Perintah Untuk Menyembah Allah Semata Dan Bukti – Bukti Adanya Allah – Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 21-22

Tags:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)

Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian. Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui. (QS. Al-Baqarah 2 : 21-22).

Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan tentang sifat uluhiyyah-Nya (ketuhanan-Nya) Yang Esa, bahwa Dialah yang memberi nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan menciptakan mereka dari tiada ke alam wujud. Kemudian Allah melimpahkan kepada mereka segala macam nikmat lahir dan batin yaitu dengan menjadikan bagi mereka bumi sebagai hamparan yakni bentangan seperti tempat tidur, diperkokoh kestabilannya dengan gunung-gunung yang tinggi lagi besar; dan Dia menjadikan langit sebagai atap, sebagaimana disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ

Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (QS. Al-Anbiya 21: 32).

(وَأَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً) maksudnya adalah awan yang datang pada waktunya di saat mereka memerlukannya. Melalui hujan, Allah menumbuhkan buat mereka berbagai macam tumbuhan dan buah – buahan sebagai rezeki buat mereka, juga buat ternak mereka.

Kesimpulan makna yang dikandung ayat ini ialah bahwa Allah adalah Yang Menciptakan, Yang memberi rezeki, Yang memiliki rumah ini serta para penghuninya, dan Yang memberi mereka rezeki. Karena itu, Dia sematalah Yang harus disembah dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya. Oleh karena itu Allah berfirman:

فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui. (QS. Al-Baqarah 2 : 22).

Di dalam Sahihain (Bukhari & Muslim) dari Ibnu Mas’ud beliau berkata:

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: “أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا، وهو خلقك” الحديث

Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab, “Bila kamu mengadakan sekutu bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakanmu,'”. Al-Hadits.

Demikian juga dengan hadits Mu’adz:

أَتَدْرِي مَا حَقُّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ؟ أَنْ يَعْبُدُوهُ لَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا” الْحَدِيثَ

Tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya?” yaitu “Hendaklah mereka menyembah-Nya dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun”. (ini adalah potongan hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim). Al-Hadits.

Di dalam hadits yang lain:

لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشَاءَ فُلَانٌ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ  مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ

Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengatakan, “Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah, dan yang dikehendaki oleh si Fulan,” tetapi hendaklah ia mengatakan, “Ini yang dikehendaki oleh Allah” kemudian, “Ini yang dikehendaki oleh si Fulan”.

Dan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ، فَقَالَ: «أَجَعَلْتَنِي لِلَّهِ نِدّاً؟ قُلْ مَا شَاءَ الله وحده»

Seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam., “Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan olehmu.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah engkau menjadikan diriku sebagai tandingan Allah! Katakanlah, ‘Inilah yang dikehendaki oleh Allah semata'” (Hadits ini dikeluarkan oleh an-Nasa’I dan Ibnu Majah dari ‘Isa bin Yunus).

Hal ini semuanya adalah untuk menjaga dan melindungi tauhid. Wallahu ‘alam.

Ibnu Abbas berkata, Allah ta’ala berfirman (يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ) Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian. (QS. Al-Baqarah 2 : 21) Ayat ini ditujukan kepada kedua golongan secara keseluruhan, yaitu orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Yakni, esakanlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian.

Dan dari Ibnu Abbas, (فَلاَ تَجْعَلُواْ للَّهِ أَندَاداً وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ), Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, yakni janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, yaitu dengan tandingan-tandingan yang tidak dapat menimpakan mudarat dan tidak dapat memberi manfaat, (وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ) padahal kalian mengetahui bahwa tidak ada Tuhan yang memberi rezeki kepada kalian selain Allah. Kalian telah mengetahui apa yang diserukan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kalian —yaitu ajaran tauhid— adalah perkara yang hak yang tiada keraguan di dalamnya.

Abu Aliyah berkata: (فَلاَ تَجْعَلُواْ للَّهِ أَندَاداً), Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, yakni tandingan dan sekutu. Mujahid berkata: (فَلاَ تَجْعَلُواْ للَّهِ أَندَاداً وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ), Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, kalian mengetahui bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab Taurat dan kitab Injil.

Hadits yang Disebutkan Dalam Makna Ayat yang Mulia Ini

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Harits al-Asy’ari bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عزَّ وجلَّ أَمَرَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا عَلَيْهِ السَّلَامُ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ أَنْ يَعْمَلَ بِهِنَّ وَأَنْ يَأْمُرَ بني إسرائيل أن يعملوا بهن، وأنه كاد أن يبطىْ بِهَا فَقَالَ لَهُ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ إِنَّكَ قَدْ أُمِرْتَ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ أَنْ تَعْمَلَ بِهِنَّ وَتَأْمُرَ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْ يَعْمَلُوا بِهِنَّ، فَإِمَّا أَنْ تُبْلِغَهُنَّ وَإِمَّا أَنْ أُبْلِغَهُنَّ؟ فَقَالَ: يَا أخي أَخْشَى إِنْ سَبَقْتَنِي أَنْ أعذَّب أَوْ يُخْسف بِي. قَالَ: فَجَمَعَ يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ حَتَّى امْتَلَأَ الْمَسْجِدُ، فَقَعَدَ عَلَى الشَّرف فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ أَنْ أَعْمَلَ بِهِنَّ وَآمُرَكُمْ أَنْ تَعْمَلُوا بِهِنَّ. أولهن أَنْ تَعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا فإن مَثَل ذلك كمثل رَجُلٍ اشْتَرَى عَبْدًا مِنْ خَالِصِ مَالِهِ بَوَرِق أَوْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ يَعْمَلُ وَيُؤَدِّي غَلَّتَهُ إِلَى غَيْرِ سَيِّدِهِ،، فَأَيُّكُمْ يَسُرُّهُ أَنْ يَكُونَ عَبْدُهُ كَذَلِكَ؟ وَإِنَّ اللَّهَ خَلَقَكُمْ وَرَزَقَكُمْ فَاعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ فَإِنَّ اللَّهَ يَنْصِبُ وَجْهَهُ لِوَجْهِ عَبْدِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ فَإِذَا صَلَّيْتُمْ فَلَا تَلْتَفِتُوا وَأَمَرَكُمْ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ مَثَل ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ مَعَهُ صُرَّةً مِنْ مِسْكٍ فِي عِصَابَةٍ كُلُّهُمْ يَجِدُ رِيحَ الْمِسْكِ وإن خلوف فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ. وَأَمَرَكُمْ بِالصَّدَقَةِ فَإِنَّ مَثَل ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَسَرَهُ الْعَدُوُّ فشدُّوا يَدَيْهِ إِلَى عُنُقِهِ وقدَّموه لِيَضْرِبُوا عُنُقَهُ فَقَالَ لَهُمْ هَلْ لَكَمَ أن أفتدي نفسي منكم؟ فَجَعَلَ يَفْتَدِي نَفْسَهُ مِنْهُمْ بِالْقَلِيلِ وَالْكَثِيرِ حَتَّى فكَّ نَفْسَهُ. وَأَمَرَكُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ كَثِيرًا وَإِنَّ مَثَل ذَلِكَ كَمَثَلِ رجلٍ طَلَبَهُ الْعَدُوُّ سراعاُ فِي أَثَرِهِ فَأَتَى حِصْنًا حَصِينًا فتحصَّن فِيهِ، وَإِنَّ الْعَبْدَ أَحْصَنُ مَا يَكُونُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِذَا كَانَ فِي ذِكْرِ اللَّهِ“.

قَالَ، وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ، اللَّهُ أَمَرَنِي بِهِنَّ: الْجَمَاعَةُ وَالسَّمْعُ، وَالطَّاعَةُ، وَالْهِجْرَةُ، وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ الْجَمَاعَةِ قَيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَّا أَنْ يراجع، ومن دعا بدعوى الجاهلية فَهُوَ مِنْ جِثِيِّ جَهَنَّمَ”، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى، فَقَالَ: «وَإِنْ صَلَّى وَصَامَ وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ فَادْعُوا الْمُسْلِمِينَ بِأَسْمَائِهِمْ عَلَى مَا سَمَّاهُمُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْمُسْلِمِينَ المؤمنين عباد الله» هذا حديث حسن.

“Sesungguhnya Allah azza wa jalla memerintahkan kepada Yahya ibnu Zakaria ‘alaihis salam untuk mengamalkan lima kalimat dan memerintahkan kepada Bani Israil untuk mengamalkannya. Akan tetapi, hampir saja Yahya ‘alaihis salam terlambat mengamalkannya, lalu Isa ‘alaihis salam berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya kamu telah diperintahkan untuk mengamalkan lima kalimat. Kamu pun memerintahkan kepada Bani Israil agar mereka mengamalkannya. Apakah kamu yang menyampaikan, atau diriku yang menyampaikannya?’ Yahya menjawab, ‘Hai Saudaraku, sesungguhnya aku merasa takut jika kamu yang menyampaikannya, nanti aku akan diazab atau dikutuk.’ Kemudian Yahya ibnu Zakaria mengumpulkan kaum Bani Israil di Baitul Muqaddas hingga masjid menjadi penuh oleh mereka. Yahya duduk di atas tempat yang tinggi, lalu memuji dan menyanjung Allah kemudian ia mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk mengamalkan lima kalimat. Dia memerintahkan pula kepada kalian agar mengamalkannya. Pertama, hendaklah kalian menyembah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena sesungguhnya perumpamaan orang yang mempersekutukan Allah itu seperti keadaan seorang lelaki yang membeli seorang budak dengan uangnya sendiri secara murni, baik uang perak ataupun uang emas. Lalu si budak bekerja dan memberikan hasil penjualan jasanya itu kepada selain tuannya. Maka siapakah di antara kalian yang suka diperlakukan seperti demikian? Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan kalian dan yang memberi rezeki kalian. Maka sembahlah Dia oleh kalian dan jangan kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Allah memerintahkan kalian untuk mengerjakan shalat, karena sesungguhnya Zat Allah berada di hadapan hamba-Nya selagi si hamba (yang sedang shalat itu) tidak menoleh. Karena itu, apabila kalian sedang shalat, janganlah kalian menoleh. Allah telah memerintahkan kalian puasa, karena sesungguhnya perumpamaan puasa itu seperti keadaan seorang lelaki yang membawa sebotol minyak kesturi berada di tengah-tengah segolongan kaum, lalu mereka dapat mencium bau wangi minyak kesturinya. Sesungguhnya bau mulut orang yang sedang puasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kesturi. Allah memerintahkan kalian untuk bersedekah, karena sesungguhnya perurnpamaan sedekah itu seperti seorang laki-laki yang ditawan musuh, dan mengikat kedua tangannya ke lehernya, lalu mengajukannya untuk menjalani hukuman pancung. Kemudian lelaki itu berkata, ‘Bolehkah aku menebus diriku dari kalian?’ Lalu lelaki itu menebus dirinya dengan semua miliknya, baik yang bernilai murah maupun yang bernilai mahal, hingga dirinya terbebas. Allah memerintahkan kalian untuk berzikir dengan banyak mengingat Allah, karena sesungguhnya perurnpamaan hal ini seperti keadaan seorang lelaki yang dikejar-kejar musuh yang memburunya dengan cepat dari belakang. Kemudian lelaki itu sampai ke suatu benteng, lalu ia berlindung di dalam benteng itu (dari kejaran musuhnya). Sesungguhnya tempat yang paling kuat bagi seorang hamba untuk melindungi dirinya dari setan ialah bila ia selalu dalam keadaan berzikir mengingat Allah’.”

Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Dan aku perintahkan kalian untuk mengerjakan lima perkara yang telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, yaitu jamaah, tunduk dan taat, dan hijrah serta jihad di jalan Allah. Karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari jamaah dalam jarak satu jengkal, berarti dia telah rnenanggalkan ikalan Islam dari lehernya, kecuali jika ia bertobat. Barang siapa yang memanggil dengan memakai seruan Jahiliyah. maka ia dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan berlutut. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, sekalipun dia puasa dan shalat?” Beliau menjawab, “Sekalipun dia shalat dan puasa, serta mengaku dirinya muslim. Maka panggillah orang-orang muslim dengan nama-namanya sesuai dengan nama yang telah diberikan oleh Allah buat mereka; orang-orang muslim dan orang-orang mukmin adalah hamba-hamba Allah. Hadits ini hadits hasan.

Ayat ini menunjukkan bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya.

Maka sesungguhnya siapa yang merenungkan keberadaan segala sesuatunya, ia akan tahu kekuasaan Penciptanya, kebijaksanaan-Nya, pengetahuan-Nya serta keahlian-Nya, dan kebesaran kekuasaan-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang Arab ketika ditanya, “Manakah bukti yang menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Tinggi?” Maka dia menjawab, “Subhanallah (Mahasuci Allah), sesungguhnya kotoran unta menunjukkan adanya unta, jejak kaki menunjukkan adanya orang yang lewat. Langit yang memiliki bintang-bintang, bumi yang memiliki gunung-gunung serta lautan yang memiliki ombak-ombak, bukankah semua itu menunjukkan adanya Tuhan Yang Mahalembut lagi Maha Mengetahui?”

Ar-Razi meriwayatkan dari Imam Malik, bahwa Ar-Rasyid pernah bertanya kepadanya mengenai masalah ini, lalu Imam Malik membuktikan dengan adanya berbagai macam bahasa, suara, dan irama.

Dari Abu Hanifah bahwa ada sebagian orang Zindiq bertanya kepadanya mengenai keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Maka Abu Hanifah berkata kepada mereka, “Biarkanlah aku berpikir sejenak untuk mengingat suatu hal yang pernah diceritakan kepadaku. Mereka menceritakan kepadaku bahwa ada sebuah perahu di tengah laut yang berombak besar, di dalamnya terdapat berbagai macam barang dagangan, sedangkan di dalam perahu itu tidak terdapat seorang pun yang menjaganya dan tiada seorang pun yang mengendalikannya. Tetapi sekalipun demikian perahu tersebut berangkat dan tiba berlayar dengan sendirinya, dapat membelah ombak yang besar hingga selamat dari bahaya. Perahu itu dapat berlayar dengan sendirinya tanpa ada seorang pun yang mengendalikannya.” Mereka berkata, “Ini adalah suatu hal yang tidak akan dikatakan oleh orang yang berakal.” Maka Abu Hanifah berkata, “Celakalah kamu, semua alam wujud berikut apa yang ada padanya mulai dari alam bagian bawah dan bagian atas, semua yang terkandung di dalamnya berupa berbagai macam benda yang teratur ini, apakah tidak ada penciptanya?” Akhirnya kaum Zindiq itu terdiam dan mereka sadar, lalu kembali kepada perkara yang hak dan semuanya masuk Islam di tangan Abu Hanifah.

Diriwayatkan dari Imam Syafii bahwa ia pernah ditanya mengenai keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta, maka ia menjawab: ini adalah daun at-tut yang rasanya sama. Daun ini bila dimakan ulat sutera dapat menghasilkan benang sutera; bila dimakan lebah, keluar darinya madu; bila dimakan kambing dan sapi atau unta, menjadi kotoran yang tercampakkan (menjadi pupuk); dan bila dimakan oleh kijang, maka keluar dari tubuh kijang itu bibit minyak kesturi, padahal daunnya berasal dari satu jenis.

Diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah ini, ia menjawab bahwa ada sebuah benteng yang kuat lagi licin, tidak mempunyai pintu dan tidak mempunyai lubang. Bagian luarnya putih seperti perak, sedangkan bagian dalamnya kuning mirip emas dan emas murni. Ketika benteng tersebut dalam keadaan demikian, tiba-tiba temboknya terbelah dan keluarlah darinya seekor hewan yang dapat mendengar dan melihat, bentuk dan suaranya lucu. Dia bermaksud menggambarkan telur bila menetas dan keluar ayamnya.

Abu Nuwas pernah ditanya mengenai masalah ini. Ia berkata melalui syair-syairnya, yaitu:

تَأَمَّلْ فِي نَبَاتِ الْأَرْضِ وَانْظُرْ … إِلَى آثَارِ مَا صَنَعَ الْمَلِيكُ

عُيُونٌ مِنْ لُجَيْنٍ شَاخِصَاتٌ … بِأَحْدَاقٍ هِيَ الذَّهَبُ السَّبِيكُ

عَلَى قُضُبِ الزَّبَرْجَدِ شَاهِدَاتٌ … بِأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ لَهُ شَرِيكُ

Renungkanlah kejadian tumbuh-tumbuhan di bumi ini dan perhatikanlah hasil-hasil dari apa yang telah dibuat oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Air yang jernih bak perak memenuhi parit-parit yang bagaikan emas cetakan mengairi lahan-lahan yang indah bagaikan batu permata zabarjad, semuanya itu merupakan saksi yang membuktikan bahwa Allah tiada sekutu bagi-Nya.

Ibnul Mu’taz mengatakan:

فَيَا عَجَبًا كَيْفَ يُعْصَى الْإِلَهُ … أَمْ كَيْفَ يَجْحَدُهُ الْجَاحِدُ

وَفِي كُلِّ شَيْءٍ لَهُ آيَةً … تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ وَاحِدُ

Alangkah anehnya, bagaimanakah seseorang berbuat durhaka kepada Tuhan, dan bagaimanakah seseorang mengingkari-Nya, padahal segala sesuatu merupakan pertanda baginya yang menunjukkan bahwa Tuhan adalah Esa.

Ulama lainnya mengatakan, “Barang siapa yang merenungkan ketinggian langit ini, keluasannya, dan semua yang ada padanya berupa bintang yang bercahaya —baik yang kecil maupun yang besar— dan bintang-bintang yang beredar pada garis edarnya serta yang tetap, niscaya semua itu memberikan kesimpulan kepadanya akan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta. Barang siapa yang menyaksikan bagaimana bintang-bintang tersebut berputar pada dirinya sendiri setiap sehari semalam sekali putaran dalam tata surya yang maha luas itu, sedangkan masing-masing mempunyai garis edarnya sendiri; dan barang siapa yang memperhatikan lautan yang meliputi daratan dari berbagai arah, gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar stabil dan para penghuninya yang terdiri atas berbagai macam jenis dan bentuk serta warnanya, niscaya menyimpulkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, sebagaimana yang dijelaskan di dalam firman-Nya:

وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ

Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka ragam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. (QS. Fathir 35 : 27)

Demikian pula sungai-sungai yang membelah dari suatu negeri ke negeri yang lain, membawa banyak manfaat. Semua yang diciptakan di muka bumi berupa bermacam-macam makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda rasanya, dan berbagai macam bunga yang beraneka ragam warnanya, padahal tanah dan airnya sama; semua itu menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta dan kekuasaan serta kebijaksanaan-Nya Yang Mahabesar. Juga menunjukkan rahmat-Nya kepada semua makhluk-Nya, lemah lembut, kebajikan dan kebaikan-Nya kepada mereka; tiada Tuhan selain Allah dan Tiada Rabb selain Dia, hanya kepada-Nyalah aku bertawakal dan kembali. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan pengertian ini sangat banyak.

Maraji’:

Ash-Shaabuunii, Muhammad ‘Aliy. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *