Tafsir QS. Al-An’am: 63-64
Allah ta’ala berfirman:
قُلۡ مَن یُنَجِّیكُم مِّن ظُلُمَـٰتِ ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ تَدۡعُونَهُۥ تَضَرُّعࣰا وَخُفۡیَةࣰ لَّىِٕنۡ أَنجَىٰنَا مِنۡ هَـٰذِهِۦ لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّـٰكِرِینَ * قُلِ ٱللَّهُ یُنَجِّیكُم مِّنۡهَا وَمِن كُلِّ كَرۡبࣲ ثُمَّ أَنتُمۡ تُشۡرِكُونَ
Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, ketika kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah hati dan dengan suara yang lembut?” (Dengan mengatakan), “Sekiranya Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.” Katakanlah (Muhammad), “Allah yang menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan, namun kemudian kamu (kembali) mempersekutukan-Nya.” QS. Al-An’am: 63-64.
Tafsir Al-Wajiz
Wahai Nabi, katakanlah kepada orang – orang yang musyrik itu: Siapakah yang akan menyelamatkan kalian dari bencana di daratan dan di lautan ketika kalian dihadapkan kepadanya? Kalian akan memohon kepada-Nya dengan suara keras maupun dengan suara lirih dan sepenuh hati: yakni dengan merendahkan diri dan tunduk. Mereka itulah yang berkata: Tentu saja jika Engkau selamatkan kami dari bencana yang Engkau turunkan kepada kami ini, niscaya kami akan menjadi orang – orang yang bersyukur kepadamu atas nikmatmu kepada kami.
Katakanlah kepada mereka wahai Nabi: Allah sajalah yang akan menyelamatkan kalian dari malapetaka ini (kegelapan) dan dari setiap kesusahan dan kesedihan. Kemudian kalian setelah yang demikian itu menyekutukan Allah dalam ibadah dengan sesembahan – sesembahan yang lain. Kalian berbuat demikian setelah Aku berbuat yang terbaik kepada kalian dan sesembahan – sesembahan itu yang kalian kira bisa mendatangkan bahaya dan manfaat ternyata tidak bisa mendatangkan bahaya dan manfaat sama sekali.
Fiqih Kehidupan dan Hukum – Hukumnya
Manusia itu pada umumnya sering sekali tidak patuh terhadap perjanjian, tidak menepati janji, dan tidak mantap dalam istiqamah. Engkau lihat manusia itu dengan tabiatnya bersifat palsu dan khianat. Ia meminta tolong kepada Allah di saat tertimpa musibah dan ketakutan, dan melupakan Allah bila telah selamat. Ia kembali kepada kesesatan dan kejahilannya setelah itu. Adalah suatu kewajiban yang didiktekan oleh akal dan penepatan janji terhadap kebajikan dan keikhlasan agar manusia itu terus menerus berada pada pokok aqidah yang shahih, keimanan yang benar, dan terus menerus beribadah bagi siapa saja yang diberi nikmat atasnya dengan kenikmatan yang agung dan perinciannya. Lebih – lebih saat kondisi krisis dan penuh bencana.
Kondisi ini lah di antara kondisi – kondisi yang disebutkan oleh ayat: Yakni ketika kalian tersesat dan khawatir akan celaka, kalian menyeru Allah dan bersumpah: Kalau Allah menyelamatkan kami dari bencana – bencana ini, niscaya kami menjadi orang – orang yang taat dan lurus.
Ini adalah celaan dari Allah kepada kaum musyrikin pada doa mereka kepada-Nya ketika terjadi bencana, kemudian mereka berdoa kepada selain-Nya pada kondisi lapang. Sebagaimana firman-Nya:
ثُمَّ أَنتُمۡ تُشۡرِكُونَ
Namun kemudian kamu (kembali) mempersekutukan-Nya.” QS. Al-An’am: 64.
Sesungguhnya itu adalah permisalan yang dibuat oleh Allah, dengan maksud menegur dan mencela siapa saja yang berjanji untuk beriman dan meninggalkan syirik. Karena hujjah itu jika telah ditinggalkan setelah ada pengetahuan dan cinta yang tulus, yang dalam hal ini kaum musyrikin menggantinya dengan kesyirikan, maka merupakan hal yang baik untuk menegur dan mencela mereka dengan jalan ini, dan jika mereka itu musyrik sebelum keselamatan itu.
Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa barang siapa yang menyekutukan Allah ta’ala dalam ibadah dengan selain-Nya, maka ia tidaklah menyembahnya karena syarat ibadah itu adalah ikhlas, dan tauhid itu adalah asas ibadah.
Ayat – ayat ini sangat jelas bahwa ketika fitrah yang selamat dan naluri asli bersaksi di saat terjadi bencana bahwasanya tidak ada tempat meminta perlindungan kecuali kepada Allah dan hanya bergantung kepada keutamaan Allah, wajib baginya tetap di atas keikhlasan ini di setiap keadaan dan waktu. Tidak dapat diterima oleh akal ketika manusia melakukan empat hal ini saat terjadi bencana: berdoa, merendahkan diri, ikhlas dalam hati, dan berazam untuk senantiasa bersyukur, kemudian ia kembali lagi dan berbuat kebalikannya setelah selamat dan memperoleh keselamatan dari Allah ta’ala saja yang akan menyediakan sebab – sebab selamat dari hal – hal yang mengkhawatirkan, atau yang akan meliputi hamba-Nya dengan luasnya rahmat dan keutamaan serta dengan kelembutan dan ilham.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
1. Tafsir Al-Wajiz Syaikh Wahbah Zuhaili.
2. Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.