Pokok – pokok keimanan yang pertama adalah iman kepada Allah ta’ala, malaikat – malaikat-Nya, kitab – kitab-Nya, rasul – rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruknya. Sedangkan pelaksanaan semua ketaatan kepada Allah ta’ala termasuk keseluruhan iman. Maka ketaatan adalah dalil atau hujah atas benarnya keimanan seseorang dan sebagai pondasi hukum bahwasanya seseorang itu mu’min. Allah ta’ala berfirman dalam mensifati kaum mu’minin:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ * أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” QS. Al-Anfal : 2-4.
Maka pensifatan mereka dengan sifat – sifat tersebut menjadikan mereka disebut sebagai mu’min yang sebenar – benarnya dengan sebab mereka melakukan amal – amal yang disifatkan oleh Allah. Sama saja apakah amal tersebut wajib maupun sunnah. Termasuk juga di dalamnya adalah menahan diri dari kemaksiatan karena hal itu termasuk tanda – tanda takutnya hati. Sifat – sifat yang disebutkan di dalam ayat di atas yaitu: sifat takutnya hati (takut kepada Allah), kemudian tilawah al-Qur’an, tawakkal kepada Allah, mendirikan sholat yang merupakan ibadah badaniyah, dan berinfak di jalan Allah yang merupakan ibadah maaliyah (harta), maka itu semua merupakan ketaatan – ketaatan yang akan menyempurnakan iman. Demikian juga menjauhi kemaksiatan merupakan tanda -tanda keimanan, Allah ta’ala berfirman:
وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ
“Tetapi Allah menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.” QS. Al-Hujurat : 7.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa kekafiran dan kefasikan adalah salah satu pembatal keimanan dan bahwasanya ketaatan seluruhnya adalah keimanan. Kefasikan adalah perbuatan dosa – dosa besar atau bersikeras untuk melakukan dosa – dosa kecil.
Melaksanakan sholat juga merupakan keimanan berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” QS. Al-Baqarah: 143.
Yakni sesungguhnya sholat itu adalah bagian dari iman, hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa ayat ini turun berkaitan dengan orang – orang yang telah mati sebelum arah kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka’bah sehingga selama hidupnya mereka sholat menghadap ke Baitul Maqdis.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjadikan bersuci sebagai bagian dari iman sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Malik al-Asy’ariy bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
“Bersuci adalah setengah dari iman”.
Haji, puasa, jihad, cinta dan marah karena Allah juga merupakan bagian dari iman sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Mu’awiyah bin Suwaid dari al-Bara’ secara marfu’ beliau berkata:
كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا نَتَحَدَّثُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَتَدْرُونَ أَيُّ عُرَى الإِيمَانِ أَوْثَقُ ؟ ” ، فَقَالُوا : الصَّلاةُ ، فَقَالَ : إِنَّ الصَّلاةَ لَحَسَنَةٌ ، وَمَا هِيَ بِهَا ، فَقَالُوا : الْجِهَادُ ، فَقَالَ : إِنَّ الْجِهَادَ لَحَسَنٌ ، وَمَا هُوَ بِهِ ، فَقَالُوا : الْحَجُّ ، فَقَالَ : إِنَّ الْحَجَّ لَحَسَنٌ ، وَلَيْسَ بِهِ ، فَقَالُوا : الصِّيَامُ ، فَقَالَ : الصِّيَامُ لَحَسَنٌ ، وَلَيْسَ بِهِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “أَوْثَقُ عُرَى الإِيمَانِ أَنْ تُحِبَّ لِلَّهِ ، وَتُبْغِضَ لَهُ “
“Kami pernah duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari, kami berbincang – bincang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: apakah kalian mengetahui ikatan iman apakah yang paling kuat? Maka mereka menjawab: Sholat. Beliau bersabda: sesungguhnya sholat itu baik, namun bukan itu. Mereka menjawab: jihad. Beliau bersabda: sesungguhnya jihad itu baik, namun bukan itu. Mereka menjawab: Haji. Beliau bersabda: sesungguhnya haji itu baik, namun bukan itu. Maka mereka menjawab: kalau begitu puasa. Beliau bersabda: sesungguhnya puasa itu baik, namun bukan itu. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ikatan iman yang paling kuat adalah engkau mencintai karena Allah dan engkau marah karena Allah.”
Yakni engkau mencintai agar meraih ridho Allah dan engkau marah kepada apa saja yang membuat Allah murka.
Demikian itulah poin – poin keimanan dan titik tolaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan syariat tersebut seluruhnya sebagai bagian dari keimanan dan menjadikan cinta dan marah karena Allah sebagai poin utamanya, pembukanya, atau penyaksinya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (hadits ini hadits hasan) dari Abdullah bin Yazid secara marfu’ dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَنْ أَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ وَأَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَنْكَحَ لِلَّهِ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ إِيمَانَهُ
“Barangsiapa memberi karena Allah, menahan karena Allah, marah karena Allah dan menikah karena Allah berarti sempurnalah keimanannya.”
Kesemuanya itu adalah bagian dari keimanan dan ikatan iman yang paling kuat adalah ikhlas.
Hadits yang memperjelas bahwasanya ketaatan adalah bagian dari iman adalah riwayat Ibnu Majah dari Ali radhiyallahu ‘anhu (akan tetapi sanadnya dhaif) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
َ الْإِيمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَقَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ
“Iman itu adalah pengetahuan di dalam hati, perkataan dengan lisan, dan perbuatan dengan anggota badan.”
Yakni sesungguhnya beramal dengan rukun – rukun Islam adalah amal ketaatan, sedangkan ketaatan adalah bagian dari cabang – cabang keimanan, dan melaksanakan ketaatan adalah bagian dari iman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Penjelasan bahwasanya ketaatan bagian dari keimanan adalah firman Allah azza wa jalla:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal.” QS. Al-Kahfi : 107.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa amal – amal sholeh yakni ketaatan – ketaatan adalah penolong pokok – pokok keimanan yang mengeluarkan manusia dari gelapnya kekufuran. Bahwasanya juga ketaatan – ketaatan adalah cabang keimanan. Bagian dari ketaatan misalnya saja menyingkirkan duri dari jalan, maka hal itu adalah bagian dari cabang – cabang keimanan.
Adapun ayat berikut ini:
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” QS. Al-Ashr: 3.
Ayat tersebut adalah ayat yang semisal dengan ayat sebelumnya akan tetapi Allah ta’ala menyendirikan penyebutan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran sebagai bentuk kata penyambungan khusus atas umum. Yakni menyambungkan antara dua perkara tersebut dengan amal – amal sholih sebagai tambahan dalam sanjungan dan perhatian sehubungan dengan nasehat dalam kebenaran dan kesabaran. Maka keduanya adalah termasuk amal – amal sholih. Amal – amal sholih adalah bagian dari keimanan yang menaikkan derajat manusia dan yang mengantarkan mereka dari kekufuran kepada derajat yang sempurna. Amal sholih mencakup seluruh ketaatan sebagai penambah dan penyempurna keimanan. Setiap pokok – pokok keimanan dapat menjadikan seseorang memenuhi syarat untuk masuk ke dalam surga.
Al-Hafidz al-Baihaqiy menguraikan mengenai pokok keimanan bahwasanya pokok keimanan adalah beriman kepada Allah ta’ala. Mengenai amal – amal sholih yakni ketaatan – ketaatan, juga merupakan iman kepada Allah dalam arti mengakui, mentaati, dan beribadah kepada-Nya. Demikian juga halnya dengan iman kepada Rasul, maknanya adalah mengakuinya tanpa beribadah kepadanya karena ibadah tidak boleh dilakukan oleh seseorang kepada orang lainnya kecuali hanya boleh dilakukan kepada Allah azza wa jalla.
Sebagai kesimpulan: bahwasanya pokok keimanan itu satu yaitu iman kepada Allah ta’ala yakni beriman akan keberadaan-Nya dan ke-Esaan-Nya. Pokok keimanan tersebut memiliki cabang – cabang yang akan menyempurnakan keimanan dan sebagai petunjuk akan adanya keimanan. Cabang – cabang tersebut adalah ketaatan seluruhnya baik itu perkara wajib maupun sunnah serta menahan diri dari kemaksiatan – kemaksiatan kepada Allah.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Dr. Wahbah Zuhailiy. Ushul al-Iman wa al-Islam.