Tafsir QS. Al-A’raf: 156-157.
وَٱكۡتُبۡ لَنَا فِی هَـٰذِهِ ٱلدُّنۡیَا حَسَنَةࣰ وَفِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ إِنَّا هُدۡنَاۤ إِلَیۡكَۚ قَالَ عَذَابِیۤ أُصِیبُ بِهِۦ مَنۡ أَشَاۤءُۖ وَرَحۡمَتِی وَسِعَتۡ كُلَّ شَیۡءࣲۚ فَسَأَكۡتُبُهَا لِلَّذِینَ یَتَّقُونَ وَیُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلَّذِینَ هُم بِـَٔایَـٰتِنَا یُؤۡمِنُونَ * ٱلَّذِینَ یَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِیَّ ٱلۡأُمِّیَّ ٱلَّذِی یَجِدُونَهُۥ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِی ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِیلِ یَأۡمُرُهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَیَنۡهَىٰهُمۡ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَیُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّیِّبَـٰتِ وَیُحَرِّمُ عَلَیۡهِمُ ٱلۡخَبَـٰۤىِٕثَ وَیَضَعُ عَنۡهُمۡ إِصۡرَهُمۡ وَٱلۡأَغۡلَـٰلَ ٱلَّتِی كَانَتۡ عَلَیۡهِمۡۚ فَٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلنُّورَ ٱلَّذِیۤ أُنزِلَ مَعَهُۥۤ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Dan tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini dan di akhirat. Sungguh, kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.” (Allah) berfirman, “Siksa-Ku akan Aku sampaikan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān), mereka itulah orang-orang yang beruntung. QS. Al-A’raf: 156-157.
Tafsir dan Penjelasan
Ini adalah lanjutan doa Musa ‘alaihissalam ketika menyaksikan gempa sebagaimana disebutkan dalam ayat sebelumnya. Beliau menyatakan sebelumnya bahwa tidak ada pemimpin kecuali Allah dengan perkataannya:
أَنتَ وَلِیُّنَا
Engkaulah pemimpin kami. QS. Al-A’raf: 155.
Yang diharapkan dari pemimpin dan penolong itu ada dua: menolak bahaya dan mendapatkan manfaat. Manakala menolak bahaya itu didahulukan atas mendapatkan manfaat, beliau memulainya dengan meminta ditolaknya bahaya, Nabi Musa berkata:
فَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَا
Maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat. QS. Al-A’raf: 155.
Kemudian beliau melanjutkannya dengan meminta diperolehnya manfaat dengan perkataannya:
وَٱكۡتُبۡ لَنَا
Dan tetapkanlah untuk kami. QS. Al-A’raf: 156.
Yakni tetapkanlah dan kukuhkanlah bagi kami keutamaan dan rahmat-Mu, kehidupan yang baik di dunia dengan nikmat sehat wal-‘afiyat, rizki yang luas, taufiq dalam amal, dan merdeka dalam urusan – urusan secara umum, serta ganjaran yang baik di akhirat dengan masuk ke dalam surga-Mu, memperoleh kemenangan dengan ridho-Mu, dan curahan melimpah kebaikan-Mu. Yang demikian itu sebagaimana firman-Nya ta’ala:
رَبَّنَاۤ ءَاتِنَا فِی ٱلدُّنۡیَا حَسَنَةࣰ وَفِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ حَسَنَةࣰ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat”. QS. Al-Baqarah: 201.
Kemudian lanjutan doa Nabi Musa:
إِنَّا هُدۡنَاۤ إِلَیۡكَۚ
“Sungguh, kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.” QS. Al-A’raf: 156.
Yakni Kami bertaubat dan kembali kepada-Mu. Kami menyesali permintaan kaum kami berupa menjadikan anak sapi sebagai tuhan dan menyembahnya, kemudian meminta melihat Allah dengan nyata, dan yang semisal dengan itu yang merupakan perbuatan orang – orang yang bodoh. Kami kembali kepada keimanan yang dibarengi dengan amal.
Allah berfirman:
عَذَابِیۤ أُصِیبُ بِهِۦ مَنۡ أَشَاۤءُۖ
“Siksa-Ku akan Aku sampaikan kepada siapa yang Aku kehendaki”. QS. Al-A’raf: 156.
Yakni dari kalangan orang – orang yang kafir dan durhaka. Adapun rahmat-Ku, sungguh rahmat-Ku itu meliputi segala sesuatu di alam raya ini. Adzab itu berasal dari sifat adil, akan tetapi rahmat itu lebih luas. Kalaulah rahmat itu tidak luas, niscaya binasalah orang – orang yang kafir dan orang – orang yang durhaka itu karena kekufuran dan kedurhakaan mereka. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَلَوۡ یُؤَاخِذُ ٱللَّهُ ٱلنَّاسَ بِمَا كَسَبُوا۟ مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهۡرِهَا مِن دَاۤبَّةࣲ
Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini. QS. Fathir: 45.
Allah ta’ala juga berfirman:
وَرَبُّكَ ٱلۡغَفُورُ ذُو ٱلرَّحۡمَةِۖ لَوۡ یُؤَاخِذُهُم بِمَا كَسَبُوا۟ لَعَجَّلَ لَهُمُ ٱلۡعَذَابَۚ بَل لَّهُم مَّوۡعِدࣱ لَّن یَجِدُوا۟ مِن دُونِهِۦ مَوۡىِٕلࣰا
Dan Tuhanmu Maha Pengampun, memiliki kasih sayang. Jika Dia hendak menyiksa mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan siksa bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu tertentu (untuk mendapat siksa) yang mereka tidak akan menemukan tempat berlindung dari-Nya. QS. Al-Kahfi: 58.
Maksud dari ayat adzab di sini: Bahwasanya Aku melakukan apa yang Aku kehendaki dan memutuskan apa yang Aku kehendaki. Bagi-Ku hikmah dan keadilan pada setiap yang demikian itu. Kemudian digabungkan yang demikian itu dengan yang menenangkan para hamba yaitu bahwasanya rahmat-Nya itu mendahului kemarahan-Nya. Rahmat-Nya lebih luas daripadanya. Ayat yang agung ini bersifat umum sebagaimana firman-Nya ta’ala mengenai para malaikat yang membawa arsy dan para malaikat yang ada disekitar mereka bahwasanya mereka berkata:
رَبَّنَا وَسِعۡتَ كُلَّ شَیۡءࣲ رَّحۡمَةࣰ وَعِلۡمࣰا
“Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu”. QS. Ghafir: 7.
Kemudian Allah ta’ala menggambarkan orang yang berhak mendapatkan rahmat dan menyebutkan orang yang dikokohkan: mereka adalah orang – orang yang disifati dengan sifat – sifat ini dan mereka adalah ummat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yakni:
1. Orang – orang yang menghindari kesyirikan dan kemaksiatan atau dosa – dosa.
2. Orang – orang yang menunaikan zakat yang dengannya menyucikan jiwa – jiwa mereka. Zakat itu mencakup zakat jiwa dan zakat harta. Zakat disebutkan secara khusus untuk mengobati sakitnya orang yang materialistik lagi pragmatis, mereka itu adalah kaum Yahudi dan yang semisal. Juga karena jiwa – jiwa itu pada umumnya adalah kikir terhadapnya.
3. Orang – orang yang beriman, yakni mereka yang membenarkan ayat – ayat Kami yang menunjukkan pada ke-Esa-an Kami, lengkapnya syariat Kami, keagungan syariat Kami, dan kepantasan syariat Kami untuk diamalkan dan diterapkan, serta membenarkan Rasul – Rasul Kami.
Mereka itu yang disifati dengan tiga sifat – sifat ini adalah mereka yang mengikuti agamanya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan itu adalah sifat beliau dalam kitab – kitab para Nabi. Mereka memberi umat – umat mereka berita gembira dengan diutusnya beliau dan memerintahkan mereka untuk mengikutinya. Sifat – sifat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam di sisi mereka ada tujuh yaitu:
1. Rasul itu adalah Nabi yang ummi: yakni orang yang tidak dapat membaca dan tidak pula dapat menulis. Ummi itulah salah satu tanda dari tanda – tanda kenabiannya dan bahwasanya al-Qur’an itu adalah mukjizat yang diturunkan kepada beliau dari sisi Allah, karena dengan ke-ummi-an beliau itu beliau justru dapat mendatangkan ilmu – ilmu yang paling sempurna dan paling bermanfaat dalam aqidah, ibadah, politik, kemasyarakatan, ekonomi, akhlak, dan bisnis. Mengikutinya adalah dengan meyakini kenabian beliau dan mengamalkan risalah beliau. Sifat beliau dapat dibagi menjadi tiga yaitu Rasul: yakni yang diutus oleh Allah kepada makhluk-Nya untuk menyampaikan beban – beban hukum. Nabi, yang menunjukkan atas tingginya kedudukannya di sisi Allah ta’ala, dan Ummi (tidak dapat membaca dan menulis).
2. Dia lah yang nama dan sifatnya ada di sisi mereka, termaktub di dalam Taurat dan Injil. Mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak – anak mereka. Oleh karena itu sebagian ulama Yahudi semisal Abdullah bin Salam beriman terhadapnya, juga sebagian ulama Nashara semisal Tamim ad-Dari. Adapun orang – orang yang menyombongkan diri, mereka menutupi berita gembira terhadapnya di dalam kitab – kitab mereka dan menakwilkannya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Shahr al-‘Uqaili beliau berkata:
حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنَ الْأَعْرَابِ، قَالَ: جَلَبْتُ جَلُوبَةً إِلَى الْمَدِينَةِ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا فَرَغْتُ مِنْ بَيْعَتِي قُلْتُ: لَأَلْقِيَنَّ هَذَا الرَّجُلَ فَلْأَسْمَعَنَّ مِنْهُ، قَالَ: فَتَلَقَّانِي بَيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ يَمْشُونَ، فَتَبِعْتُهُمْ فِي أَقْفَائِهِمْ حَتَّى أَتَوْا عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْيَهُودِ نَاشِرًا التَّوْرَاةَ يَقْرَؤُهَا، يُعَزِّي بِهَا نَفْسَهُ عَنِ ابْنٍ لَهُ فِي الْمَوْتِ كَأَحْسَنِ الْفِتْيَانِ وَأَجْمَلِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَنْشُدُكَ بِالَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ، هَلْ تَجِدُ فِي كِتَابِكَ هَذَا صِفَتِي وَمَخْرَجِي؟ ” فَقَالَ بِرَأْسِهِ هَكَذَا، أَيْ: لَا. فَقَالَ ابْنُهُ، إِي: وَالَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ إِنَّا لِنَجِدُ فِي كِتَابِنَا صِفَتَكَ ومَخرجك، وَإِنِّي أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ فَقَالَ: “أَقِيمُوا الْيَهُودِيَّ عَنْ أَخِيكُمْ”. ثُمَّ وَلِيَ كَفَنَهُ وَالصَّلَاةَ عَلَيْهِ
Telah menceritakan kepadaku seorang lelaki Badui yang menceritakan bahwa di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ia pernah datang ke Madinah membawa sapi perahan. Setelah selesai dari jual belinya, lelaki Badui itu berkata, “Aku sungguh akan menemui lelaki ini (maksudnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam), dan sungguh aku akan mendengar darinya.” Lelaki Badui itu melanjutkan kisahnya; lalu aku menjumpainya sedang berjalan di antara Abu Bakar dan Umar, maka aku mengikuti mereka berjalan hingga sampailah mereka kepada seorang lelaki Yahudi. Lelaki Yahudi itu sedang membuka kitab Taurat seraya membacanya, sebagai ungkapan rasa duka dan belasungkawanya atas anak lelakinya yang sedang menghadapi kematian; anak laki – Iakinya itu adalah seorang pemuda yang paling tampan dan paling gagah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya: Aku memohon kepadamu dengan nama Tuhan yang telah menurunkan kitab Taurat, apakah engkau menjumpai dalam kitabmu ini sifat dan tempat keluarku? Lelaki Yahudi itu menjawab pertanyaan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam hanya dengan isyarat gelengan kepala yang berarti ‘tidak’. Tetapi anak lelakinya yang sedang menghadapi kematian itu berkata, “Ya, demi Tuhan yang telah menurunkan kitab Taurat, sesungguhnya kami menjumpai di dalam kitab kami sifatmu dan tempat keluarmu. Dan sesungguhnya aku sekarang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi (pula) bahwa engkau adalah utusan Allah.” (Kemudian anak orang Yahudi itu meninggal dunia). Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Singkirkanlah orang Yahudi ini dari saudara kalian! Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengurus pengafanan dan menyalati mayat anak lelaki Yahudi itu.
Di dalam Bab Ketiga Puluh Tiga di dalam Taurat dari Kitab Ulangan: “Tuhan datang dari Sina, bersinar dari Sa’ir dan menaiki bukit Faran bersama beribu – ribu orang suci, serta di tangannya ada sepercik api”. Kedatangannya dari Sina: memberikan Taurat kepada Musa ‘alaihissalam. Bersinarnya dari Sa’ir: memberikan Injil kepada ‘Isa ‘alaihissalam. Menaiki bukit Faran: diturunkannya al-Qur’an karena Faran itu termasuk gunung Makkah.
Di dalam Bab ke Lima Belas dari Injil Yohanes disebutkan: “Adapun ketika Faraqlith datang, yang aku utus pada kalian dari Bapa ruh yang benar yang dari Bapa munculnya ia akan bersaksi padaku dan kalian juga akan bersaksi bahwa kalian bersamaku sejak awal”. Faraqlith adalah bahasa Ibrani: maknanya ‘Ahmad’, sebagaimana firman Allah ta’ala mengisahkan ‘Isa ‘alaihissalam:
مُّصَدِّقࣰا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیَّ مِنَ ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَمُبَشِّرَۢا بِرَسُولࣲ یَأۡتِی مِنۢ بَعۡدِی ٱسۡمُهُۥۤ أَحۡمَدُۖ
“yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad),” QS. As-Shaf: 6.
3, 4. Bahwasanya beliau memerintahkan kepada yang ma’ruf: yaitu apa saja yang diketahui oleh akal yang rasional dan didasarkan pada tabiat yang baik serta terdapat di dalam syariat. Beliau juga mencegah dari yang munkar: yaitu apa saja yang diingkari oleh jiwa yang bersih. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah memerintahkan melainkan memerintahkan kebaikan, tidak pula mencegah melainkan mencegah dari keburukan. Sebagaimana Abdullah Ibnu Mas’ud berkata:
إذا سمعت الله يقولها: يا أيها الذين آمنوا، فأرعها سمعك، فإنه خير تؤمر به، أو شر تنهى عنه
Ketika engkau mendengar Allah berfirman “Wahai orang – orang yang beriman”, maka persiapkan pendengaranmu, karena sesungguhnya ada kebaikan yang akan diperintahkan atau keburukan yang akan dilarang-Nya.
Di antara hal yang paling penting yang Allah perintahkan adalah: ibadah hanya kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya. Di antara hal yang paling penting yang Allah larang adalah: ibadah kepada selain-Nya. Seluruh para Rasul sebelumnya diutus dengan yang demikian itu sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِی كُلِّ أُمَّةࣲ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ
Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah ṭāgūt,”. QS. An-Nahl: 36.
5, 6. Sesungguhnya beliau menghalalkan bagi mereka yang baik – baik dan mengharamkan yang buruk -buruk: yakni beliau menghalalkan bagi mereka makanan yang dianggap baik oleh jiwa yang bersih:
كُلُوا مِنْ طَيِّباتِ ما رَزَقْناكُمْ
Makanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. QS. Al-Baqarah: 57, Al-A’raf: 160, dan Tha-ha: 81).
Beliau juga menghalalkan sesuatu yang mereka haramkan atas diri mereka sebelumnya yang berupa bahirah (hewan ternak yang susunya tidak boleh diambil karena untuk sesembahan mereka), saibah (hewan ternak yang sengaja dilepaskan untuk sesembahan mereka), washilah (unta pertama yang lahir lalu dikawinkan dan dibiarkan untuk sesembahan mereka), ham (unta yang setelah menghasilkan dibiarkan dan dilepaskan untuk sesembahan mereka), dan yang semisal dengannya yang mana mereka mempersempit diri mereka sendiri dengannya. Beliau juga mengharamkan atas mereka apa saja yang ditolak oleh jiwa seperti bangkai, babi, dan darah yang mengalir, serta harta yang diambil tanpa haq seperti riba, suap, rampasan, dan khianat. Ibnu Abbas berkata: “Yang buruk – buruk itu seperti daging babi, riba, dan apa saja yang mereka halalkan dari makanan – makanan yang diharamkan oleh Allah ta’ala”. Sebagian ulama berkata: Setiap yang Allah ta’ala halalkan maka itu adalah thayib (baik) lagi bermanfaat bagi badan dan agama. Setiap yang Allah haramkan maka itu adalah buruk lagi berbahaya bagi badan dan agama.
7. Sesungguhnya beliau membuang dari mereka beban-beban dan belenggu – belenggu: yakni mengangkat beban – beban hukum yang berat seperti qishash dalam pembunuhan baik disengaja maupun tidak disengaja tanpa adanya pensyariatan diat (bagi yang tidak disengaja), membunuh diri ketika bertaubat (yakni saling membunuh dan menghalalkan darah), memotong anggota badan yang berdosa, memotong kulit dan pakaian yang terkena najis, dan pengharaman hari sabtu.
Yakni sesungguhnya beliau itu datang dengan mempermudah dan kemurahan hati sebagaimana terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Khathib dari Jabir:
بُعِثْتُ بِالْحَنِيْفِيَةَ السَّمْحَةِ
Aku diutus dengan membawa agama yang lurus dan kemurahan hati.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Mu’adz dan Abi Musa al-‘Asy’ari ketika beliau mengutus keduanya ke Yaman:
يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلَا تَخْتَلِفَا
“Mudahkanlah (urusan) dan jangan dipersulit. Berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari (tidak tertarik) dan bekerja samalah kalian berdua dan jangan berselisih”.
Di antara bentuk kemudahan itu:
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam Enam Kitab Hadits dari Abu Hurairah:
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِأُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ يَتَكَلَّمُوا أَوْ يَعْمَلُوا بِهِ
“Sesungguhnya Allah mengampuni untuk umatku atas sesuatu yang dia bicarakan dalam hatinya selama dia belum mengucapkannya atau mengerjakannya.”
Juga sabdanya sebagaimana dalam riwayat at-Thabrani dari Tsauban:
رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه
“Tidak tercatat dosa dari umatku, kesalahan, lupa dan dan apa yang dilakukan dengan terpaksa”.
Oleh karena inilah, Allah menunjuki ummat ini agar berdoa:
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَاۤ إِن نَّسِینَاۤ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَیۡنَاۤ إِصۡرࣰا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَاۤۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَـٰفِرِینَ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” QS. Al-Baqarah: 286.
Di dalam Shahih Muslim juga disebutkan bahwa Allah ta’ala berfirman setelah semua permohonan tersebut (yang disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 286): “Sungguh telah Aku lakukan, sungguh telah Aku lakukan”.
Adapun orang Yahudi, Allah ta’ala memberatkan mereka dalam hukum – hukum syar’i pada ibadah, muamalah, dan hukuman. Kemudian al-Masih ‘alaihissalam meringankan sebagian perkara materi dan tetap berat dalam hukum – hukum ruhiyah.
Orang – orang yang beriman terhadap Nabi yang ummi dan risalahnya, memuliakannya yakni menghalanginya dari musuh – musuh, menolongnya yakni memuliakannya dan mengagungkannya, menyokongnya dengan lisan dan mata panah, dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya yakni al-Qur’an dan wahyu yang disampaikan kepada manusia, mereka itu adalah orang – orang yang beruntung di dunia dan di akhirat, mereka selamat dan menang dengan rahmat dan keridhaan, bukan selain mereka yang merupakan kelompok syaithan yang ditelantarkan Allah di dunia dan di akhirat. Termasuk pada yang demikian itu adalah kaumnya Musa yang memiliki sifat – sifat ini secara umum.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.