Pada pembahasan ketiga sebelumnya telah dibahas mengenai seputar bertambah dan berkurangnya keimanan serta amal – amal sholih yang merupakan bagian dari keimanan. Pada pembahasan kali ini dibahas bahwa melaksanakan syariat seluruhnya itu adalah bagian daripada keimanan.
Mujahid berkata berkenaan dengan ayat:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ
“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama” QS. As-Syura : 13.
Yakni Aku wasiatkan kepada engkau wahai Muhammad dan juga kepada mereka para nabi, agama yang satu.
Imam as-Syafi’i dan Imam Ahmad serta yang lainnya berdalil bahwasanya amal – amal itu termasuk dalam iman dengan ayat ini:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” QS. Al-Bayyinah: 5.
As-Syafi’i berkata:
“Tidak ada pada mereka yang lebih aku butuhkan daripada ayat ini”. Al-Khollal meriwayatkannya dalam kitab As-Sunnah.
Kita beriman kepada Allah ta’ala. Kemudian Allah ta’ala mensyariatkan agama bagi kita sebagaimana dijelaskan oleh Mujahid dalam QS. As-Syura ayat 13 di atas. Dalam QS. Al-Bayyinah ayat 5 dijelaskan apa itu agama yang lurus yakni melaksanakan berbagai amal ketaatan yang disebutkan. Oleh karena itulah Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan yang lainnya memasukkan amal – amal ke dalam bagian iman.
Ibnu Abbas berkata mengenai ayat berikut ini:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” QS. Al-Ma’idah : 48.
bahwa maksudnya adalah jalan dan sunnah.
Minhaj itu adalah jalan yang terang. Syir’ah dan syari’ah adalah semakna. Syara’a (شَرَعَ) maknanya adalah menetapkan hukum.
Ibnu ‘Abbas juga berkata mengenai ayat berikut:
دُعَاؤُكُمْ
“Do’a – doa kalian”, maksudnya adalah keimanan kalian.
Hal ini berdasarkan pada firman Allah azza wajalla:
قُلْ مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلَا دُعَاؤُكُمْ
“Katakanlah (Muhammad, kepada orang-orang musyrik), “Tuhanku tidak akan mengindahkan kamu, kalau tidak karena doa – doa kalian.” QS. Al-Furqan : 77.
Allah ta’ala memberi kabar kaum kuffar bahwasanya Dia tidak mengindahkan mereka, kaum mu’minin juga tidak diindahkan bila tidak ada keimanan pada diri mereka. Penunjukkan dari dalil – dalil ini adalah bahwasanya doa adalah amal dan disebut sebagai keimanan, maka menjadi benar sebutan bahwasanya keimanan itu adalah amal.
Dikatakan juga makna do’a dalam ayat tersebut adalah ketaatan. Hadits Nu’man bin Yasir menguatkan hal ini:
أَنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ
“Sesungguhnya doa itu adalah ibadah”. Dikeluarkan oleh para pemilik kitab Sunan dengan sanad yang baik.
Dengan demikian, berbagai amal ketaatan – ketaatan itu adalah bagian daripada keimanan, baik itu amal -amal sholih seperti sholat, berzakat, berdo’a, dsb.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Disarikan dari Kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari yang ditulis oleh Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani.