Soal: di sana terdapat sekumpulan anak – anak yang hadir ke masjid untuk belajar membaca al-Qur’an al-Karim dan hukum – hukum tajwid, hanya saja ada sebagian orang – orang yang sholat mengusir mereka dari masjid dengan alasan bahwasanya mereka mengganggu ketenangan orang – orang yang sholat. Apakah hukum bagi yang demikian itu?
Jawab: sesungguhnya metode Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berinteraksi dengan anak – anak di masjid dan selama sholat berbeda secara jelas dengan fakta interaksi kebanyakan kaum muslimin bersama dengan anak – anak di masjid. Berikut ini bagi kalian sebagian posisi yang terjadi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sebagian anak – anak hingga kita dapat belajar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kita dapat mengambil petunjuk dengan petunjuknya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
1. Dari Abdullah bin Syadad dari Bapaknya beliau berkata:
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِلٌ حَسَنًا أَوْ حُسَيْنًا فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلَاةِ فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا قَالَ أَبِي فَرَفَعْتُ رَأْسِي وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَاجِدٌ فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُودِي فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِكَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ قَالَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi kepada kami di dalam salah satu shalat ‘Isya’, ia membawa Hasan atau Husain. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke depan dan meletakkan (Hasan dan Husain), kemudian beliau bertakbir untuk shalat lalu mengerjakan shalat. Saat shalat beliau sujud lama, maka ayahku berkata, ‘Lalu aku mengangkat kepalaku, dan ternyata ada anak kecil di atas punggung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang sujud, lalu aku kembali sujud’. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, orang-orang berkata, ‘Wahai Rasulullah, saat shalat engkau memperlama sujud, hingga kami mengira bahwa ada sesuatu yang telah terjadi atau ada wahyu yang diturunkan kepadamu? ‘ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Bukan karena semua itu, tetapi cucuku (Hasan dan Husain) menjadikanku sebagai kendaraan, maka aku tidak mau membuatnya terburu-buru, (aku biarkan) hingga ia selesai dari bermainnya’.” HR. An-Nasa’i dan al-Hakim, beliau menshahihkannya. Ad-Dzahabiy juga sepakat dengannya).
2. Dari Abdullah bin Buraidah dari Bapaknya beliau berkata:
خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَقْبَلَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَلَيْهِمَا قَمِيصَانِ أَحْمَرَانِ يَعْثُرَانِ وَيَقُومَانِ فَنَزَلَ فَأَخَذَهُمَا فَصَعِدَ بِهِمَا الْمِنْبَرَ ثُمَّ قَالَ صَدَقَ اللَّهُ
{ إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ }
رَأَيْتُ هَذَيْنِ فَلَمْ أَصْبِرْ ثُمَّ أَخَذَ فِي الْخُطْبَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tengah berkhutbah di tengah-tengah kami, tiba-tiba Hasan dan Husain radhiyallahu ‘anhuma datang dengan dua baju yang berwarna merah. Keduanya lalu terjatuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turun dari mimbar dan menggendong keduanya lalu kembali ke mimbar dengan bersabda: “Maha benar Allah atas firman-Nya: ‘Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan’. (Qs. Al-Anfaal (8): 28). Aku melihat kedua anak ini terjatuh dalam kedua bajunya, maka aku tidak sabar”, kemudian beliau menahannya dalam khutbah.” HR. Abu Dawud.
3. Di dalam hadits yang lain:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَإِذَا سَجَدَ وَثَبَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ عَلَى ظَهْرِهِ، فَإِذَا مَنَعُوهُمَا أَشَارَ إِلَيْهِمْ أَنْ دَعُوهُمَا، فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَوَضَعَهُمَا فِي حِجْرِهِ،
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat, apabila beliau sujud, Hasan dan Husain menaiki punggung beliau. Ketika para sahabat ingin mencegahnya, beliau memberi isyarat agar mereka membiarkan keduanya. Seusai shalat, beliau memangku keduanya.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya).
4. Dari Abu Qatadah al-Anshariy beliau berkata:
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا
“Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengimami shalat orang-orang sambil menggendong Umamah binti Abu al-‘Ash, bayi Zainab binti Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di atas pundak beliau. Apabila beliau rukuk maka beliau meletakkan bayi itu, dan apabila beliau berdiri dari sujud maka mengembalikannya (maksudnya menggendongnya kembali).” HR. Bukhari dan Muslim.
5. Dalam riwayat yang lain dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
بَيْنَا نَحْنُ جُلُوسٌ فِي الْمَسْجِدِ إِذْ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْمِلُ أُمَامَةَ بِنْتَ أَبِي الْعَاصِ بْنِ الرَّبِيعِ وَأُمُّهَا زَيْنَبُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ صَبِيَّةٌ يَحْمِلُهَا فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ عَلَى عَاتِقِهِ يَضَعُهَا إِذَا رَكَعَ وَيُعِيدُهَا إِذَا قَامَ حَتَّى قَضَى صَلَاتَهُ يَفْعَلُ ذَلِكَ بِهَا
“Ketika kami sedang duduk-duduk di masjid, tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemui kami dengan membawa Umamah binti Abu al-Ash bin ar-Rabi’ -ibunya adalah Zainab binti Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, dan dia (Umamah) masih kecil- lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam shalat dan dia (Umamah) masih dalam gendongannya. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam meletakkannya ketika beliau ruku’ dan menggendongnya kembali ketika berdiri, hingga dia selesai shalatnya dengan melakukan hal seperti itu.” HR. An-Nasa’i.
6. Di dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
َإِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلَاةِ وَأَنَا أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ
“Saat aku shalat dan ingin memanjangkan bacaanku, tiba-tiba aku mendengar tangisan bayi sehingga aku pun memendekkan shalatku, sebab aku tahu ibunya akan susah dengan adanya tangisan tersebut.” HR. Bukhari dan Muslim.
7. Di dalam riwayat yang lain, Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ مَعَ أُمِّهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَقْرَأُ بِالسُّورَةِ الْخَفِيفَةِ أَوْ بِالسُّورَةِ الْقَصِيرَةِ
“Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar tangisan seorang anak kecil bersama ibunya, sedangkan beliau dalam keadaan shalat, lalu beliau membaca surat yang ringan atau surat yang pendek.” HR. Muslim.
8. Dalam hadits yang lain bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari meringankan shalat fajar. Ada yang bertanya, wahai Rasulullah kenapa anda meringankannya? Beliau menjawab:
سَمِعْتُ بُكَاءَ صَبِيٍّ فَظَنَنْتُ أَنَّ أُمَّهُ مَعَنَا تُصَلِّي فَأَرَدْتُ أَنْ أُفْرِغَ لَهُ أُمَّه
“Saya mendengar tangisan bayi, aku kira ibunya ikut shalat bersama kita, maka saya ingin menenangkan hati ibu terhadap bayinya.” HR. Ahmad.
9. Dari ar-Rabi’ binti al-Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha beliau berkata:
أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الْإِفْطَارِ
“Suatu pagi di hari ‘Asyura`, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim utusan ke perkampungan orang Anshar yang berada di sekitar Madinah, untuk menyampaikan pengumuman; “Siapa yang berpuasa sejak pagi hari, hendaklah ia menyempurnakan puasanya, dan siapa yang tidak berpuasa hendaklah ia puasa sejak mendengar pengumuman ini.” Semenjak itu, kami berpuasa di hari ‘Asyura`, dan kami suruh pula anak-anak kecil kami, insya Allah. Kami bawa mereka ke Masjid dan kami buatkan mereka main-mainan dari bulu. Apabila ada yang menangis minta makan, kami berikan setelah waktu berbuka tiba.” HR. Muslim.
Sebagian orang berhujah untuk mengusir anak – anak kecil dari Masjid dengan riwayat bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ ، وَمَجَانِينَكُمْ
“Jauhkanlah masjid – masjid kalian dari anak – anak kecil kalian dan orang – orang gila di antara kalian.”
Hadits tersebut adalah hadits dhaif di sisi para ulama’ dan tidak sah berdalil dengannya. Al-Bazzar berkata: tidak ada asalnya baginya; demikian juga Abdul Haq al-Isybiliy berkata. Di antara yang melemahkannya adalah al-Hafidz Ibnu Hajar, Ibnu al-Jauwziy, Al-Mundziri, al-Haitsami, dan yang lainnya. Kebanyakan orang mengira bahwa hadits ini adalah kuat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga menjadikan mereka mengusir anak – anak dari masjid – masjid dan mengingkari orang – orang yang menghadirkan anak – anaknya ke masjid, ini adalah pandangan yang tidak shahih.
Yang benar adalah bahwasanya Islam memberikan perhatian khusus kepada anak – anak dan memerintahkan bapak – bapak dan wali – walinya untuk memerintahkan anak – anak mereka sholat pada usia tujuh tahun. Sesungguhnya tempat yang benar untuk mengajari mereka sholat, membaca al-Qur’an, hukum – hukum tajwid, dan yang lainnya dari hukum – hukum syara’ adalah masjid. Ini adalah petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berinteraksi dengan anak – anak kecil di masjid, maka tidak boleh bagi seorang pun untuk mengusir anak – anak dari masjid karena mereka adalah generasi penerus masa depan. Allah ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” QS. Al-Ahzab: 21.
Maka hendaknya kita mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kami menghendaki anak – anak kami untuk menuju masjid sebagai pengganti dari hidup mereka di gang – gang dan di jalan – jalan sebagai penghalang rusaknya akhlak dan buruknya pergaulan teman.
Akan tetapi sudah seharusnya sebagai perhatian bahwa semestinya tidak menghadirkan anak – anak yang masih sangat kecil sekali ke masjid karena mereka belum dapat disiplin. Misalnya saja anak yang baru berumur setahun, dua tahun, atau tiga tahun, sebaiknya tidak dihadirkan ke masjid. Namun tidak mengapa menghadirkan anak – anak yang berusia lima, enam, atau tujuh tahun ke masjid.
Apabila terjadi bahwa sebagian anak – anak kecil mengganggu ketenangan orang – orang yang sholat di dalam masjid dengan menangis dan teriakan misalnya, maka tidak sepatutnya orang – orang yang sholat untuk meletup marah sehingga memprotes anak – anak tersebut dan ayah serta ibunya. Sungguh yang demikian itu lebih mengganggu ketenangan orang – orang yang sholat daripada mengganggunya anak – anak kecil. Sebaiknya hal itu diserahkan saja ke imam masjid untuk menangani permasalahan tersebut dengan hikmah dan meneladani manhaj Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada yang demikian itu.
Sudah sepatutnya untuk diketahui bahwa kasih sayang dan kelembutan adalah dua hal yang dituntut untuk ada pada contoh kasus ini. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya kasih sayang itu tidak akan berada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya (dengan kebaikan). Sebaliknya, jika kasih sayang itu dicabut dari sesuatu, melainkan ia akan membuatnya menjadi buruk.” HR. Muslim.
Cukuplah bagi kita suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam sebuah hadits diceritakan bahwa ada seorang Arab Badui yang masuk ke Masjid Nabawiy kemudian kencing di dalamnya. Maka para sahabat pun berteriak terhadapnya, Nabi pun menyelesaikan masalah tersebut dengan pandangan yang mencakup segala kasih sayang dan kelembutan. Kisah ini terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
“Seorang ‘Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan.” HR. Bukhari dan Muslim.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
بَيْنَمَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَامَ يَبُولُ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْ مَهْ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَمَرَ رَجُلًا مِنْ الْقَوْمِ فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ
Ketika kami berada di masjid bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba seorang Badui datang dan kencing di masjid. Maka para sahabat pun berkata; ‘tahan, tahan.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menghentikan kencingnya, biarkanlah hingga selesai kencing.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya seraya bersabda: “Sesungguhnya masjid ini tidak layak dikotori dengan air kencing atau kotoran lainnya. Ia hanya untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca al-Qur’an, ” atau sebagaimana yang dikatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Anas melanjutkan ucapannya, “Lalu beliau memerintahkan seorang sahabat untuk mengambil seember air dan mengguyurnya.” HR. Muslim.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
دَخَلَ أَعْرَابِيٌّ الْمَسْجِدَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ فَصَلَّى فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا وَلَا تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَقَدْ تَحَجَّرْتَ وَاسِعًا فَلَمْ يَلْبَثْ أَنْ بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ النَّاسُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَهْرِيقُوا عَلَيْهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ دَلْوًا مِنْ مَاءٍ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
“Seorang arab dusun masuk ke dalam masjid ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat, arab dusun itu lalu shalat. Setelah shalat ia berdo’a, “Ya Allah, sayangilah aku dan Muhammad, dan jangan engkau sayangi seorang pun bersama kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berpaling ke arahnya seraya bersabda: “Sungguh engkau telah mempersempit sesuatu yang luas.” Setelah itu ia kencing di dalam masjid hingga membuat orang-orang segera menghampirinya, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siramlah dengan seember air, ” atau beliau mengatakan: “dengan satu timba air.” Setelah itu beliau bersabda lagi: “Sesungguhnya kalian diutus dengan memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberi kesulitan.” HR. At-Tirmidzi, beliau berkata hadits ini hadits hasan shahih).
Sebagai ringkasan: bahwasanya haram mengusir anak – anak kecil dari masjid – masjid, bahkan wajib melatih mereka untuk hadir di masjid untuk mengajarkan mereka sholat, membaca al-Qur’an, dan hukum – hukum tajwid, dan hukum – hukum syara’ yang lainnya.
Dinukil dari Syaikh Hisamuddin Afanah (Ustadz Fiqih wa al-Ushul di Jami’ah al-Quds).
Rujukan:
https://ar.islamway.net/fatwa/27890/طرد-الأطفال-من-المسجد-بحجة-التشويش-على-المصلين