,” QS. Al-Muthaffifin: 32.
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ وَإِذْ لَمْ يَهْتَدُوا بِهِ فَسَيَقُولُونَ هَذَا إِفْكٌ قَدِيمٌ
Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Sekiranya Al-Qur’an itu sesuatu yang baik, tentu mereka tidak pantas mendahului kami (beriman) kepadanya.” Tetapi karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata, “Ini adalah dusta yang lama.” QS. Al-Ahqaf: 11.
Masih banyak ayat-ayat lainnya yang bermakna senada.
قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Dia (Nuh) menjawab, “Wahai kaumku! Aku tidak sesat; tetapi aku ini seorang Rasul dari Tuhan seluruh alam. QS. Al-A’raf: 61.
Yakni, aku bukanlah orang yang sesat, melainkan utusan Rabb segala sesuatu dan yang memiliki kesemuanya.
أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” QS. Al-A’ raf: 62.
Memang demikianlah tugas yang diemban oleh seorang rasul, yaitu dia menyampaikan risalah Allah dengan bahasa yang fasih, menasihati kaumnya, dan dia mengetahui Allah. Tiada seorang pun dari makhluk Allah yang mempunyai sifat-sifat seperti itu selain para rasul.
Sebagaimana di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika di Arafah bersabda kepada sahabat-sahabatnya yang jumlahnya saat itu sangat banyak dan hampir semuanya berkumpul, yaitu:
“أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ مَسْئُولُونَ عَنِّي، فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ ” قَالُوا: نَشْهَدُ أَنَّكَ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ، فَجَعَلَ يَرْفَعُ إِصْبَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ وينكتُها عَلَيْهِمْ وَيَقُولُ: “اللَّهُمَّ اشْهَدْ، اللَّهُمَّ اشْهَدْ
“Hai manusia, sesungguhnya kalian kelak akan ditanyai mengenai diriku, lalu apakah yang bakal kalian jawab?” Mereka (para sahabat) menjawab.”Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanat serta menasihati umat.” Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkat telunjuknya ke langit dan menudingkannya ke arah mereka seraya bersabda, “Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah, saksikanlah.”
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Syaikh Muhammad ‘Ali As- Shabuni, “Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir”.