Bagaimana bila kita menjadi makmum masbuq (yaitu makmum yang datang terlambat dan mendapati imam sedang sholat) namun imam telah rukuk sebelum kita selesai membaca al-Fatihah?
Kesimpulan ringkasnya: ikut ruku’ mengikuti imam dan menghentikan bacaan al-Fatihah (dengan syarat belum membaca apapun selain al-Fatihah seperti doa istiftah dan ta’awudz)
Berikut adalah pembahasan lengkapnya seputar bacaan makmum masbuq yang disampaikan oleh Imam an-Nawawi di dalam kitabnya al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab. Wallahu ‘alam bish shawwab.
==============================================================================
Penulis kitab al-Muhadzdzab berkata:
Ketika (seorang makmum masbuq) mendapati (imam) sudah berdiri dan takut ketinggalan membaca al-Fatihah kemudian dia meninggalkan doa istiftah dan sibuk membaca al-Fatihah, karena membaca al-Fatihah adalah wajib maka janganlah sibuk dengan yang sunnah, apabila dia (makmum masbuq) telah membaca sebagian al-Fatihah kemudian imam rukuk, maka dalam hal ini ada dua pendapat:
- Makmum masbuq ikut rukuk dan meninggalkan bacaan al-Fatihah karena mengikuti imam lebih kuat. Dalam hal ini bila makmum masbuq mendapati imam sedang rukuk hilanglah kewajibannya untuk membaca al-Fatihah.
- Sudah seharusnya bagi makmum masbuq tersebut untuk menyempurnakan bacaan al-Fatihahnya karena ia telah memiliki sebagian bacaan maka sudah seharusnya ia menyempurnakannya.
Syarah:
Sahabat – sahabat kami berkata, ketika seorang masbuq datang kemudian ia mendapati imam sedang membaca surat dan ia takut bahwa imam tersebut akan rukuk sebelum ia menyelesaikan bacaan al-Fatihah, maka seharusnya ia tidak membaca doa iftitah dan ta’awudz namun bersegera membaca al-Fatihah sebagaimana yang disebutkan oleh penulis (kitab al-Muhadzdzab). Ketika makmum masbuq tersebut memiliki dugaan kuat bahwasanya ketika ia membaca doa istiftah dan ta’awudz ia tetap dapat menyempurnakan bacaan al-Fatihah maka disukai untuk membacanya.
Apabila imam telah rukuk sementara makmum masbuq masih belum selesai membaca al-Fatihah maka terdapat tiga pendapat:
(1) Menyempurnakan bacaan al-Fatihah.
(2) Ikut rukuk bersama imam dan berhenti darinya, dalil keduanya adalah apa yang telah disampaikan oleh penulis. Al-Bandanijiy berkata, pendapat kedua inilah yang merupakan nasnya (Imam Syafi’i) di dalam al-Imla’, beliau berkata ini adalah yang rajih (al-madzhab).
(3) Ini adalah pendapat yang lebih shahih dan ini adalah pendapat Syaikh Abi Zaid al-Mirwazi, al-Qoffal menshahihkannya, dan juga ulama – ulama yang muktabar (dihormati), bahwasanya ketika makmum masbuq belum membaca apapun dari doa istiftah dan ta’awudz maka ia rukuk dan berhenti meneruskan bacaan al-Fatihah. Ketika ia telah membaca sesuatu dari doa istiftah ataupun ta’awudz maka sudah seharusnya ia membaca al-Fatihah sesuai dengan kadar kemampuannya secepatnya. Ketika kami katakan padanya untuk menyempurnakan al-Fatihah (karena ia sudah membaca do’a istiftah ataupun ta’awudz) kemudian ia tertinggal untuk membacanya, maka dalam hal ini ia tertinggal karena udzur. Sehingga ia berusaha dibelakang imam untuk mengikuti imam sebagaimana sholat sendiri. Ia segera menyelesaikan bacaan al-Fatihah, kemudian rukuk, kemudian I’tidal kemudian sujud hingga menyusul imam. Udzur ketinggalan imam ini maksimal tiga rukun dan dihitung baginya satu rakaat. Apabila ketinggalan lebih dari tiga rukun maka dalam hal ini terdapat khilaf sebagaimana yang akan kami bahas insya Allahu ta’ala dalam pasal “Mengikuti Imam”. Apabila tertinggal (dari gerakan imam karena ia sudah membaca do’a istiftah dan ta’awwud misalnya) dan tidak menyempurnakan al-Fatihah bahkan rukuk secara sengaja dan sadar maka batal sholatnya karena ia meninggalkan bacaan al-Fatihah secara sengaja. Ketika kami katakan makmum masbuq rukuk bersama imam dan berhenti dari membaca al-Fatihah, maka dihitung baginya satu rakaat, apabila ia menyibukkan diri untuk menyempurnakan bacaan al-Fatihah (bahkan hingga imam I’tidal), maka hal itu adalah ketinggalan imam tanpa udzur. Ketika imam mendahuluinya dengan rukuk, kemudian makmum masbuq membaca al-Fatihah kemudian ia dapat menyusul imam tersebut saat I’tidal maka tidak dianggap ia mendapatkan satu rakaat tersebut karena ia tidak mengikuti imam dalam sebagian besarnya (tidak ikut ruku’ bersama imam). Imam al-Haramain dan para ulama menjelaskannya demikian. Lalu apakah batal sholatnya? Ketika kami katakan sesungguhnya ketertinggalan satu rukun tidak membatalkan sholat maka dalam hal ini terdapat dua pendapat sebagaimana diriwayatkan oleh al-Haramain dan yang lainnya:
(yang shahih) tidak batal sebagaimana dalam sholat selain masbuq.
