Mengusap kedua sepatu (sebagai pengganti membasuh kaki saat berwudlu) hukumnya boleh. Dalil bolehnya mengusap kedua sepatu adalah hadits – hadits yang sangat banyak di antaranya:
Dari Al-A’masy dari Ibrahim dari Hammam beliau berkata:
بَالَ جَرِيرٌ ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ فَقِيلَ تَفْعَلُ هَذَا فَقَالَ نَعَمْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ
“Suatu ketika Jarir kencing kemudian berwudlu dengan mengusap sepasang khufnya. Maka dikatakan kepadanya, ‘Ini yang kamu kerjakan?’ Jarir menjawab, “Ya, aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kencing, kemudian berwudlu dan mengusap sepasang khuf beliau.”(HR. Bukhari dan Muslim dengan lafadz dari Muslim).
Hasan al-Bashri berkata: ada tujuh puluh orang yang meriwayatkan tentang mengusap sepatu, secara perbuatan dan perkataan.
Mengusap sepatu boleh dengan tiga syarat:
- Mulai mengenakan sepatu setelah sempurnanya thaharah (bersuci).
Dari ‘Urwah bin Al Mughirah dari Ayahnya radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي سَفَرٍ فَقَالَ أَمَعَكَ مَاءٌ قُلْتُ نَعَمْ فَنَزَلَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَمَشَى حَتَّى تَوَارَى عَنِّي فِي سَوَادِ اللَّيْلِ ثُمَّ جَاءَ فَأَفْرَغْتُ عَلَيْهِ الْإِدَاوَةَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ مِنْ صُوفٍ فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُخْرِجَ ذِرَاعَيْهِ مِنْهَا حَتَّى أَخْرَجَهُمَا مِنْ أَسْفَلِ الْجُبَّةِ فَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ أَهْوَيْتُ لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ فَقَالَ دَعْهُمَا فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا
“Pada suatu malam saya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengadakan suatu perjalanan, lalu beliau bersabda: “Apakah kamu membawa air?” jawabku; “Ya.” Kemudian beliau turun dari kendaraannya dan berjalan hingga menjauh dariku di gelapnya malam, setelah itu beliau kembali dan akupun menuangkan air dari wadah, kemudian beliau membasuh wajahnya dan tangannya, karena beliau mengenakan jubah dari shuf (bulu domba) beliau tidak dapat mengeluarkan kedua tangan beliau, akhirnya beliau mengeluarkannya dari bawah jubahnya, kemudian beliau membasuh kedua lengannya dan mengusap kepalanya, lalu aku jongkok hendak melepas sepatunya, namun beliau bersabda: “Biarkanlah, karena aku mengenakan sepatu tersebut dalam kedaan suci.” Lalu beliau mengusapnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
- Menutup bagian kaki yang wajib dibasuh saat berwudlu.
- Memungkinkan untuk menggunakan sepatu tersebut untuk berjalan kaki.
Orang yang mukim boleh mengusap sepatu selama satu hari satu malam. Adapun musafir (orang yang dalam perjalanan), boleh mengusap sepatu selama tiga hari tiga malam.
Dari Syuraih bin Hani’ beliau berkata:
أَتَيْتُ عَائِشَةَ أَسْأَلُهَا عَنْ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فَقَالَتْ عَلَيْكَ بِابْنِ أَبِي طَالِبٍ فَسَلْهُ فَإِنَّهُ كَانَ يُسَافِرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْنَاهُ فَقَالَ جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ
“Saya mendatangi Aisyah untuk menanyakan kepadanya tentang mengusap bagian atas dua khuf. Maka dia menjawab, ‘Hendaklah kamu menanyakannya kepada Ibnu Abu Thalib, karena dia pernah bepergian bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Lalu kami bertanya kepadanya, maka dia menjawab, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjadikan waktu tiga hari dan malamnya bagi musafir (untuk mengusap khuf) dan sehari semalam bagi orang yang menetap (muqim).” (HR. Muslim).
Permulaan batas waktunya adalah ketika berhadats setelah mengenakan sepatunya. Apabila seseorang mengusap sepatu saat hadir (tidak safar) kemudian safar, atau mengusap sepatu dalam safar kemudian mukim, maka baginya menyempurnakan hukum mengusap sepatu orang yang mukim.
Mengusap sepatu menjadi batal karena tiga hal:
- Melepaskan kedua sepatunya.
- Melebihi batas waktunya.
- Seseorang mendapatkan kewajiban mandi (misal karena junub, maka otomatis tidak boleh mengusap sepatu lagi).
Dari Shafwan bin ‘Assal beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا مُسَافِرِينَ أَنْ نَمْسَحَ عَلَى خِفَافِنَا وَلَا نَنْزِعَهَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ
Bila kami dalam perjalanan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami mengusap sepatu kami, dan tidak melepasnya selama tiga hari karena buang air besar, buang air kecil, atau tidur, kecuali karena junub.” (HR. At-Tirmidzi dan an-Nasa’I dengan lafadz dari an-Nasa’i. At-Tirmidzi berkata hadits ini hadits hasan shahih).
Tambahan Materi
Cara mengusap sepatu adalah diusap bagian atasnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:
لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
Seandainya agama (Islam) itu berdasarkan hasil pikiran, niscaya bagian bawah sepatu lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya, dan sungguh saya telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap bagian atas kedua khufnya. (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Diperbolehkan mengusap kaos kaki (الجورب) dengan syarat kaos kaki tersebut terbuat dari kain yang tebal (صَفِيقًا) yang memungkinkan untuk dipakai berjalan kaki (kalau dipakai jalan lalu robek ya berarti tidak memenuhi syarat untuk bisa diusap karena mudah robek atau bolong-Pen). Ibnu Mundzir meriwayatkan bolehnya mengusap kaos kaki dari Sembilan sahabat (lihat Majmu’ an-Nawawi).
Maraji’:
al-Bugha, Dr. Musthafa Diib. At-Tadzhib fii Adillat Matan al-Ghayah wa at-Taqrib.
Al-Bugha, Dr. Musthafa Diib dkk. Al-Fiqh al-Manhaji ‘Ala Madzhab al-Imam Asy-Syafi’I Rahimahullahu ta’ala.
An-Nawawi, Yahya bin Syaraf. Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab.