Pelajaran Dari Kisah – Kisah Para Penduduk Negeri – Negeri

Tafsir QS. Al-A’raf: 101 – 102

Allah ta’ala berfirman:

تِلۡكَ ٱلۡقُرَىٰ نَقُصُّ عَلَیۡكَ مِنۡ أَنۢبَاۤىِٕهَاۚ وَلَقَدۡ جَاۤءَتۡهُمۡ رُسُلُهُم بِٱلۡبَیِّنَـٰتِ فَمَا كَانُوا۟ لِیُؤۡمِنُوا۟ بِمَا كَذَّبُوا۟ مِن قَبۡلُۚ كَذَ ٰ⁠لِكَ یَطۡبَعُ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِ ٱلۡكَـٰفِرِینَ * وَمَا وَجَدۡنَا لِأَكۡثَرِهِم مِّنۡ عَهۡدࣲۖ وَإِن وَجَدۡنَاۤ أَكۡثَرَهُمۡ لَفَـٰسِقِینَ

Itulah negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian kisahnya kepadamu. Rasul-rasul mereka benar-benar telah datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Tetapi mereka tidak beriman (juga) kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya. Demikianlah Allah mengunci hati orang-orang kafir. Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sebaliknya yang Kami dapati kebanyakan mereka adalah orang-orang yang benar-benar fasik. QS. Al-A’raf: 101-102.

Tafsir dan Penjelasan

Itulah negeri-negeri (تِلۡكَ ٱلۡقُرَىٰ): negerinya lima kaum yang digambarkan sebelumnya. Kami kisahkan kepadamu wahai Muhammad sebagian kisah – kisahnya bagaimana mereka dibinasakan, di dalamnya terdapat pelajaran dan nasehat bagi kaummu, pelipur lara bagimu, dan pengokohan atas dakwahmu. Sesungguhnya Allah menyampaikan secara khusus kabarnya negeri – negeri ini karena mereka itu tertipu dengan lamanya penangguhan yang disertai dengan nikmat – nikmat yang banyak, sehingga mereka menduga bahwasanya mereka itu berada di atas kebenaran. Allah ta’ala menyebutkan kisah – kisah itu sebagai peringatan bagi kaum Quraisy dan kaum – kaum lainnya yang semisal agar jangan melakukan perbuatan seperti yang mereka lakukan.

Kemudian negeri – negeri itu berada di Arab, dan penduduk Makkah menyampaikan sebagian kabar -kabarnya. Seluruhnya sama dalam hal mendustakan para Rasul dan adzab yang memusnahkan. Maka pelajaran yang dapat diambil darinya adalah satu dan oleh karenanya dipisahkan dari kisahnya Musa pada ayat yang mendatang, karena kaumnya Musa itu beriman terhadapnya sedangkan Fir’aun dan pengikutnya mendustakannya sehingga mereka diadzab.

Sebab dihukumnya kaum – kaum tersebut adalah mendustakan para Rasul meskipun telah tegak hujah – hujah atas benarnya apa yang mereka kabarkan. Kaum – kaum tersebut tidak juga beriman dengan apa yang dibawa oleh Para Rasul dengan sebab pendustaan mereka terhadap kebenaran sebelum datangnya Para Rasul itu dan apa saja yang datang kepada mereka pada permulaannya, yakni pada permulaan dakwah kepada tauhid dan ibadah kepada Allah, serta sebelum datangnya mukjizat – mukjizat. Sehingga mereka pun tetap berada di atas kondisi mereka tersebut dan tidak berbekas sama sekali tanda – tanda yang menunjukkan pada benarnya para Rasul. Atau mereka tidak juga beriman hingga akhir kehidupan mereka karena pendustaan mereka terhadapnya sejak semula para Rasul tersebut diutus. Yakni mereka itu terus menerus berada di atas pendustaan sejak datangnya para Rasul kepada mereka hingga mereka mati terikat pada kekufuran dan pembangkangan. Padahal nasehat – nasehat dan ayat – ayat terus menerus dan berulang kali disampaikan kepada mereka.

Semisal dengan orang – orang terdahulu yang telah Allah kunci hatinya dalam kekafiran, Allah pun akan mengunci hati orang – orang kafir yang telah Allah tetapkan bahwa mereka itu tidak akan beriman selama – lamanya. Ringkasnya: seperti penguncian yang keras itulah Kami kunci hati orang – orang kafir.

Pada ayat ini terdapat pelipur lara bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan pengokohan baginya atas dakwahnya. Juga kabar bahwasanya penentangan dan pembangkangan penduduk Makkah itu telah dilakukan juga oleh umat – umat di masa lampau. Maka janganlah engkau sedih atas kekafiran mereka.

Kami tidak mendapati kebanyakan umat yang telah lalu menepati janjinya. Sama saja apakah itu perjanjian fitrah yang mereka janjikan dengan Allah sedangkan mereka masih dalam tulang sulbi Adam, atau perjanjian yang bersifat syariat untuk beriman dan menunaikan beban -beban hukum, atau perjanjian yang jadi kebiasaan di masyarakat dengan menunaikan komitmen – komitmen dan menghormati akad – akad yang mereka ikat di antara mereka. Sungguh Kami dapati kebanyakan mereka itu fasik keluar dari ketaatan dan kepatuhan. Dalam ungkapan “kebanyakan” ini terdapat isyarat bahwa sebagian mereka ada yang beriman dan melaksanakan setiap perjanjian dengan Allah atau dengan manusia. Ini merupakan salah satu kecermatan Al-Qur’an dan kebenarannya.

Pelanggaran terhadap janji fitrah yang lurus yang tegak di atas ikrar ke-Esa-an Allah bahwasanya tidak ada sesembahan kecuali Dia, dan ibadah kepada selain-Nya tanpa dalil dan hujah baik syara’ maupun akal, keduanya itu merupakan pengaruh lingkungan. Terdapat hadits dalam Shahih Muslim: Allah ta’ala berfirman:

وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ

Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus semuanya, dan sesungguhnya setan – setan mendatangi mereka sehingga mereka dijauhkan dari agama mereka dan setan mengharamkan atas mereka apa saja yang Aku halalkan bagi mereka.

Di dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim) disebutkan:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

Para Rasul yang mulia dari yang pertama hingga yang terakhir telah datang dengan membawa larangan untuk melanggar fitrah yang lurus dan kesyirikan. Allah ta’ala berfirman:

وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِیۤ إِلَیۡهِ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّاۤ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku. QS. Al-Anbiya’: 25.

Allah ta’ala juga berfirman:

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِی كُلِّ أُمَّةࣲ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ

Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah Thagut” QS. An-Nahl: 36.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *