Makna iman secara bahasa adalah at-tashdīq (التَّصْدِيقُ) atau membenarkan. Makna iman secara syar’i adalah membenarkan rasul pada apa saja yang ia bawa dari Rabb-nya. Ini adalah yang disepakati.
Imam al-Bukhari menyampaikan bahwa:
وَهُوَ قَوْلٌ وَفِعْلٌ وَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ
“(Iman) itu adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan dapat berkurang.
Iman itu perkataan, maksudnya adalah pengucapan dua kalimat syahadat. Iman itu perbuatan, maksudnya adalah apa saja yang termasuk dalam amal qalbu dan amal anggota badan untuk memasukkan aspek i’tiqad (keyakinan) dan ibadah. Para salaf berkata iman itu adalah keyakinan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan beramal dengan rukun -rukunnya. Maksud mereka dengan yang demikian itu bahwasanya amal – amal itu adalah syarat sempurnanya iman.
Kelompok Murji’ah mengatakan: iman itu adalah keyakinan dan ucapan saja. Kelompok Karromiyyah mengatakan: iman itu dengan ucapan saja. Kelompok Mu’tazilah mengatakan: iman itu adalah amal, ucapan, dan keyakinan. Perbedaan antara mereka dan kaum salaf adalah bahwasanya mereka menjadikan amal – amal sebagai syarat shahihnya iman sedangkan kaum salaf menjadikan amal – amal itu sebagai syarat sempurnanya iman. Semuanya ini dalam kaitannya dengan apa yang ada di sisi Allah ta’ala.
Adapun dalam kaitannya dengan apa yang ada di sisi kita, maka iman itu adalah ikrar saja. Barangsiapa yang berikrar bahwasanya ia beriman, maka berlaku atasnya hukum – hukum Islam di dunia dan ia tidak diperlakukan sebagai orang kafir kecuali bersamaan dengan itu melakukan perbuatan yang menunjukkan kepada kekafiran seperti sujud kepada berhala. Apabila perbuatannya tidak menunjukkan kepada kekafiran seperti fasik misalnya, maka barangsiapa yang menyebut adanya keimanan padanya maka itu kaitannya dengan ikrar keimanannya. Barangsiapa yang menafikan keimanan pada orang tersebut maka itu kaitannya dengan kesempurnaan keimanannya. Barangsiapa yang menyebutnya kufur maka itu kaitannya dengan perbuatannya yang melakukan amalan orang kafir. Barangsiapa yang menafikan kekufurannya maka itu kaitannya dengan hakikatnya dia memang bukan kafir hanya fasik saja. Adapun kelompok Mu’tazilah menetapkan pertengahannya yaitu orang yang fasik tidaklah mu’min dan tidak juga kafir.
Mengenai bertambah dan berkurangnya keimanan, para salaf menyampaikan bahwa keimanan itu dapat bertambah dan dapat berkurang (يَزِيدُ وَيَنْقُصُ). Banyak di antara para mutakallimun yang mengingkari hal ini. Mereka mengatakan ketika dikatakan bahwa iman itu bertambah dan berkurang maka saat itulah terdapat keraguan. Syaikh Muhyiddin berkata: pendapat yang lebih diunggulkan adalah bahwasanya at-tashdiq (pembenaran) itu dapat bertambah dan dapat berkurang dengan banyaknya berpikir dan jelasnya dalil. Oleh karena itu, imannya Abu bakar as-Shiddiq lebih kuat daripada iman selainnya dari sisi ia tidak ditimpa oleh syubhat atau keraguan. Setiap orang mengetahui bahwa apa yang ada di dalam hatinya saling berlomba – lomba. Hingga terkadang keimanannya lebih yakin, lebih ikhlas, dan lebih tawakkal daripada masa lainnya. Demikian pula dalam hal at-tashdiq (pembenaran) dan ma’rifat dengan mempertimbangkan tampaknya bukti -bukti yang jelas serta banyaknya jumlahnya.
Abdur Razzaq menyampaikan penukilan dari para salaf dalam tulisannya dari Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas, Al-Auza’i, Ibnu Juraij, Ma’mar, dan yang lainnya. Mereka itu adalah para fuqaha’ negeri di masanya. Demikian pula Abu al-Qasim al-Lalika’i dalam Kitab as-Sunnah menukil dari as-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih, Abi ‘Ubaid dan para imam – imam lainnya. Diriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Bukhari beliau berkata: aku bertemu lebih dari seribu orang laki – laki dari kalangan ulama’ negeri -negeri, aku tidak melihat salah seorang pun di antara mereka berbeda pendapat dalam hal bahwasanya iman itu perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.
Ibnu Abi Hatim dan al-Lalika’i menulis panjang lebar mengenai penukilan yang demikian itu dengan sanad – sanad yang banyak dari para sahabat, tabi’in, dan setiap orang yang berlaku atasnya ijma’ sahabat dan tabi’in. Fudhail bin Iyadh dan Waki’ menceritakannya dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Al-Hakim berkata dalam Manaqib As-Syafi’i, dari ar-Rabi’ beliau berkata: Aku mendengar as-Syafi’i berkata:
الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ ، وَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ
“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang”.
Abu Nu’aim mengeluarkan riwayat dari jalur lain dalam Tarjamah As-Syafi’i dalam al-Hilyah dari ar-Rabi’ beliau menambahkan:
يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ
“(Iman itu) bertambah dengan melaksanakan ketaatan dan berkurang dengan melaksanakan kemaksiatan”.
Berkaitan dengan ini Allah ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada).” QS. Al-Fath : 4.
وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
“Dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” QS. Al-Kahfi: 13.
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” QS. Maryam: 76.
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka dan menganugerahi ketakwaan mereka.” QS. Muhammad: 17.
وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا
“Agar orang yang beriman bertambah imannya”. QS. Al-Muddatstsir : 31.
أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَٰذِهِ إِيمَانًا ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا
“Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya.” QS. At-Taubah : 124.
فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا
“Karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka.” QS. Ali Imran: 173.
وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
“Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka.” QS. Al-Ahzab: 22.
Dari ayat – ayat tersebut, dengan tetapnya adanya iman yang bertambah, maka tetap pula bahwa ada iman yang berkurang. Sesungguhnya setiap yang dapat bertambah maka ia juga pasti dapat berkurang.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Disarikan dari Kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari yang ditulis oleh Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani.