Mengikuti Agama Nabi Ibrahim Dalam Tauhid, Ibadah, dan Tanggung Jawab Pribadi

Tafsir QS. Al-An’am: 161-164

Allah ta’ala berfirman:

قُلۡ إِنَّنِی هَدَىٰنِی رَبِّیۤ إِلَىٰ صِرَ ٰ⁠طࣲ مُّسۡتَقِیمࣲ دِینࣰا قِیَمࣰا مِّلَّةَ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ حَنِیفࣰاۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ *  قُلۡ إِنَّ صَلَاتِی وَنُسُكِی وَمَحۡیَایَ وَمَمَاتِی لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ *  لَا شَرِیكَ لَهُۥۖ وَبِذَ ٰ⁠لِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِینَ *  قُلۡ أَغَیۡرَ ٱللَّهِ أَبۡغِی رَبࣰّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَیۡءࣲۚ وَلَا تَكۡسِبُ كُلُّ نَفۡسٍ إِلَّا عَلَیۡهَاۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةࣱ وِزۡرَ أُخۡرَىٰۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُم مَّرۡجِعُكُمۡ فَیُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ فِیهِ تَخۡتَلِفُونَ

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik.” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” Katakanlah (Muhammad), “Apakah (patut) aku mencari tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan.” QS. Al-An’am: 161-164.

Tafsir dan Penjelasan

Allah ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, sayyidul mursalin, untuk mengabarkan nikmat yang telah Allah beri berupa hidayah kepada jalan-Nya yang lurus yang tidak ada kebengkokan serta penyimpangan di dalamnya. Jalan itu adalah agama Bapaknya, Ibrahim al-Khalil ‘alaihissalam.

Katakanlah kepada manusia seluruhnya wahai Rasul, dan diantaranya adalah kaummu: Sesungguhnya Rabb-ku telah memberiku petunjuk dan taufik kepada jalan yang lurus yang tiada kebengkokan di dalamnya. Jalan itu adalah agama yang lurus yang menyampaikan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yang tegak berdiri dengan kebenaran, yang kokoh perkara ushulnya, dan itulah yang dimaksud dalam munajat kepada Allah ta’ala:

ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَ ٰ⁠طَ ٱلۡمُسۡتَقِیمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus. QS. Al-Fatihah: 6.

Itulah agama Ibrahim al-Khalil, maka ikatkanlah diri terhadapnya, karena jalan itu menjauhkan dari seluruh jenis kesyirikan dan kesesatan kepada agama yang benar: agama tauhid. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَمَن یَرۡغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبۡرَ ٰ⁠هِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفۡسَهُۥ

Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. QS. Al-Baqarah: 130.

إِنَّ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ كَانَ أُمَّةࣰ قَانِتࣰا لِّلَّهِ حَنِیفࣰا وَلَمۡ یَكُ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ *  شَاكِرࣰا لِّأَنۡعُمِهِۚ ٱجۡتَبَىٰهُ وَهَدَىٰهُ إِلَىٰ صِرَ ٰ⁠طࣲ مُّسۡتَقِیمࣲ *  وَءَاتَیۡنَـٰهُ فِی ٱلدُّنۡیَا حَسَنَةࣰۖ وَإِنَّهُۥ فِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّـٰلِحِینَ *  ثُمَّ أَوۡحَیۡنَاۤ إِلَیۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ حَنِیفࣰاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ

Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah), dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia, dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang shalih. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik.” QS. An-Nahl: 120-123.

وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ

Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik. QS. Al-An’am: 161.

Yakni Ibrahim tidaklah termasuk orang – orang yang musyrik selama – lamanya. Sesungguhnya dia adalah orang yang beriman terhadap Allah, mengEsakan-Nya, dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.

Adapun orang yang meyakini bahwa malaikat itu adalah anak – anak Allah, atau ‘Uzair adalah anak Allah, atau ‘Isa al-Masih adalah anak Allah, mereka itu adalah kaum musyrik yang jauh dari agama Ibrahim sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَمَنۡ أَحۡسَنُ دِینࣰا مِّمَّنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنࣱ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ حَنِیفࣰاۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ خَلِیلࣰا

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya). QS. An-Nisa’: 125.

Ini adalah agama yang benar, agama yang memurnikan ibadah hanya bagi Allah saja. Dia lah yang telah mengutus seluruh para Nabi dan Rasul. Ini tentu saja bertentangan dengan yang ada pada kaum musyrik Arab dan para pemimpin Quraisy yang menggelari diri mereka sendiri sebagai orang yang lurus, mereka mendaku bahwa mereka itu berada di atas agama Ibrahim. Ini juga bertentangan dengan yang ada pada kaum ahli kitab (Yahudi dan Nashara) yang mengklaim bahwa mereka mengikuti agama Ibrahim dan mengikuti Musa dan ‘Isa. Pertentangan yang demikian itu ditunjukkan dengan dalil adanya bantahan dari Allah ta’ala atas mereka dengan firman-Nya:

مَا كَانَ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمُ یَهُودِیࣰّا وَلَا نَصۡرَانِیࣰّا وَلَـٰكِن كَانَ حَنِیفࣰا مُّسۡلِمࣰا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ

Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, Muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik. QS. Ali Imran: 67.

Oleh karena itulah sesungguhnya dakwah Islam itu adalah pertemuan seluruh para Nabi, dan itu adalah agama yang diterima di sisi Allah sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ ٱلدِّینَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَـٰمُ

Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. QS. Ali ‘Imran: 19.

وَمَن یَبۡتَغِ غَیۡرَ ٱلۡإِسۡلَـٰمِ دِینࣰا فَلَن یُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَـٰسِرِینَ

Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi. QS. Ali ‘Imran: 85.

Kemudian Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk memberi kabar kepada kaum musyrikin yang menyembah selain Allah dan menyembelih selain dengan nama-Nya: Bahwasanya dia itu bertentangan dengan mereka pada yang demikian itu, sesungguhnya shalatnya adalah bagi Allah, ibadahnya juga atas nama Allah semata tiada sekutu bagi-Nya. Semisal dengan firman-Nya ta’ala:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ

Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). QS. Al-Kautsar: 2.

Yakni murnikanlah shalatmu dan sembelihanmu hanya bagi-Nya, sesungguhnya kaum musyrikin itu menyembah berhala dan menyembelih bagi berhala itu. Maka Allah pun memerintahkan Nabinya untuk menyelisihi mereka serta memurnikan maksud, niat, azam, dan amal hanya bagi Allah ta’ala semata.

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِی وَنُسُكِی وَمَحۡیَایَ وَمَمَاتِی لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. QS. Al-An’am: 162.

Yakni sesungguhnya segala jenis shalatku, ibadahku, doa – doaku, nusuk ku yaitu ibadahku -kata nusuk (نسك) banyak digunakan dalam penyembelihan dan pelaksanaan manasik haji, umrah, dan selain keduanya- , segala yang aku datangi dalam hidupku, dan apa saja yang aku mati atasnya berupa keimanan dan amal shalih, itu semua hanyalah bagi Allah ‘azza wajalla semata. Yakni bahwasanya segala amal – amalku dan tujuan – tujuanku terbatas dalam ketaatan kepada Allah dan untuk menggapai ridha-Nya saja. Ayat ini mencakup segala amal sholih. Seorang muslim hendaknya dalam maksudnya, dalam amalnya, dan dalam setiap perbuatannya mengharapkan Allah ta’ala semata. Sama saja sepanjang kehidupannya atau apa saja yang mengikuti amal shalih setelah kematiannya. Itu semua adalah bagi Allah, kepada Allah, di jalan Allah, dan untuk mentaati Allah ta’ala.

Shalat disebutkan secara khusus meski shalat itu sudah termasuk dalam pengertian nusuk karena shalat adalah ruhnya ibadah yang dapat terkontaminasi dengan kerusakan syirik.

Kemudian, Allah itu Esa, tiada sekutu bagi-Nya pada Dzatnya, sifat-Nya, dan ketuhanan-Nya. Maka ibadah itu hanyalah bagi-Nya, pensyariatan juga hanya dari-Nya, dengan yang demikian itulah Rabb-ku memerintahkanku, dan aku adalah orang yang pertama – pertama berserah diri untuk mentaati perintah – perintah-Nya dan menjauhi larangan – larangan-Nya.

Ini adalah penetapan bagi tauhid uluhiyah, yang kemudian diikuti dengan tauhid rububiyah. Allah ta’ala berfirman:

قُلۡ أَغَیۡرَ ٱللَّهِ أَبۡغِی رَبࣰّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَیۡءࣲ

Katakanlah (Muhammad), “Apakah (patut) aku mencari tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu.” QS. Al-An’am: 164.

Yakni apakah aku akan mencari selain Allah sebagai Rabb, padahal Dia lah penguasa segala sesuatu, Dia yang menciptakannya dan mengaturnya, dan Dia adalah sumber kemanfaatan dan yang dapat menghalangi bahaya. Maka bagaimana bisa aku menjadikan makhluk yang lain sebagai Rabb bagiku?!

Selanjutnya, perbuatan apa saja yang diusahakan oleh seorang manusia, balasannya hanyalah baginya, tanpa selainnya. Seseorang tidaklah memikul dosa orang lain selama – selamanya. Setiap manusia diberi balasan sesuai dengan amalnya:

كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِینࣱ

Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya. QS. At-Thur: 21.

لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَیۡهَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡ

Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. QS. Al-Baqarah: 286.

Dan karena setiap manusia bertanggungjawab terhadap perbuatannya, apakah itu baik atau buruk, maka ia akan diberi balasan atasnya. Jika perbuatannya baik, maka balasannya adalah kebaikan, jika perbuatannya buruk, maka balasannya adalah keburukan.

Tempat kembali pada akhirnya bagi orang – orang yang menyebut diri mereka sendiri sebagai orang yang lurus itu adalah kepada Allah semata, tidak kepada yang lainnya. Dia lah yang akan mengabarkan kepada kalian perselisihan kalian dalam agama – agama dan akan memberi balasan kepada kalian atasnya sesuai dengan Ilmu-Nya dan kehendak-Nya, sebagaimana firman Allah ta’ala:

ثُمَّ إِلَیَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأَحۡكُمُ بَیۡنَكُمۡ فِیمَا كُنتُمۡ فِیهِ تَخۡتَلِفُونَ

Kemudian kepada-Ku engkau kembali, lalu Aku beri keputusan tentang apa yang kamu perselisihkan. QS. Ali Imran: 55.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *