Sifat ma’ani (jama’ dari ma’na yaitu sesuatu yang mengikuti dzat) sebagaimana telah dibahas sebelumnya yaitu sifat bagi Dzat yang dengan sifat tersebut Dzat Allah ta’ala disifati. Dalil atas sifat – sifat ma’ani bagi Allah ini adalah menurut ketetapan-Nya. Atau sebagaimana perkataan ulama’: setiap sifat yang berdiri bersama yang disifati maka sifat tersebut wajib baginya. Adapun sifat ma’ani yang berdiri di atas dalil ada tujuh:
Qudroh (kuasa), Iradah (kehendak), Ilmu, Hayah (hidup), Kalam, Sama’ (mendengar), Bashor (melihat).
Kami tidak menambah selain sifat tersebut kecuali berdasarkan dalil dari Qur’an dan Sunnah. Karena tidak boleh kita mensifati Allah ta’ala dengan suatu sifat yang Allah tidak mensifati diri-Nya dengan sifat tersebut dalam Qur’an maupun Sunnah. Tidaklah kita temukan di dalam Qur’an maupun Sunnah sifat – sifat ma’ani selain daripada sifat – sifat ini ataupun yang memiliki interpretasi ke sana. Berikut ini kita akan membahas mengenai sifat Qudroh Allah ta’ala:
Qudroh
Makna dari sifat Qudroh bagi Allah ta’ala adalah bahwasanya Allah ‘azza wa jalla itu kuasa/mampu untuk menjadikan ada segala sesuatu yang terbayang oleh akal yang sehat, terwujudnya sesuatu tersebut sesuai dengan kehendak-Nya. Allah azza wa jalla juga mampu untuk menjadikan tiada segala sesuatu yang dapat terbayang oleh akal akan ketiadaannya sesuai dengan kehendak-Nya. Dalil atas hal ini adalah firman Allah ta’ala:
وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Baqarah : 284.
Disamping itu, dalil atas sifat Qudroh Allah ta’ala adalah apa – apa yang kita saksikan dari makhluk – makhluk yang bermacam – macam lagi menakjubkan. Allah menciptakan makhluk – makhluk tersebut sebagaimana yang Ia kehendaki dari semula tiada menjadi ada. Sungguh sangat menakjubkan penciptaan setiap makhluk tersebut. Penciptaan dimulai dari sekecil – kecilnya makhluk kemudian berakhir menjadi besar.
Sebagaimana halnya akal dapat membayangkan segala sesuatu yang banyak namun kehendak Allah ta’ala tidak menghendaki keberadaannya dan menetapkannya tiada, maka merupakan suatu kemungkinan dalam bayangan manusia ada dua matahari atau lebih di bumi, namun kehendak Allah dan hikmah-Nya menetapkan bahwasanya tidak ada lebih dari satu matahari, maka tinggallah khayalan tambahan matahari tersebut dalam ketiadaan. Merupakan suatu kemungkinan juga bagi manusia memiliki empat buah mata ataupun lebih dan tiga buah tangan atau lebih, akan tetapi kehendak Allah ta’ala dan hikmah-Nya menghendaki tidak adanya hal tersebut dan cukuplah dua tangan dan sepasang mata saja bagi manusia, kemudian tinggallah tambahannya tersebut hanya dalam ketiadaan. Allah ta’ala kuasa untuk menjadikan sesuatu yang mungkin terwujud menjadi tiada terwujud, sehingga hal itu akan hilang dan fana.
Inilah yang dimaksud oleh para ulama’ dengan definisi qudroh (kuasa)nya Allah ta’ala: sifat azaliah yang dengannya Allah menjadikan terwujud dan tiada terwujud setiap yang mungkin terwujud sesuai dengan irodah (kehendak) Nya. Yang dimaksud dengan mungkin terwujud di sini adalah segala sesuatu yang dapat tergambar ada atau tiadanya oleh akal yang sehat sebagaimana telah dibahas sebelumnya (maksudnya yaitu dapat terjangkau oleh akal manusia). Oleh karena itu, apabila sebagian orang – orang yang jahil berkata: “Apakah Allah mampu untuk mengeluarkanku dari kerajaan-Nya ini?”. Dalil jawaban bagi orang jahil ini adalah: “Apakah akal yang sehat dapat menggambarkan suatu tempat yang berada di luar kerajaan-Nya Allah ta’ala?”
Sebagian orang – orang yang jahil lainnya berkata: “Apakah Allah mampu menciptakan batu yang mana Dia sendiri tidak mampu untuk mengangkat-Nya?”. Jawaban bagi orang jahil ini adalah: “Akal yang sehat tidak dapat menggambarkan batu dengan sifat – sifat yang demikian (tidak terjangkau akal). Allah tabaraka wa ta’ala menciptakan apa – apa yang ditetapkan-Nya dengan hikmah-Nya tidak berdasarkan apa yang diinginkan oleh khayalan atau mimpinya orang – orang yang bodoh.”
Orang yang paling jahil di antara orang – orang yang jahil berkata: “Apakah Allah ta’ala mampu menciptakan tuhan yang semisal dengan-Nya?”. Jawaban bagi mereka adalah: “Bahwasanya tuhan bukanlah ciptaan/makhluk dan akal yang sehat tidak dapat menggambarkan tuhan itu adalah ciptaan atau makhluk. Apakah manusia yang berakal dapat menggambarkan bahwa ada seorang manusia yang pada suatu waktu ia berjalan ke arah timur dan pada saat yang bersamaan ia berjalan ke arah barat? Atau apakah ia dapat menggambarkan sesuatu yang diam dan bergerak pada saat yang bersamaan? Adanya tuhan yang merupakan makhluk adalah suatu hal yang tidak dapat digambarkan oleh akal yang sehat. Benarlah bahwa kebodohan akan mengungkapkan kebodohan orang itu sendiri. Apabila orang – orang yang bodoh itu memikirkan ciptaan Allah ta’ala niscaya hal itu lebih baik bagi mereka dan lebih dekat kepada petunjuk yang bermanfaat bagi mereka di dunia dan di akhirat. Akan tetapi bagi mereka itu, apa – apa yang menjadi ketetapan-Nya adalah benar – benar kekuasaan-Nya.
Tidaklah Allah menjadikan sesuatu itu terwujud kecuali dengan irodah atau kehendak-Nya dan tidaklah Allah menjadikan sesuatu itu tetap tiada kecuali dengan irodah-Nya juga. Oleh karena itu, ketiadaan sesuatu yang berwujud dan fananya hal itu adalah berdasarkan kehendak-Nya. Qudroh-Nya Allah ta’ala adalah qadim (dahulu) yakni bahwasanya qudroh-Nya Allah sudah ada sejak dulu sebelum terciptanya makhluk – makhluk, karena qudroh itu adalah sifat Allah, dan sifat Allah itu adalah qadim.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Syaikh Nuh Ali Salman al-Qudhah, Al-Mukhtashar al-Mufid fii Syarh Jauharat at-Tauhid.