Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
دَخَلْتُ عَلَى النَّبيِّ – صلى الله عليه وسلم – أنَا وَرَجُلانِ مِنْ بَنِي عَمِّي، فَقَالَ أحَدُهُمَا: يَا رسول الله، أمِّرْنَا عَلَى بَعْض مَا ولاَّكَ اللهُ – عز وجل – وقال الآخَرُ مِثلَ ذَلِكَ، فَقَالَ: «إنَّا وَاللهِ لاَ نُوَلِّي هَذَا العَمَلَ أَحَدًا سَألَهُ، أَوْ أحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ». متفقٌ عَلَيْهِ.
“Aku masuk ke tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersama dua orang dari keponakanku. Salah seorang darinya berkata, “Ya Rasulullah, berikanlah kepada kami jabatan sebagai amir untuk memerintah sebagian daerah yang dikuasakan oleh Allah kepadamu. Dan yang lain juga berkata demikian. Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya kami ini, demi Allah, tidak akan memberikan kekuasaan jabatan kepada seseorang yang memintanya atau seseorang yang berambisi terhadapnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Bahasa Hadits
بَنِي عَمِّي
Bani pamanku, yaitu kaum al-Asy’ari.
أمِّرْنَا
Jadikanlah kami sebagai amir.
هَذَا العَمَلَ
Pekerjaan ini, maksudnya kepemimpinan atas umat Islam.
حَرَصَ عَلَيْهِ
Berambisi terhadapnya: menginginkannya dan menaruh perhatian yang sangat terhadapnya.
Faidah Hadits
1. Tidak boleh menyerahkan kewenangan kepada orang yang meminta jabatan atau berambisi terhadapnya, karena hal itu mengesankan bahwa ia menginginkannya karena untuk kepentingan dirinya, bukan untuk maslahat umum, dan hal itu membahayakan bagi umat.
2. Para penguasa tidak boleh menyerahkan suatu jabatan kepada seseorang kecuali ia memiliki kompetensi.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
al-Bugha, Dr. Musthafa dkk. Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhus Shalihin.