Larangan Mencaci Berhala

Tags:

Tafsir QS. Al-An’am: 108-110

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِینَ یَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَیَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدۡوَۢا بِغَیۡرِ عِلۡمࣲۗ كَذَ ٰ⁠لِكَ زَیَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمۡ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرۡجِعُهُمۡ فَیُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ *  وَأَقۡسَمُوا۟ بِٱللَّهِ جَهۡدَ أَیۡمَـٰنِهِمۡ لَىِٕن جَاۤءَتۡهُمۡ ءَایَةࣱ لَّیُؤۡمِنُنَّ بِهَاۚ قُلۡ إِنَّمَا ٱلۡـَٔایَـٰتُ عِندَ ٱللَّهِۖ وَمَا یُشۡعِرُكُمۡ أَنَّهَاۤ إِذَا جَاۤءَتۡ لَا یُؤۡمِنُونَ *  وَنُقَلِّبُ أَفۡـِٔدَتَهُمۡ وَأَبۡصَـٰرَهُمۡ كَمَا لَمۡ یُؤۡمِنُوا۟ بِهِۦۤ أَوَّلَ مَرَّةࣲ وَنَذَرُهُمۡ فِی طُغۡیَـٰنِهِمۡ یَعۡمَهُونَ

Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa jika datang suatu mukjizat kepada mereka, pastilah mereka akan beriman kepada-Nya. Katakanlah, “Mukjizat-mukjizat itu hanya ada pada sisi Allah.” Dan tahukah kamu, bahwa apabila mukjizat (ayat-ayat) datang, mereka tidak juga akan beriman. Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan. QS. Al-An’am: 108-110.

Tafsir Al-Wajiz

Wahai kaum mu’minin, janganlah memaki tuhan – tuhan (berhala – berhala) kaum musyrikin agar mereka tidak memaki Allah dengan melampaui batas dan aniaya karena kebodohan mereka terhadap Allah dan kebodohan mereka akan kewajiban untuk mengagungkan dan menyucikan-Nya. Sebagaimana Kami jadikan kaum musyrik itu menganggap baik ibadah kepada berhala – berhala itu, Kami jadikan juga setiap umat menganggap baik amal – amal mereka berupa kebaikan dan keburukan. Hingga mereka mendatangi-Nya dan kembali seluruhnya kepada Allah di akhirat. Maka Allah pun memberitahu mereka tentang apa yang mereka kerjakan di dunia dan memberi mereka balasan terhadapnya.

Kaum kafir Makkah bersumpah dengan sebenar – benar sumpah dan menguatkan sumpah mereka, jika datang mu’jizat kepada mereka dengan apa yang mereka tawarkan, niscaya mereka akan membenarkannya dan membenarkan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah. Katakanlah kepada mereka wahai Nabi: Sesungguhnya tempat kembali tanda – tanda ini adalah kepada Allah, dan Dia Maha Kuasa atasnya. Jika Dia menghendaki, Dia mendatangkannya kepada kalian atau Dia tidak menurunkannya. Kalian wahai kaum mu’min tidak mengetahui bahwasanya mereka akan beriman jika datang mu’jizat kepada mereka. Sesungguhnya mereka tidak akan beriman pada kenyataannya.

Tahukah kamu bahwasanya jikapun datang juga ayat – ayat itu, Kami palingkan hati mereka dengan pikiran yang batil, dan Kami palingkan pandangan mereka dalam sangkaan khayalan sehingga mereka tidak beriman terhadapnya, sebagaimana mereka tidak beriman terhadap al-Qur’an ketika Rasul menyeru mereka untuk beriman terhadapnya. Kami tinggalkan mereka dalam kesesatan mereka.

Fiqih Kehidupan dan Hukum – Hukumnya

Kaum mu’minin dilarang untuk mengikuti kaum kafir, saling berbalas cacian, makian, dan kejelekan – kejelekan untuk menutup dan mencegah terjadinya kerusakan. Meskipun di sana ada maslahat yang diharapkan dan berniat untuk mendapatkan pahala. Yang demikian itu lemah dan kecil di hadapan dosa besar memaki Allah, dan tentu saja kerusakannya lebih banyak. Dalam hal ini terdapat pendidikan akhlak, keagungan iman,  dan menjauhkan diri dari mengikuti orang – orang yang bodoh yang tidak tahu akan hakikat – hakikat dan kosong hatinya dari mengenal Allah dan pensucian-Nya.

Hukum ayat ini – sebagaimana disebutkan oleh para ulama’ – tetap seperti ini pada umat di setiap keadaan. Maka manakala seorang kafir dalam keadaan kuat dan tidak tunduk kepada penguasa Islam dan muslimin, dan ada ketakutan bahwasanya ia akan memaki Islam, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, atau Allah ‘azza wa jalla, tidak halal bagi seorang muslim pun untuk mencaci tanda salib mereka, agama mereka, dan gereja – gereja mereka. Juga tidak boleh memperlakukan mereka dengan perlakuan yang dapat mengarahkan kepada yang demikian itu karena perbuatan itu mendorong kepada terjadinya kemaksiatan.

Ini termasuk salah satu jenis perdamaian dan dalil atas wajibnya hukum سَدُّ الذَّرَائِعِ (melarang sarana-sarana, yang zahir-nya mubah namun dapat menjadi sarana kepada keharaman, untuk mencegah kerusakan dan menolaknya). Ayat ini juga merupakan dalil bahwa yang benar itu dapat tertahan dari haknya ketika mendorong kepada kerusakan dalam agama.

Termasuk makna ini adalah apa yang diriwayatkan dari Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata: Jangan memutuskan keputusan di antara karib kerabat yang membuat putusnya hubungan kekerabatan. Ibnu Arabi berkata: Jika suatu kebenaran itu adalah wajib hukumnya, maka tetap dilaksanakan di setiap keadaan, jika kebenaran itu boleh – boleh saja hukumnya, maka padanya berlaku perkataan ini.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan penunjukkan ayat ini sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud dari Abdullah bin Amru:

إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ

“Sesungguhnya termasuk dari dosa besar adalah seseorang melaknat kedua orang tuanya sendiri, ” beliau ditanya; “Kenapa hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Seseorang mencela (melaknat) ayah orang lain, kemudian orang tersebut membalas mencela ayah dan ibu orang yang pertama.”

Ibnu Arabi berkata: Maka Allah ta’ala memcegah seseorang di dalam kitab-Nya untuk melakukan perbuatan yang boleh – boleh saja dilakukan namun mengarahkan kepada perbuatan yang terlarang. Dengan ini para pengikut madzhab Maliki berpegang pada (سد الذرائع) Sadd adz-darai’ yaitu mengikat perkara yang jaiz (boleh – boleh saja dilakukan) pada zhahirnya yang mungkin menjadi wasilah kepada perbuatan yang terlarang.

Adapun kaum musyrikin para pembakang itu atau selainnya, mereka tidak akan beriman bagaimanapun juga tanda – tanda itu datang kepada mereka. Kaum musyrikin Quraisy telah menuntut Rasul akan adanya mukjizat yang bersifat materi dan bersumpah bahwasanya kalau mukjizat itu dinampakkan mereka akan beriman. Maka Allah ta’ala menjelaskan bahwasanya meskipun mereka bersumpah atas yang demikian itu, Allah ta’ala Maha Tahu kalaulah dinampakkan pun mereka tetap tidak akan beriman.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
1. Tafsir Al-Wajiz Syaikh Wahbah Zuhaili.
2. Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *