Perdebatan Antara Ibrahim dan Kaumnya

Tags:

Tafsir QS. Al-An’am: 80-83

Allah ta’ala berfirman:

وَحَاۤجَّهُۥ قَوۡمُهُۥۚ قَالَ أَتُحَـٰۤجُّوۤنِّی فِی ٱللَّهِ وَقَدۡ هَدَىٰنِۚ وَلَاۤ أَخَافُ مَا تُشۡرِكُونَ بِهِۦۤ إِلَّاۤ أَن یَشَاۤءَ رَبِّی شَیۡـࣰٔاۚ وَسِعَ رَبِّی كُلَّ شَیۡءٍ عِلۡمًاۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ * وَكَیۡفَ أَخَافُ مَاۤ أَشۡرَكۡتُمۡ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمۡ أَشۡرَكۡتُم بِٱللَّهِ مَا لَمۡ یُنَزِّلۡ بِهِۦ عَلَیۡكُمۡ سُلۡطَـٰنࣰاۚ فَأَیُّ ٱلۡفَرِیقَیۡنِ أَحَقُّ بِٱلۡأَمۡنِۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ * ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَلَمۡ یَلۡبِسُوۤا۟ إِیمَـٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ * وَتِلۡكَ حُجَّتُنَاۤ ءَاتَیۡنَـٰهَاۤ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ عَلَىٰ قَوۡمِهِۦۚ نَرۡفَعُ دَرَجَـٰتࣲ مَّن نَّشَاۤءُۗ إِنَّ رَبَّكَ حَكِیمٌ عَلِیمࣱ

Dan kaumnya membantahnya. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (malapetaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran? Bagaimana aku takut kepada apa yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut dengan apa yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Manakah dari kedua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?” Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang Kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana, Maha Mengetahui. QS. Al-An’am: 80-83

Tafsir Al-Wajiz

Kaumnya berdebat dengannya dalam masalah tauhid dan menakut – nakutinya dengan kemurkaan tuhan – tuhan mereka. Ibrahim berkata kepada mereka: Apakah kalian hendak mendebatku dalam masalah ke-Esaan Allah dan kuasanya? Sungguh Allah telah memberiku petunjuk kepada iman terhadap-Nya (keberadaan-Nya dan ke-Esaan-Nya) maka aku tidak akan menjadi seperti kalian dalam kesesatan. Aku tidak takut terhadap apa yang kalian takut – takuti kepadaku dari tuhan – tuhan kalian. Itu hanyalah makhluk Allah, tidak dapat menimpakan bahaya dan tidak dapat memberikan manfaat kecuali dengan kehendak Rabb ku untuk menimpakannya kepadaku dengan sesuatu yang dibenci karena dosa yang aku perbuat terhadap-Nya. Maka urusan itu ada pada-Nya dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Apakah kalian tidak mengambil pelajaran dari hal ini dan tidak mengambil pelajaran dari apa yang aku jelaskan kepada kalian sehingga kalian beriman?!

Bagaimana bisa tuhan – tuhan kalian yang kalian sembah selain Allah itu menakut – nakuti padahal tuhan – tuhan itu tidak dapat menimpakan bahaya dan memberikan manfaat? Kalian pun tidak takut terhadap apa yang kalian jadikan sekutu bagi Allah. Sesuatu yang tidak diturunkan hujah yang pasti dan tidak memiliki bukti yang jelas atas kalian untuk menyembahnya. Maka golongan yang manakah (golongan orang – orang yang beriman terhadap Allah dan golongan orang -orang yang kafir terhadap Allah) yang lebih berhak untuk aman dari adzab jika kalian mengetahui hakikat – hakikat dan bukti – bukti yang shahih serta timbangan – timbangan pembeda antara yang hak dan yang batil.

Orang – orang yang berhak untuk mendapatkan rasa aman adalah kaum mu’minin yang tidak mencampurkan keimanan mereka dengan kesyirikan. Mereka itu aman dari adzab di akhirat dan mereka itu mendapatkan petunjuk kepada kebenaran. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang laki – laki dari musuh, ia telah membunuh dua orang dari kaum muslimin. Kemudian dia berkata: Apakah Islam bermanfaat bagiku (setelah ini)? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memjawab: Ya. Kemudian laki – laki itu membunuh tiga orang musuh dari sahabat – sahabatnya hingga ia terbunuh. Maka turunlah ayat ini berkenaan dengannya.

Itulah hujah Kami yang dikatakan oleh lisan Ibrahim yang Kami berikan kepadanya. Yakni Kami ilhamkan kepadanya hujah itu. Agar ia berhujah dengannya atas kaumnya dan mengalahkan mereka sehingga mereka berhenti dari berbuat syirik. Kami tinggikan orang yang Kami kehendaki dari hamba – hamba Kami derajatnya di dunia dalam kenabian, ilmu, hikmah, hidayah, dan pengetahuan akan kebenaran. Sesungguhnya Rabb mu Maha Bijaksana dalam perbuatan-Nya dan Maha Mengetahui terhadap makhluk – makhluk-Nya.

Fiqih Kehidupan dan Hukum – Hukumnya

Allah ta’ala telah mengajari Ibrahim ‘alaihissalam segala jenis hujah aqliyah yang digunakannya untuk membantah kaumnya dan membatalkan syubhat – syubhat mereka dan klaim – klaim mereka dengan dalil firman Allah ta’ala:

وَتِلۡكَ حُجَّتُنَاۤ ءَاتَیۡنَـٰهَاۤ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ

“Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim”. QS. Al-An’am: 83.

Di antaranya bahwasanya mereka itu menakut – nakutinya dengan berhala – berhala itu. Bantahan atas mereka adalah dengan perkataannya: Pada asalnya tidak ada rasa takut atasnya karena takut itu hanya ada atas yang memiliki kuasa untuk memberikan manfaat dan menimpakan bahaya, sedangkan berhala – berhala itu adalah benda mati yang tidak memiliki kuasa apa pun berupa memberikan manfaat ataupun menimpakan bahaya.

Adapun yang menimpa manusia berupa musibah – musibah maka hal itu adakalanya disebabkan oleh perbuatan dosa sehingga ia dihukum atasnya, atau bisa jadi itu adalah ujian dan cobaan dengan musibah dunia sehingga diketahui kesabaran atasnya dan kadar berpegang pada keimanan di kala sulit, atau bisa jadi itu adalah penguasaan sebagian kezhaliman atas yang lainnya sehingga kezhaliman mereka itu menjadi sebab kebinasaan mereka.

Adapun penunaian para Nabi terhadap kewajiban mereka dalam dakwah untuk menetapkan tauhid dan membatalkan kesyirikan maka hal itu tidaklah menjadi sebab untuk pantas mendapatkan hukuman dan turunnya adzab, berbeda dengan khayalan kaum musyrikin penyembah berhala, sesungguhnya penyembahan terhadap berhala itu seluruhnya bersumber dari angan – angan dan takhayul/dongeng.

Dialog dan perdebatan itu adalah terpuji jika dimaksudkan untuk penetapan agama yang benar dan jika untuk menetapkan agama yang batil maka itu adalah perbuatan tercela.

Ketika syirik terhadap Allah adalah sumber ketakutan – ketakutan dan khayalan – khayalan, maka tidak aneh kalau kaum musyrikin itu selamanya berada dalam keragu – raguan, kebingungan, dan takut hilang kuasa dan masa depannya. Adapun kaum mu’minin yang meng-Esakan Allah, mereka itu aman secara mutlak dengan syarat adanya dua sifat: yang pertama keimanan, itu adalah sempurnanya kekuatan teori, dan yang kedua tidak beriman terhadap kezhaliman, itu adalah sempurnanya kekuatan amaliyah. Yang dimaksud dengan zhalim di sini adalah kesyirikan karena syirik itu adalah kezhalimam terbesar berdasarkan firman Allah ta’ala mengisahkan kisah Lukman ketika ia berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Maksudnya di sini: Orang – orang yang beriman terhadap Allah dan tidak menetapkan sekutu bagi Allah dalam ibadah.

Adapun orang yang fasik, maka bisa jadi Allah akan mengadzabnya dan bisa jadi Allah akan mengampuninya.

Firman Allah ta’ala:

وَتِلۡكَ حُجَّتُنَاۤ ءَاتَیۡنَـٰهَاۤ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ

“Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim”. QS. Al-An’am: 83.

menunjukkan bahwa keimanan dan kekafiran itu tidak terjadi kecuali dengan penciptaan Allah ta’ala. Firman-Nya selanjutnya menegaskannya:

نَرۡفَعُ دَرَجَـٰتࣲ مَّن نَّشَاۤءُ

“Kami tinggikan derajat siapa yang Kami kehendaki.” QS. Al-An’am: 83.

Yakni bahwasanya Allah ta’ala lah yang meninggikan derajat Ibrahim dengan sebab Allah memberinya hujah.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
1. Tafsir Al-Wajiz Syaikh Wahbah Zuhaili.
2. Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *