Salah Satu Sifat Wajib Bagi Allah: al-Qidam

Makna dari sifat qidam Allah subhanahu wa ta’ala adalah bahwasanya keberadaan Allah ta’ala tidak didahului oleh ketiadaan.

Dalam bahasa kita katakan:
هذا كتاب قديم
“Ini adalah kitab yang qadim (dahulu/tua)”.

Akan tetapi berapapun tuanya usia kitab tersebut tetap saja kitab tersebut sebelumnya adalah tidak ada kemudian berwujud ada.

Kita katakan juga:
هذا بناء قديم
“Ini adalah bangunan yang qadim (dahulu/tua)”.

Akan tetapi berapapun tuanya bangunan tersebut tetap saja bangunan tersebut sebelumnya adalah tidak ada kemudian berwujud ada.

Makna yang demikian itu bukanlah yang dimaksud dengan sifat qadim bagi Allah ta’ala karena makna itu menunjukkan kepada adanya sesuatu setelah sebelumnya ia tidak ada yakni bersifat حدوث (baru).

Kita katakan:
الكعبة اقدم من المسجد الاقصى
“Ka’bah itu lebih qadim (lebih dahulu) daripada masjid al-Aqsha”.
Maknanya adalah bahwasanya Ka’bah itu dibangun terlebih dahulu daripada masjid al-Aqsha.

Kita katakan juga:
ادم عليه السلام اقدم من نوح عليه السلام
“Adam ‘alaihissalam lebih qadim (lebih dahulu) daripada Nuh ‘alaihissalam”.
Maknanya adalah bahwasanya Nabi Adam itu hidup terlebih dahulu daripada Nabi Nuh.

Makna – makna tersebut juga bukanlah makna yang dimaksud dengan qidam nya Allah ta’ala. Karena makna itu juga menunjukkan kepada adanya sesuatu setelah sebelumnya ia tidak ada yakni bersifat حدوث (baru).

Adapun keberadaan Allah ta’ala tidak didahului oleh ketiadaanNya karena Allah bukanlah حادث yaitu sesuatu yang baru. Apabila Allah itu sebelumnya tiada maka ia membutuhkan kepada terwujud, dan terwujudnya itu butuh kepada wujud yang lain. Demikian seterusnya tanpa akhir dan hal ini adalah mustahil. Ini adalah penjelasan dari perkataan: apabila Allah itu adalah baru (حدوث) maka ia membutuhkan kepada yang mengadakannya, dan yang mengadakannya tersebut butuh kepada yang mengadakan lainnya, demikian seterusnya tanpa akhir. Ini adalah mustahil bagi Allah.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam pembahasan sifat wujud bagi Allah, bahwa terdapat dua kemungkinan yang tidak terelakkan dalam pembahasan ini yaitu:
1. Kita katakan bahwa alam semesta ini tidak ada dan hal ini adalah batil.
2. Kita katakan bahwa alam semesta ini ada dan yang mengadakannya tidak butuh kepada sesuatu pun yang membuatnya jadi ada. Dialah Allah ta’ala yang mengadakan alam ini. Kita katakan: Allah itu ada karena Dzat-Nya (maujud liidzatihi) dan wajib ada (wajibul wujud) yakni bahwasanya Allah itu qadim (dahulu). Para ulama’ membicarakan sifat wujud dan qidam (ada dan dahulu) secara terpisah untuk memperjelas saja, sebenarnya sifat itu adalah sifat yang tidak terpisahkan satu sama lainnya.

Allah ta’ala berfirman:

 

(هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ)

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS. Al-Hadid : 3.

Rujukan:
Syaikh Nuh Ali Salman al-Qudhah, Al-Mukhtashar al-Mufid fii Syarh Jauharat at-Tauhid.

Syaikh Abdul Karim Tataan & Syaikh Muhammad Adib al-Kailani, ‘Awnul Murid Syarah Jauharat at-Tauhid.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *