Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:
أنَّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأنْصَار وَهُوَ يَعِظُ أخَاهُ في الحَيَاءِ، فَقَالَ رسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم: دَعْهُ، فَإنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الإيمَانِ. متفقٌ عَلَيْهِ.
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan melewati seorang laki-laki dari golongan kaum Anshar yang sedang menasihati saudaranya tentang sifat malu. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Biarkanlah ia, sebab sesungguhnya sifat malu itu termasuk iman.” (Muttafaq ‘alaih).
Bahasa Hadits
يَعِظُ
Menjelaskan kepadanya tentang kerugian akibat sifat malunya itu, dan tampaknya ia malu secara berlebihan.
الحَيَاء
Sifat dalam hati yang menghalangi seseorang melakukan sesuatu yang dianggapnya buruk.
دَعْهُ
Biarkan dia, jangan cegah dia, dan abaikan rasa malunya.
مِنَ الإيمَانِ
Satu bagian dari iman (merupakan salah satu sifat seorang mu’min).
Faidah Hadits
1. Keutamaan rasa malu, dan bahwa rasa malu itu adalah bagian dari kesempurnaan iman, karena rasa malu menghentikan seseorang dari berbuat maksiat dan mendorongnya untuk berbuat taat.
2. Rasa malu adalah fitrah dan insting pada manusia, tetapi ia berkembang dan bertambah dengan berakhlak, memiliki, dan terikat dengan adab syariat.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
al-Bugha, Dr. Musthafa dkk. Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhus Shalihin.