(yang kedua) batal karena ia meninggalkan mengikuti imam dalam hal melewatkannya satu rakaat maka ia seperti ketinggalan satu rakaat.
Ketika kami katakan batal sholatnya maka wajib memulai kembali dan haram melanjutkannya dengan pengetahuan akan batalnya hal tersebut. Ketika kami katakan tidak batal, al-Imam mengatakan semestinya tidak perlu rukuk karena rukuk tidak dihitung baginya, akan tetapi mengikuti imam dalam turun sujud dan melakukan sebagaimana ia mendapati semuanya dan rakaat tersebut tidak dihitung baginya. Gambaran/ilustrasi masalah ini, ketika makmum masbuq tidak mendapati imam apa yang mungkin baginya untuk menyempurnakan bacaan al-Fatihah, adapun ketika ia membaca doa iftitah dan ta’awud kemudian bertasbih atau diam yang lama maka sesungguhnya ia adalah orang yang lalai tanpa adanya khilaf dan tidak ada bersamanya al-Fatihah, al-Imam menjelaskannya demikian.
==============================================================================
قال المصنف رحمه الله
* (وان أدركه القيام وخشى أن تفوته القراءة ترك دعاء الاستفتاح واشتغل بالقراة لانها فرض
فلا يشتغل عنه بالنفل فان قرأ بعض الفاتحة فركع الامام ففيه وجهان
(أحدهما)
يركع ويترك القراءة لان متابعة الامام آكد ولهذا لو أدركه راكعا سقط عنه فرض القراءة
(والثانى)
يلزمه أن يتم الفاتحة لانه لزمه بعض القراءة فلزمه اتمامها)
* (الشَّرْحُ) قَالَ أَصْحَابُنَا إذَا حَضَرَ مَسْبُوقٌ فَوَجَدَ الْإِمَامَ فِي الْقِرَاءَةِ وَخَافَ رُكُوعَهُ قَبْلَ فَرَاغِهِ من الْفَاتِحَةِ فَيَنْبَغِي أَنْ لَا يَقُولَ دُعَاءَ الِافْتِتَاحِ وَالتَّعَوُّذِ بَلْ يُبَادِرُ إلَى الْفَاتِحَةِ لِمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ وَإِنْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ أَنَّهُ إذَا قَالَ الدُّعَاءَ وَالتَّعَوُّذَ أَدْرَكَ تَمَامَ الْفَاتِحَةِ اُسْتُحِبَّ الْإِتْيَانُ بِهِمَا فَلَوْ رَكَعَ الْإِمَامُ وَهُوَ فِي أَثْنَاءِ الْفَاتِحَةِ فَثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ (أَحَدُهَا) يُتِمُّ الْفَاتِحَةَ (وَالثَّانِي) يَرْكَعُ وَيَسْقُطُ عَنْهُ قِرَاءَتُهَا وَدَلِيلُهُمَا مَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ قَالَ الْبَنْدَنِيجِيُّ هَذَا الثَّانِي هُوَ نَصُّهُ فِي الْإِمْلَاءِ قَالَ وَهُوَ الْمَذْهَبُ (وَالثَّالِثُ) وَهُوَ الْأَصَحُّ وَهُوَ قَوْلُ الشَّيْخِ أَبِي زَيْدٍ المروزى وصححه القفال والمعتبرون أَنَّهُ إنْ لَمْ يَقُلْ شَيْئًا مِنْ دُعَاءِ الِافْتِتَاحِ وَالتَّعَوُّذِ رَكَعَ وَسَقَطَ عَنْهُ بَقِيَّةُ الْفَاتِحَةِ وَإِنْ قَالَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ لَزِمَهُ أَنْ يَقْرَأَ مِنْ الْفَاتِحَةِ بِقَدْرِهِ لِتَقْصِيرِهِ بِالتَّشَاغُلِ فَإِنْ قُلْنَا عَلَيْهِ إتْمَامُ الْفَاتِحَةِ فَتَخَلَّفَ لِيَقْرَأَ كَانَ مُتَخَلِّفًا بِعُذْرٍ فَيَسْعَى خَلْفَ الْإِمَامِ عَلَى نَظْمِ صَلَاةِ نَفْسِهِ فَيُتِمُّ الْقِرَاءَةَ ثُمَّ يَرْكَعُ ثُمَّ يَعْتَدِلُ ثُمَّ يَسْجُدُ حَتَّى يَلْحَقَ الْإِمَامَ وَيُعْذَرُ فِي التَّخَلُّفِ بِثَلَاثَةِ أَرْكَانٍ مَقْصُودَةٍ وَتُحْسَبُ لَهُ رَكْعَتُهُ فَإِنْ زَادَ عَلَى ثَلَاثَةٍ فَفِيهِ خِلَافٌ سَنَذْكُرُهُ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى فِي فَصْلِ متابعة الامام فان خَالَفَ وَلَمْ يُتِمَّ الْفَاتِحَةَ بَلْ رَكَعَ عَمْدًا عَالِمًا بَطَلَتْ صَلَاتُهُ لِتَرْكِهِ الْقِرَاءَةَ عَامِدًا وَإِنْ قُلْنَا يَرْكَعُ رَكَعَ مَعَ الْإِمَامِ وَسَقَطَتْ عَنْهُ الْقِرَاءَةُ وَحُسِبَتْ لَهُ الرَّكْعَةُ فَلَوْ اشْتَغَلَ بِإِتْمَامِ الْفَاتِحَةِ كَانَ مُتَخَلِّفًا بِلَا عُذْرٍ فَإِنْ سَبَقَهُ الْإِمَامُ بِالرُّكُوعِ وَقَرَأَ هَذَا الْمَسْبُوقُ الْفَاتِحَةَ ثُمَّ لَحِقَهُ فِي الِاعْتِدَالِ لَمْ يَكُنْ مُدْرِكًا لِلرَّكْعَةِ لِأَنَّهُ لَمْ يُتَابِعْهُ فِي مُعْظَمِهَا صَرَّحَ بِهِ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْأَصْحَابُ وَهَلْ تَبْطُلُ صَلَاتُهُ إذَا قُلْنَا بِالْمَذْهَبِ إنَّ التَّخَلُّفَ بِرُكْنٍ وَاحِدٍ لَا يُبْطِلُ الصَّلَاةَ فِيهِ وَجْهَانِ حَكَاهُمَا إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَآخَرُونَ (أَصَحُّهُمَا) لَا تَبْطُلُ كَمَا فِي غَيْرِ الْمَسْبُوقِ (وَالثَّانِي) تَبْطُلُ لِأَنَّهُ تَرَكَ مُتَابَعَةَ الْإِمَامِ فِيمَا فَاتَتْ بِهِ رَكْعَةٌ فَكَانَ كَالتَّخَلُّفِ بِرَكْعَةٍ فَإِنْ قُلْنَا تَبْطُلُ وَجَبَ اسْتِئْنَافُهَا وَحُرِّمَ الِاسْتِمْرَارُ فِيهَا مَعَ الْعِلْمِ بِبُطْلَانِهَا وَإِنْ قُلْنَا لَا تَبْطُلُ قَالَ الْإِمَامُ يَنْبَغِي أَنْ لَا يَرْكَعَ لِأَنَّ الرُّكُوعَ غَيْرُ مَحْسُوبٍ لَهُ وَلَكِنْ يُتَابِعُ الْإِمَامَ فِي الْهَوَى إلَى السُّجُودِ وَيَصِيرُ كَأَنَّهُ أَدْرَكَهُ الْآنَ وَالرَّكْعَةُ غَيْرُ مَحْسُوبَةٍ لَهُ ثُمَّ صُورَةُ الْمَسْأَلَةِ إذَا لَمْ يُدْرِكْ مَعَ الْإِمَامِ مَا يُمْكِنْهُ فِيهِ إتْمَامُ الْفَاتِحَةِ فَأَمَّا إذَا أَتَى بِدُعَاءِ
الِافْتِتَاحِ وَتَعَوَّذَ ثُمَّ سَبَّحَ أَوْ سَكَتَ طَوِيلًا فَإِنَّهُ مُقَصِّرٌ بِلَا خِلَافٍ وَلَا تسقط عنه الفاتحة صرح به الامام