Tafsir QS. Al-An’am: 145-147.
Allah ta’ala berfirman:
قُل لَّاۤ أَجِدُ فِی مَاۤ أُوحِیَ إِلَیَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمࣲ یَطۡعَمُهُۥۤ إِلَّاۤ أَن یَكُونَ مَیۡتَةً أَوۡ دَمࣰا مَّسۡفُوحًا أَوۡ لَحۡمَ خِنزِیرࣲ فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ أَوۡ فِسۡقًا أُهِلَّ لِغَیۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ غَیۡرَ بَاغࣲ وَلَا عَادࣲ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ * وَعَلَى ٱلَّذِینَ هَادُوا۟ حَرَّمۡنَا كُلَّ ذِی ظُفُرࣲۖ وَمِنَ ٱلۡبَقَرِ وَٱلۡغَنَمِ حَرَّمۡنَا عَلَیۡهِمۡ شُحُومَهُمَاۤ إِلَّا مَا حَمَلَتۡ ظُهُورُهُمَاۤ أَوِ ٱلۡحَوَایَاۤ أَوۡ مَا ٱخۡتَلَطَ بِعَظۡمࣲۚ ذَ ٰلِكَ جَزَیۡنَـٰهُم بِبَغۡیِهِمۡۖ وَإِنَّا لَصَـٰدِقُونَ * فَإِن كَذَّبُوكَ فَقُل رَّبُّكُمۡ ذُو رَحۡمَةࣲ وَ ٰسِعَةࣲ وَلَا یُرَدُّ بَأۡسُهُۥ عَنِ ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡمُجۡرِمِینَ
Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi – karena semua itu kotor – atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami Mahabenar. Maka jika mereka mendustakan kamu, katakanlah, “Tuhanmu mempunyai rahmat yang luas, dan siksa-Nya kepada orang-orang yang berdosa tidak dapat dielakkan.” QS. Al-An’am: 145-147.
Sebab Turunnya Ayat QS. Al-An’am: 145
Abdun bin Humaid meriwayatkan dari Thawus beliau berkata: Sesungguhnya kaum jahiliyah dulu mengharamkan dan menghalalkan sesuatu, maka turunlah ayat:
قُل لَّاۤ أَجِدُ فِی مَاۤ أُوحِیَ إِلَیَّ مُحَرَّمًا
Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku”. QS. Al-An’am: 145.
Tafsir dan Penjelasan
Allah ta’ala menjelaskan dalam surat Makkiyah ini bahwasanya Dia tidak mengharamkan makanan kecuali empat jenis makanan. Allah membawakannya dengan bentuk pembatasan, sangat jelas bahwasanya Allah tidak mengharamkan selain keempat hal ini. Allah menegaskannya dalam Surat An-Nahl:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَیۡكُمُ ٱلۡمَیۡتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحۡمَ ٱلۡخِنزِیرِ وَمَاۤ أُهِلَّ لِغَیۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦۖ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ غَیۡرَ بَاغࣲ وَلَا عَادࣲ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah, tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. QS. An-Nahl: 115.
Kata إِنَّما (sesungguhnya) memberi faidah pembatasan. Maka dua ayat Makkiyah tersebut menunjukkan atas pembatasan makanan yang diharamkan pada keempat makanan itu saja. Demikian pula ayat Madaniyah dalam Surat Al-Baqarah menunjukkan bahwasanya Allah tidak mengharamkan kecuali empat itu saja. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَیۡكُمُ ٱلۡمَیۡتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحۡمَ ٱلۡخِنزِیرِ وَمَاۤ أُهِلَّ بِهِۦ لِغَیۡرِ ٱللَّهِ
Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. QS. Al-Baqarah: 173.
Kata إِنَّما (sesungguhnya) yang memberi faidah makna pembatasan selaras dengan firman Allah ta’ala:
قُل لَّاۤ أَجِدُ فِی مَاۤ أُوحِیَ إِلَیَّ
Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku”. QS. Al-An’am: 145.
Kemudian Allah ta’ala menyebutkan dalam Surat al-Ma’idah:
أُحِلَّتۡ لَكُم بَهِیمَةُ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ إِلَّا مَا یُتۡلَىٰ عَلَیۡكُمۡ
Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu. QS. Al-Ma’idah: 1.
Para mufassir bersepakat bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya “kecuali yang akan disebutkan kepadamu” adalah ayat setelahnya yaitu firman-Nya:
حُرِّمَتۡ عَلَیۡكُمُ ٱلۡمَیۡتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحۡمُ ٱلۡخِنزِیرِ وَمَاۤ أُهِلَّ لِغَیۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلۡمُنۡخَنِقَةُ وَٱلۡمَوۡقُوذَةُ وَٱلۡمُتَرَدِّیَةُ وَٱلنَّطِیحَةُ وَمَاۤ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّیۡتُمۡ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. QS. Al-Ma’idah: 3.
Setiap jenis ini adalah dari jenis bangkai. Allah ta’ala mengulang penyebutannya karena mereka menetapkan hukum atasnya sebagai halal. Maka telah tetaplah bahwasanya syariat itu dari permulaan hingga akhirnya tetap di atas hukum dan pembatasan ini.
Maksud dari ayat ini adalah sebagai bantahan atas kaum musyrik Arab. Sebab bila sudah kokoh bahwa tidak ada cara mengetahui yang haram dan halal kecuali melalui wahyu, dan tidak ada wahyu dari Allah ta’ala kecuali kepada Muhammad ‘alaihissholatu wassalam, dan tidak diturunkan dalam tema ini selain ayat ini dan yang semisal, maka ayat ini menguatkan penjelasan mengenai pembatasan pemgharaman hanya pada empat jenis makanan itu saja.
Makna ayat ini: Allah ta’ala memerintahkan Rasul-Nya: Wahai Muhammad katakanlah kepada orang – orang yang mengharamkan apa yang Allah rezekikan kepada mereka, dengan mengada – ada atas nama Allah: Tidak aku temukan keharaman untuk memakannya selain pada empat jenis makanan ini yaitu:
Bangkai:
Yaitu hewan yang mati tanpa disembelih secara syar’i. Hewan yang demikian itu mencakup yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, dan sejenisnya. Pengharamannya itu karena madharatnya serta menetapnya darah di dalam bangkai tersebut dimana hal itu dapat mengakibatkan keracunan dan busuk dagingnya sehingga dapat menyakiti orang yang memakannya.
Darah yang mengalir:
Yakni darah yang dialirkan dan mengalir keluar dari urat hewan yang dipotong. Ini menunjukkan bahwa yang diharamkan dari darah itu adalah yang mengalir. Ibnu Abbas berkata: “Yang dimaksud adalah apa yang keluar dari hewan ternak yang masih hidup dan apa yang keluar dari urat leher ketika disembelih. Sehingga tidak termasuk di dalamnya darah beku seperti hati dan limpa karena kebekuan keduanya. Juga tidak termasuk darah yang bercampur dengan daging di penyembelihan. Tidak termasuk juga apa yang tetap ada dalam urat berupa bagian – bagian darah. Sesungguhnya yang demikian itu semuanya bukanlah darah yang mengalir.”
Ikrimah berkata berkenaan dengan firman-Nya “atau darah yang mengalir” (QS. Al-An’am: 145): “Kalau tidak karena ayat ini niscaya manusia mencari – cari apa yang di dalam urat sebagaimana orang – orang Yahudi mencari – carinya.”
Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunannya dan diriwayatkan pula oleh al-Hakim dari Ibnu Umar:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ – أَوْ السَّمَكُ وَالجَرَادُ- وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Telah dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah: dua bangkai maksudnya ikan dan belalang, dua darah maksudnya hati dan limpa.”
Sebab diharamkannya darah yang mengalir: sebab ia mengandung berbagai macam penyakit dan mikroba karena darah itu adalah tempat yang sesuai bagi perkembangbiakan mikroba dan penyakit itu.
Daging babi:
Dan yang semisalnya seperti lemaknya dan seluruh bagian – bagian tubuhnya. Juga semisal dengan babi ini adalah anjing. Setiap yang demikian itu sama seperti bangkai dan darah, kotor dan jorok. Jiwa yang baik dan karakter yang sehat tidak menyukainya. Makanan – makanan itu juga berbahaya bagi badan.
Para ulama madzhab Syafi’i berdalil dengan firman Allah ta’ala:
فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ
“Karena semua itu kotor.” QS. Al-An’am: 145.
atas najisnya babi, berdasarkan atas kembalinya kata ganti “itu” kepada babi, karena kata babi itulah yang disebutkan paling dekat dengan kata ganti dalam kalimat “Karena semua itu kotor.”
Kefasikan:
Yaitu apa yang disembelih bagi selain Allah dan tidak disebut nama Allah atasnya. Itu adalah hewan yang digunakan untuk beribadah mendekatkan diri kepada selain Allah, disebutkan nama tuhan selain Allah pada hewan tersebut ketika menyembelihnya. Hewan itu disembelih bagi berhala atau setelah mengundi nasib dengan anak panah yakni perjudian.
Kemudian Allah ta’ala mengecualikan kondisi darurat dalam hal ini. Allah ta’ala berfirman:
…فَمَنِ ٱضۡطُرَّ
“Tetapi barangsiapa terpaksa…” QS. Al-An’am: 145.
Yakni barangsiapa dalam kondisi darurat lapar dengan sebab ketiadaan yang halal yang mendorongnya untuk memakan sesuatu yang diharamkan ini, dalam kondisi ia tidak memaksudkannya, tidak pula melewati batas darurat, maka sesungguhnya Allah akan mengampuninya dan merahmatinya sebagai bentuk mempertahankan hak hidup. Ia tidak diberi balasan karena memakan apa yang dapat digunakan untuk menyambung nafas dan menolak bahaya serta celaka dari dirinya.
Sebagai kesimpulan: Sesungguhnya tujuan dari ayat yang mulia ini adalah untuk membantah kaum musyrikin yang mengada – adakan pengharaman sesuatu atas diri mereka sendiri dengan pikiran mereka yang rusak, yang berupa hewan bahirah, saibah, washilah, ham, dan lain – lain. Maka Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk mengabarkan kepada mereka bahwasanya ia tidak mendapati pada wahyu Allah kepadanya bahwa hewan – hewan tersebut diharamkan. Sesungguhnya yang diharamkan itu empat yaitu: bangkai, darah yang mengalir, daging babi, dan hewan yang disembelih bagi selain Allah. Karena padanya terdapat bahaya secara materi maupun maknawi yang menyerang akidah dan ibadah kepada Allah. Juga karena daging – dagingnya itu busuk. Di antara tugas Nabi adalah membolehkan yang thayib dan mengharamkan yang buruk:
وَیُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّیِّبَـٰتِ وَیُحَرِّمُ عَلَیۡهِمُ ٱلۡخَبَـٰۤىِٕثَ وَیَضَعُ عَنۡهُمۡ إِصۡرَهُمۡ وَٱلۡأَغۡلَـٰلَ ٱلَّتِی كَانَتۡ عَلَیۡهِمۡۚ
Dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. QS. Al-A’raf: 157.
Akan tetapi adanya faedah pembatasan dari ayat ini (yakni QS. Al-An’am: 145) dan yang semisalnya adalah perkara yang nisbi bukan mutlak. Ayat ini dikhususkan dengan ayat – ayat dan kabar – kabar yang menunjukkan atas pengharaman selain yang empat itu, semisal firman-Nya ta’ala:
وَیُحَرِّمُ عَلَیۡهِمُ ٱلۡخَبَـٰۤىِٕثَ
Dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka. QS. Al-A’raf: 157.
Allah menetapkan haramnya setiap yang buruk – buruk lagi menjijikkan seperti najis – najis itu. Juga misalnya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shahih keduanya dari Jabir radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى يَوْمَ خَيْبَرَ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ
“Bahwa ketika perang Khaibar, Rasulullah ﷺ melarang makan daging keledai jinak”.
Juga apa yang diriwayatkan keduanya dari Abi Tsa’labah al-Khusyani:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ
“Bahwa Rasulullah ﷺ melarang makan daging binatang buas yang bertaring.”
Dalam riwayat Ibnu Abbas:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السَّبُعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
“Rasulullah ﷺ telah melarang mengkonsumsi semua binatang buas yang bertaring dan semua burung yang memiliki cakar.”
Juga sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aisyah, Hafshah, dan Ibnu ‘Umar dari sabda beliau ﷺ:
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْغُرَابُ وَالْحُدَيَّا وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Ada lima macam binatang berbahaya yang boleh dibunuh di tanah haram, yaitu: tikus, kala jengking, ular, elang dan anjing gila.”
Dalam perintah untuk membunuh hewan – hewan itu terdapat petunjuk atas keharaman memakannya, karena membunuh hewan -hewan tersebut tidak dilakukan dengan penyembelihan syar’i. Maka menjadi tetaplah bahwa hewan itu tidak dimakan. Juga sesungguhnya hewan yang boleh dimakan tidak dilarang untuk membunuhnya.
Para ulama mazhab Syafi’i juga mengkhususkan ayat itu dengan hadits yang diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:
واستخبثته العرب، فهو حرام
“Dan yang dianggap tidak baik oleh orang Arab, maka hukumnya haram”.
Menurut pendapat mereka bahwa hewan – hewan yang tidak disebutkan nash nya apakah halal atau haram, tidak diperintahkan untuk membunuhnya, dan tidak pula dilarang untuk membunuhnya, maka jika orang – orang Arab menganggapnya baik maka hewan itu halal, jika orang – orang Arab menganggapnya tidak baik maka hewan itu haram. Dalil mereka adalah firman Allah ta’ala:
وَیُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّیِّبَـٰتِ وَیُحَرِّمُ عَلَیۡهِمُ ٱلۡخَبَـٰۤىِٕثَ
“dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka.” QS. Al-A’raf: 157.
یَسۡـَٔلُونَكَ مَاذَاۤ أُحِلَّ لَهُمۡۖ قُلۡ أُحِلَّ لَكُمُ ٱلطَّیِّبَـٰتُ
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, ”Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik.” QS. Al-Ma’idah: 4.
Mereka berkata: yang dimaksud dengan yang baik – baik di sini bukanlah halal, jika maknanya adalah halal maka menjadi tidak bermakna karena kalimatnya menjadi: “dihalalkan bagi kalian yang halal”. Sesungguhnya maksud dari yang baik – baik adalah apa saja yang dianggap baik oleh orang Arab, sedangkan maksud dari yang buruk – buruk adalah apa yang dianggap tidak baik oleh orang Arab. Yang dapat dijadikan pertimbangan pada yang demikian itu adalah kebiasaan umum mereka dalam menganggap baik dan buruk, bukan kebiasaan yang khusus karena hal itu dapat mengarahkan pada berbeda – bedanya hukum – hukum halal dan haram.
Sementara itu banyak juga dari para salaf yang berhujah dengan zhahirnya ayat itu. Mereka membolehkan apa saja selain yang disebutkan dalam ayat itu. Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau ditanya mengenai memakan landak, maka beliau pun membaca ayat itu.
Ibnu Abu Hatim dan yang lainnya meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari ‘Aisyah bahwasanya ketika beliau ditanya mengenai memakan binatang buas yang bertaring dan semua burung yang bercakar beliau menjawab: “Katakanlah, “Tidak kudapati….” hingga akhir ayat QS. Al-An’am: 145.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya beliau berkata: Tidak termasuk binatang yang haram kecuali yang telah Allah haramkan dalam Kitab-Nya: “Katakanlah, “Tidak kudapati….” hingga akhir ayat QS. Al-An’am: 145.
Firman Allah subhanahu: “sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya” QS. Al-An’am: 145, dijadikan dalil bahwasanya yang diharamkan dari bangkai itu adalah yang dapat dimakan. Maka tidak termasuk di dalamnya kulit yang disamak, rambutnya, dan yang semisalnya. Sungguh Nabi ﷺ telah memahami yang demikian itu dari kalimat yang mulia. Ahmad dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas beliau berkata:
مَاتَتْ شَاةٌ لِسَوْدَةَ بِنْتِ زَمْعَةَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَاتَتْ فُلَانَةُ يَعْنِي الشَّاةَ فَقَالَ فَلَوْلَا أَخَذْتُمْ مَسْكَهَا فَقَالَتْ نَأْخُذُ مَسْكَ شَاةٍ قَدْ مَاتَتْ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { قُلْ لَا أَجِدُ فِيمَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ } فَإِنَّكُمْ لَا تَطْعَمُونَهُ إِنْ تَدْبُغُوهُ فَتَنْتَفِعُوا بِهِ
Seekor kambing milik Saudah binti Zam’ah mati, lalu ia berkata; Ya Rasulullah, si fulanah telah mati, maksudnya kambing. Beliau pun bersabda, “Mengapa kalian tidak mengambil kulitnya?” ia berkata; Kami mengambil kulit kambing yang telah mati? Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, atau daging babi’ (QS. Al-An’am 145), Sedangkan kalian tidak memakannya. Bila kalian menyamaknya maka kalian bisa memanfaatkannya.”
Kemudian Allah subhanahu mengabarkan apa yang Dia haramkan atas Bani Israil secara khusus, yang merupakan hukuman bagi mereka, sebagai perbandingan terhadap apa yang Dia syariatkan di dalam Al-Qur’an bagi kaum muslimin. Allah ta’ala berfirman:
وَعَلَى ٱلَّذِینَ هَادُوا۟ حَرَّمۡنَا كُلَّ ذِی ظُفُرࣲۖ وَمِنَ ٱلۡبَقَرِ وَٱلۡغَنَمِ حَرَّمۡنَا عَلَیۡهِمۡ شُحُومَهُمَاۤ إِلَّا مَا حَمَلَتۡ ظُهُورُهُمَاۤ أَوِ ٱلۡحَوَایَاۤ أَوۡ مَا ٱخۡتَلَطَ بِعَظۡمࣲۚ ذَ ٰلِكَ جَزَیۡنَـٰهُم بِبَغۡیِهِمۡۖ وَإِنَّا لَصَـٰدِقُونَ
Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami Mahabenar. QS. Al-An’am: 146.
Yakni Kami haramkan atas Kaum Yahudi tanpa selain mereka semua hewan yang berkuku: yaitu setiap hewan ternak dan burung -burung yang jari – jarinya tidak terbuka atau tidak terbelah seperti unta, burung unta, angsa, dan itik sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Sa’id bin Jubair.
Dan Kami haramkan kepada mereka kelebihan lemak sapi dan domba yang dapat diambil dengan mudah karena tidak bercampur dengan daging dan tulangnya yaitu lemak yang ada pada perut dan pinggang saja. Adapun lemak punggung dan ekor maka itu adalah halal berdasarkan firman-Nya ta’ala: “kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya”. Dikecualikan juga lemak yang bercampur dengan tulang dalam hal ini. Lemak ini semua Kami halalkan bagi mereka.
Pengharaman yang demikian itu adalah disebabkan oleh kedurhakaan mereka dan sebagai hukuman bagi mereka karena telah membunuh para Nabi tanpa hak, berpaling dari jalan Allah, mengambil riba, dan penghalalan mereka dalam mengambil harta manusia dengan jalan yang batil. Penyebutan hal ini adalah penyangkalan atas perkataan kaum Yahudi: ‘Sesungguhnya Allah tidak mengharamkan atas kami sesuatupun, dan sesungguhnya kami haramkan atas diri kami apa yang Israil haramkan atas dirinya sendiri.
Manakala berita perihal hukum Allah atas kaum Yahudi ini ada pada masa lalu, tidak ada seorang pun yang memiliki ilmunya, dan sebagai bantahan atas perkataan mereka: ‘Tidak ada yang diharamkan atas kami sesuatupun’, Allah ta’ala berfirman: “Dan sungguh, Kami Mahabenar.” QS. Al-An’am: 146.
At-Thabari berkata: Yakni Kami Mahabenar dalam kabar yang Kami sampaikan mengenai pengharaman yang demikian itu atas mereka, tidak sebagaimana klaim mereka bahwasanya Israil lah yang mengharamkannya atas dirinya sendiri, dan siapakah yang lebih benar daripada perkataan Allah. Ibnu Katsir berkata: Yakni sesungguhnya Kami itu adil dalam memberi balasan mereka dengannya.
Jika mereka mendustakanmu setelah ini wahai Muhammad, yakni kaum Yahudi, sebagaimana dikatakan oleh Mujahid dan as-Suddi, atau kaum Musyrik Makkah. Yang benar adalah: Jika orang – orang yang menyelisihimu dari kalangan kaum musyrikin dan Yahudi dan yang menyerupai mereka mendustakanmu dalam kenabian dan risalah wahai Muhammad, serta mendustakanmu dalam penyampaian hukum -hukum itu, maka katakanlah:
رَّبُّكُمۡ ذُو رَحۡمَةࣲ وَ ٰسِعَةࣲ
“Tuhanmu mempunyai rahmat yang luas”. QS. Al-An’am: 147.
Ini adalah motivasi bagi mereka dalam mencari rahmat Allah yang luas dan mengikuti Rasul-Nya.
وَلَا یُرَدُّ بَأۡسُهُۥ عَنِ ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡمُجۡرِمِینَ
“Dan siksa-Nya kepada orang-orang yang berdosa tidak dapat dielakkan.” QS. Al-An’am: 147.
Yakni adzab-Nya tidak dapat dielakkan dari setiap orang yang berdosa. Ini adalah ancaman bagi mereka atas penentangan mereka terhadap Rasul penutup para Nabi ﷺ.
Banyak sekali ayat dalam Al-Qur’an yang mana Allah ta’ala hubungkan antara targhib (motivasi) dan tarhib (ancaman), sebagaimana firman Allah ta’ala dalam akhir surat ini:
إِنَّ رَبَّكَ سَرِیعُ ٱلۡعِقَابِ وَإِنَّهُۥ لَغَفُورࣱ رَّحِیمُۢ
Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. QS. Al-An’am: 165.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.