Suatu ketika saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih di Makkah, terdapat sekelompok orang yang masuk Islam dan menunjukkan keIslaman mereka kepada Nabi. Namun ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah mereka tidak turut ikut berhijrah dan tetap bersama kaumnya. Maka pada saat terjadi perang Badar, mereka yang tidak ikut berhijrah tersebut bergabung dengan pasukan kaum kafir, di antara mereka ada yang terbunuh dalam perang tersebut dengan status sebagai pasukan kaum kafir meskipun mereka telah berIslam. Tempat mereka adalah neraka jahannam. Mereka itulah yang dimaksud oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:
(إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا)
(إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا)
(فَأُولَٰئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا)
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. QS. An-Nisa’ 97-99.
Dalam ayat tersebut, Allah ta’ala menegur orang – orang yang enggan berhijrah dan menunjukkan kepada mereka bahwa mereka sebenarnya memiliki kemampuan untuk berhijrah serta tinggal jauh dari orang – orang yang melemahkan mereka. Bahwa Allah juga tidak menerima udzur hakiki yang mereka jadikan alasan untuk tidak berhijrah sebab pada aslinya mereka mampu untuk berhijrah.
Adapun kaum yang memang lemah secara hakiki dari kalangan laki – laki, perempuan, dan anak – anak seperti Iyasy bin Abi Rabi’ah dan Salmah bin Hisyam yang didoakan oleh Rasulullah supaya selamat di Makkah, maka mereka itu harapannya adalah maaf serta ampunan dari Allah.
Terdapat beberapa sebab hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah di antaranya adalah:
1. Di Madinah memungkinkan untuk menegakkan syiar – syiar agama serta jauh dari penganiayaan agama. Maka setiap orang yang mengalami penganiayaan – penganiayaan dalam hal agama hendaknya mencari tempat yang aman, bila tidak maka ia menanggung dosa yang besar.
2. Memungkinkan untuk belajar urusan – urusan agama dan memdalami hukum – hukumnya. Maka bagi setiap muslim yang berada dalam suatu negeri yang tidak terdapat ulama’ di dalamnya yang mengajarkan hukum – hukum agama hendaknya ia hijrah ke negeri yang terdapat ulama’ yang mengajarkannya.
3. Persiapan untuk menegakkan daulah Islam dan menyebarkan dakwah Islamiyah ke seluruh bumi.
Sebab – sebab hijrahnya Nabi tersebutlah yang akhirnya dapat mengantarkan kepada fathu Makkah (dibukanya kota Makkah). Saat itu Makkah dibuka dan manusia berbondong – bondong masuk kedalam agama Allah. Para sahabat setelah itu menyebar ke negeri – negeri lain untuk mengajarkan manusia mengenai hukum – hukum agama mereka dan kekuatan kaum muslimin pun semakin bertambah. Hingga seluruh jazirah arab dibersihkan dari najisnya syirik dan berhala. Dalam kondisi demikian, terangkatlah hukum kewajiban untuk hijrah.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا
“Tidak ada lagi hijrah setelah kemenangan (Makkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat. Maka jika kalian diperintahkan berangkat berjihad, berangkatlah”. HR. Bukhari dan Muslim.
Dengan demikian ketika terdapat seruan untuk hijrah dan terdapat sebab – sebab yang mengharuskan hijrah sebagaimana disebutkan tadi, maka wajib untuk berhijrah di setiap waktu dan zaman.
Berkaitan dengan hijrah itu sendiri, Ibnu ‘Araby membaginya menjadi enam:
1. Keluar dari dar al-harb (negeri yang memerangi Islam) menuju kepada negeri Islam.
2. Keluar dari negeri bid’ah. Ibnu al-Qasim berkata: aku mendengar Malik berkata: “tidak halal bagi seseorang untuk menetap di negeri yang mencela para salaf.” Ibnu ‘Araby berkata: “Ini adalah shahih, maka sesungguhnya adalah suatu kemunkaran ketika seseorang tidak mampu mengubahnya, maka hendaknya ia pergi darinya. Allah ta’ala berfirman:
(وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ)
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” QS. Al-An’am 68.
3. Keluar dari suatu negeri yang mana keharaman adalah suatu hal yang lazim di sana. Sesungguhnya mencari yang halal itu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.
4. Melarikan diri dari hal – hal yang dapat membahayakan badan.
5. Khawatir terhadap suatu penyakit di negerinya dan keluar darinya menuju ke negeri yang jauh darinya.
6. Melarikan diri karena khawatir terhadap suatu hal yang membahayakan hartanya karena kehormatan harta seorang muslim itu seperti kehormatan darahnya.
Wallahu ‘alam bi as-showwab.