Perumpamaan Bagi Orang – Orang Munafik (1) – Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 17-18

Tags:

مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ (17) صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ (18

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (QS. Al-Baqarah 2 : 17-18).

Dikatakan (مَثَل-cerita perumpamaan), bentuk jamaknya adalah (أَمْثَالٌ). Allah ta’ala berfirman:

وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (QS. Al-Ankabut 29:43).

Sebagai penjelasannya dapat dikatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menyerupakan perbuatan mereka yang membeli kesesatan dengan keimanan, dan nasib mereka menjadi buta setelah melihat, dengan keadaan orang yang menyalakan api. Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, ia mengambil manfaat dengannya, ia melihat dengannya apa – apa yang ada di kanan dan kirinya, dan ia mengetahui sesuatu dengannya, ketika dalam kondisi yang demikian, lalu dipadamkan apinya dan berubah menjadi dalam gelap gulita, maka ia menjadi tidak dapat melihat dan mendapat petunjuk, dan bersama dengan keadaan ini ia (أَصَمُّ-tidak mendengar atau tuli), (أَبْكَمُ-bisu), (أَعْمَى-buta, apabila keadaannya terang). Karena itu, dia tidak dapat kembali kepada keadaan sebelumnya. Demikian pula keadaan orang-orang munafik itu yang mengganti jalan petunjuk dengan kesesatan dan lebih memilih kesesatan daripada hidayah. Di dalam perumpamaan ini terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa pada awalnya mereka beriman, kemudian kafir sebagaimana yang diceritakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat lainnya.

Ar-Razi mengatakan, tasybih atau perumpamaan dalam ayat ini sangat benar, karena mereka pada mulanya memperoleh nur berkat keimanan mereka; kemudian pada akhirnya karena kemunafikan mereka, maka batallah hal tersebut dan terjerumuslah mereka ke dalam kebimbangan yang besar, mengingat tiada kebimbangan yang lebih besar daripada kebimbangan dalam agama.

Merupakan suatu hal yang sah – sah saja untuk menggambarkan suatu jamaah dengan satu orang sebagaimana firman Allah ta’ala:

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. (Al-Jumu’ah 62 : 5).

Sebagian ulama tafsir berkata: bahwa makna yang dimaksud ialah kisah mereka sama dengan kisah orang-orang yang menyalakan api. Sungguh dalam ungkapan ini terjadi iltifat (pengalihan pembicaraan), yaitu di tengah-tengah perumpamaan dari bentuk tunggal kepada bentuk jamak yang terdapat di dalam firman-Nya:

فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ . صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ

maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (QS. Al-Baqarah 2 : 17-18).

Ungkapan seperti ini lebih fasih dan lebih mengena susunannya.

Firman Allah ta’ala: (ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ) yakni Allah hilangkan dari mereka manfaat api yang sedang mereka perlukan untuk penerangan; dan membiarkan hal yang membahayakan diri mereka, yaitu bara dan asapnya. (وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ) dan Allah membiarkan mereka berada dalam kegelapan yakni keraguan, kekufuran, dan kemunafikan mereka. (لَا يُبْصِرُونَ) yakni mereka tidak mendapat petunjuk kepada jalan kebaikan dan tidak pula mengetahuinya. Bersama dengan kondisi mereka yang demikian itu, mereka (صُمٌّ) tidak mendengarkan kebaikan, (بُكْمٌ) mereka tidak berbicara dengan apa – apa yang bermanfaat bagi mereka, (عُمْيٌ) mereka buta dalam kesesatan dan buta mata hatinya sebagaimana firman Allah ta’ala:

فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj 22: 46).

Karena itu, mereka tidak dapat kembali ke jalan hidayah yang telah mereka jual dengan kesesatan.

Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam berkata sehubungan dengan firman-Nya, (مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا) hingga akhir ayat…beliau berkata: ini semua merupakan sifat orang-orang munafik, pada mulanya mereka beriman hingga iman menyinari kalbu mereka, sebagaimana api menyinari mereka yang menyalakannya. Kemudian mereka kafir, maka Allah menghilangkan cahaya apinya dan mencabut imannya sebagaimana Dia menghilangkan cahaya api tersebut, hingga mereka tertinggal dalam keadaan yang sangat gelap tanpa dapat melihat.

Maraji’:

Ash-Shaabuunii, Muhammad ‘Aliy. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *