Tafsir QS. Al-A’raf: 96-100
Allah ta’ala berfirman:
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰۤ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوۡا۟ لَفَتَحۡنَا عَلَیۡهِم بَرَكَـٰتࣲ مِّنَ ٱلسَّمَاۤءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذۡنَـٰهُم بِمَا كَانُوا۟ یَكۡسِبُونَ * أَفَأَمِنَ أَهۡلُ ٱلۡقُرَىٰۤ أَن یَأۡتِیَهُم بَأۡسُنَا بَیَـٰتࣰا وَهُمۡ نَاۤىِٕمُونَ * أَوَأَمِنَ أَهۡلُ ٱلۡقُرَىٰۤ أَن یَأۡتِیَهُم بَأۡسُنَا ضُحࣰى وَهُمۡ یَلۡعَبُونَ * أَفَأَمِنُوا۟ مَكۡرَ ٱللَّهِۚ فَلَا یَأۡمَنُ مَكۡرَ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡخَـٰسِرُونَ * أَوَلَمۡ یَهۡدِ لِلَّذِینَ یَرِثُونَ ٱلۡأَرۡضَ مِنۢ بَعۡدِ أَهۡلِهَاۤ أَن لَّوۡ نَشَاۤءُ أَصَبۡنَـٰهُم بِذُنُوبِهِمۡۚ وَنَطۡبَعُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ فَهُمۡ لَا یَسۡمَعُونَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain? Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi. Atau apakah belum jelas bagi orang-orang yang mewarisi suatu negeri setelah (lenyap) penduduknya? Bahwa kalau Kami menghendaki pasti Kami siksa mereka karena dosa-dosanya; dan Kami mengunci hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran). QS. Al-A’raf: 96-100.
Tafsir dan Penjelasan
Ini adalah kabar mengenai Sunnatullah yang lain pada hamba – hamba-Nya. Sunnah itu adalah sekiranya penduduk suatu negeri beriman, seperti penduduk Makkah dan yang lainnya, mereka beriman terhadap Allah, Malaikat – Malaikat-Nya, Kitab – Kitab-Nya, Rasul – Rasul-Nya, dan hari akhir, serta menghindari apa saja yang Allah larang dan Allah haramkan berupa syirik dan berbuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan perbuatan -perbuatan yang keji dan dosa, niscaya diturunkan kepada mereka kebaikan – kebaikan yang banyak dari langit seperti hujan, dan dikeluarkan bagi mereka kebaikan dari bumi berupa tumbuh – tumbuhan dan barang tambang. Ilmu – ilmu pengetahuan dan inspirasi Ilahi pun akan Allah berikan kepada mereka untuk memahami hukum – hukum alam.
Yakni sekiranya mereka beriman niscaya Allah mudahkan bagi mereka segala kebaikan dari segala penjuru, dari atas mereka, dari bawah mereka, dari pribadi – pribadi mereka, dan dari pemikiran – pemikiran mereka.
Dalam hal ini terdapat petunjuk bahwasanya keimanan yang shahih itu menjadi sebab bagi kebahagiaan dan kemakmuran.
Akan tetapi mereka mendustakan rasul – rasul mereka. Mereka tidak beriman dan tidak bertakwa. Maka Kami hukum mereka dengan kebinasaan atas apa yang mereka perbuat berupa perbuatan – perbuatan dosa, keharaman, dan syirik yang merusak aturan hidup.
Dalam hal ini juga terdapat petunjuk bahwasanya hukuman itu adalah buah yang lazim diperoleh bagi perbuatan – perbuatan maksiat.
Kemudian Allah ta’ala mengulangi ancaman dengan adzab yang memusnahkan dan peringatan dari menyelisihi perintah – perintah-Nya serta keberanian melanggar larangan – larangan-Nya. Allah ta’ala berfirman:
أَفَأَمِنَ أَهۡلُ ٱلۡقُرَىٰۤ
Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman. QS. Al-A’raf: 97.
Kalimat ini adalah kalimat tanya yang bermakna pengingkaran atas mereka. Maksudnya adalah takjub dengan keadaan dan kelalaian mereka. Yakni apakah setelah yang demikian itu penduduk negeri yang kafir, seperti penduduk Makkah sebelumnya dan yang semisalnya, merasa aman dari turunnya adzab dan siksa terhadap mereka dalam keadaan lalai yaitu ketika tidur di malam hari?
Atau apakah mereka merasa aman atas turunnya adzab terhadap mereka pada saat mereka sibuk dan lalai yaitu ketika tengah bermain dan bersenang – senang di siang hari? Dapat dilihat bahwa tersibukkannya mereka dalam perbuatan – perbuatan yang tidak ada faidahnya itu seakan – akan itu adalah permainannya anak -anak.
Ancaman turunnya adzab terhadap mereka itu ada pada dua kondisi waktu yang lalai: yaitu pada saat tidur di malam hari dan di saat dhuha di siang hari. Sebab pada saat itulah seseorang sibuk dengan berbagai kesenangan. Makna yang dimaksud adalah: jika kalian merasa aman dengan suatu keadaan, kalian belum tentu akan aman dari keadaan yang lain.
Ar-Razi berkata: firman-Nya: “ketika mereka sedang bermain”, dapat dibawa kepada makna kesibukan dengan urusan dunia, karena urusan tersebut adalah permainan dan senda gurau semata. Bisa juga dibawa kepada makna terjunnya mereka ke dalam kekufuran. Karena yang demikian itu seperti bermain -main dalam hal aktivitas tersebut tidak membahayakan dan tidak memberi manfaat.
Kemudian Allah ta’ala mengulangi pertanyaan yang bersifat mengingkari untuk menambah celaan setelah firman-Nya:
أَفَأَمِنَ أَهۡلُ ٱلۡقُرَىٰۤ
Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman? QS. Al-A’raf: 97.
Kemudian disambung dengan:
أَفَأَمِنُوا۟ مَكۡرَ ٱللَّهِ
Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? QS. Al-A’raf: 99.
Yakni siksaan-Nya, kemurkaan-Nya, dan kuasa-Nya atas mereka. Makar Allah adalah: balasan dan hukuman-Nya atas seorang hamba tanpa ia sadari disertai dengan istidraj (jebakan berupa kelapangan rezeki padahal orang yang diberi dalam keadaan terus menerus bermaksiat pada Allah). Sesungguhnya mereka merasa aman dari makar Allah dan balasan-Nya. Sedangkan tidak ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang -orang yang merugikan dirinya sendiri. Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: Seorang mu’min melakukan ketaatan sedangkan ia merasa takut, dan orang yang fajir melakukan kemaksiatan sedangkan ia merasa aman.
Makna keseluruhan dari kedua ayat tersebut adalah: Apakah sebab mereka merasa aman itu karena adzab datang kepada mereka di waktu lalai pada malam dan siang hari? Ataukah sebab mereka merasa aman itu adalah karena kelalaian mereka terhadap makar Allah atas mereka, yakni balasan-Nya yang akan diturunkan? Jika memang demikian, sesungguhnya tidak lah merasa aman dari makar Allah kecuali kaum yang merugikan dirinya sendiri.
Setelah Allah ta’ala menjelaskan keadaan kaum kuffar yang telah Allah binasakan, Allah ta’ala kemudian menjelaskan bahwa maksud dari penyebutan kisah – kisah ini adalah diperolehnya pelajaran bagi seluruh mukallaf dalam kemaslahatan agama dan ketaatan mereka. Allah ta’ala berfirman:
أَوَلَمۡ یَهۡدِ
Atau apakah belum jelas? QS. Al-A’raf: 100.
Yakni apakah belum jelas bagi manusia, khususnya bagi kaum Quraisy yang menggantikan kaum – kaum lainnya dalam menempati bumi dan mewarisinya, setelah pembinasaan kaum yang menempatinya sebelum mereka: bahwa perlakuan Kami terhadap mereka itu sama dengan perlakuan Kami terhadap orang -orang sebelum mereka. Kalau Kami berkehendak, niscaya Kami timpakan dan Kami adzab mereka karena dosa – dosa dan amal – amal buruk yang mereka kerjakan. Sebagaimana Kami adzab kaum sebelumnya yang semisal dengan mereka, dan Kami berbuat terhadap mereka sebagaimana Kami berbuat terhadap orang – orang sebelum mereka, sehingga Kami binasakan orang – orang yang mewarisi sebagaimana Kami binasakan orang – orang yang diwarisi.
Jika mereka tidak Kami binasakan dengan adzab, Kami tutup hati – hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengarkan nasehat dan peringatan untuk merenungkannya. Mereka juga tidak akan menerima, mengambil pelajaran, dan tercegah dari nasehat dan peringatan tsb. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَمَا تُغۡنِی ٱلۡـَٔایَـٰتُ وَٱلنُّذُرُ عَن قَوۡمࣲ لَّا یُؤۡمِنُونَ
Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman. QS. Yunus: 101.
Adapun kaum yang beriman, mereka mengambil pelajaran dan memikirkan terhadap apa saja yang terjadi pada orang -orang sebelum mereka. Sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat – ayat yang sangat banyak sekali namun memiliki satu topik bahasan yang sama, di antaranya adalah:
أَفَلَمۡ یَهۡدِ لَهُمۡ كَمۡ أَهۡلَكۡنَا قَبۡلَهُم مِّنَ ٱلۡقُرُونِ یَمۡشُونَ فِی مَسَـٰكِنِهِمۡۚ إِنَّ فِی ذَ ٰلِكَ لَـَٔایَـٰتࣲ لِّأُو۟لِی ٱلنُّهَىٰ
Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (orang-orang musyrik) berapa banyak (generasi) sebelum mereka yang telah Kami binasakan, padahal mereka melewati (bekas-bekas) tempat tinggal mereka (umat-umat itu)? Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal. QS. Thaha: 128.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.