Nasikh Dan Mansukh Dalam Hadits

1. Definisi nasikh mansukh

a. Secara bahasa memiliki dua makna:
Makna pertama adalah peniadaan (الإِزَالَة), misalnya saja:

نسخت الشمس الظل

“Matahari meniadakan gelap”.

Makna kedua adalah pemindahan (النقل), misalnya saja:

نسخت الكتاب

“Kitab itu telah disalin”, ketika isinya telah dipindahkan.

Maka di sini seolah – olah yang menghapuskan (nasikh) itu meniadakan yang dihapuskan (mansukh) atau memindahkannya ke hukum yang lain.

b. Secara istilah, definisi nasikh mansukh adalah Pembuat syariat menghapuskan sebuah hukum yang ditetapkannya terdahulu dengan sebuah hukum yang lainnya.

2. Pentingnya pembahasan nasikh mansukh, kesulitannya, dan yang paling masyhur memunculkannya.

Mengetahui hadits yang menasakh (menghapus) dari hadits yang dihapusnya merupakan ilmu yang penting dan sulit. Az-Zuhri berkata:

أعيا الفقهاء وأعجزهم أن يعرفوا ناسخ الحديث من منسوخه

Mengenali nasikhul hadits (hadits yang menghapuskan) dari hadits yang dihapuskannya meletihkan dan melemahkan para fuqaha’.

Orang yang paling masyhur memunculkan pembahasan nasikh mansukh ini adalah Imam as-Syafi’i. Sungguh baginya pada pembahasan ini terdapat keutamaan yang agung dan ia merupakan orang yang terdahulu membahasnya. Imam Ahmad berkata kepada Ibnu Warah yang telah datang dari Mesir: “Engkau menulis kitab as-Syafi’i?” Ia menjawab: “Tidak”. Beliau bekata: “Engkau telah lalai; kami tidak mengetahui al-mujmal dari mufassir dan tidak pula nasikhul hadits dari yang dihapusnya hingga as-Syafi’i duduk bersama kami”.

3. Dengan apa diketahui Nasikh Mansukh tersebut?

Nasikhul hadits dapat diketahui dari mansukhnya dengan salah satu dari perkara – perkara berikut ini:

a. Dengan pernyataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: seperti hadits Buraidah dalam shahih Muslim:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا

“Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah.”

Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah:

فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ

“Berziarahlah kubur karena ia akan mengingatkan kalian akan kematian.” HR. Muslim.

b. Dengan perkataan sahabat: seperti perkataan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu:

كَانَ آخِرَ الْأَمْرَيْنِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرْكُ الْوُضُوءِ مِمَّا مَسَّتْ النَّارُ

“Salah satu dari dua hal terakhir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tidak berwudhu lagi karena memakan sesuatu yang disentuh oleh (dimasak dengan) api.” HR. An-Nasa’i.

c. Dengan mengetahui sejarah: seperti hadits  Syadad bin Aus yang bersambung hingga Rasulullah:

أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ

“Telah batal puasa orang yang membekam dan yang dibekam.” HR. Abu Dawud.

Hadits tersebut dihapus dengan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berbekam ketika sedang berihram dan juga berbekam ketika sedang berpuasa.” HR. Bukhari.

Pada sebagian jalur hadits Syadad, menunjukkan bahwa yang demikian itu terjadi pada waktu Fathu Makkah sedangkan Ibnu Abbas menemani Rasul saat Haji Wada’.

d. Penunjukkan Ijma’: seperti hadits:

إِذَا شَرِبَ الْخَمْرَ فَاجْلِدُوهُ فَإِنْ عَادَ الرَّابِعَةَ فَاقْتُلُوهُ

“Jika ia minum khamer maka cambuklah, jika ia mengulanginya lagi untuk kali keempat maka bunuhlah.” HR. Abu Dawud.

An-Nawawi berkata: “Ijma’ menunjukkan atas dihapusnya hal itu”.

Ijma’ itu tidak menghapuskan dan tidak menentukan yang dihapuskan, akan tetapi menunjukkan atas penghapusannya.

4. Tulisan yang masyhur mengenai nasikh mansukh:

a. Al-I’tibar fi an-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar, oleh Abi Bakar Muhammad bin Musa al-Hazimi.

b. An-Nasikh wa al-Mansukh, oleh Imam Ahmad.

c. Tajrid al-Ahadits al-Mansukhah, oleh Ibnu Al-Jauzi.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Mahmud Ahmad Thahhan. Taisir Musthalah al-Hadits.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *