Kisah Qabil dan Habil – Kejahatan Pembunuhan Pertama di Dunia

Tags:

Tafsir QS. Al-Ma’idah: 27-32.

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ * لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ * إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ * فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ * فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْءَةَ أَخِيهِ ۚ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَٰذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِي ۖ فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

“Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” ”Sungguh, jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.” ”Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka; dan itulah balasan bagi orang yang zhalim.” Maka nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh saudaranya, kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah dia termasuk orang yang rugi. Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil). Bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata, “Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Maka jadilah dia termasuk orang yang menyesal. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi. QS. Al-Ma’idah: 27-32.

Allah ta’ala mengabarkan buruknya akibat dari hasad dalam kisah anak – anak Adam yaitu Qabil dan Habil. Qabil membunuh saudara pertamanya, ia berbuat zhalim dan hasad kepadanya karena karunia Allah berupa nikmat dan diterimanya kurbannya yang ikhlas karena Allah azza wa jalla. Maka yang dibunuh tadi mendapatkan keberuntungan dengan ampunan dan masuk ke dalam surganya sementara yang membunuh menjadi binasa dan rugi di dunia dan di akhirat. Maka dikatakan:

Baca dan kisahkanlah wahai Muhammad kepada mereka yang aniaya lagi hasad dari kalangan Yahudi dan yang semisal mereka mengenai kisah anak – anak Adam, menurut pandangan kaum salaf dan khalaf nama anak – anak Adam itu adalah Qabil dan Habil. Bacakanlah kisah itu kepada mereka dengan benar yakni dengan penjelasan yang shahih sesuai realita yang jelas, tidak ada dusta, khayalan, tambahan dan pengurangan sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ

“Sungguh, ini adalah kisah yang benar.” QS. Ali Imran: 62.

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ

“Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya.” QS. Al-Kahfi: 13.

ذَٰلِكَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ ۚ قَوْلَ الْحَقِّ

“Itulah Isa putra Maryam, (yang mengatakan) perkataan yang benar.” QS. Maryam: 34.

Sebab terjadinya kisah Qabil dan Habil ini: bahwasanya Allah ta’ala mensyariatkan kepada Adam ‘alaihissalam untuk menikahkan anak – anaknya karena keadaan yang darurat. Pada setiap kelahiran ada sepasang anak laki -laki dan perempuan sehingga anak perempuan pada kelahiran tertentu dinikahkan dengan anak laki – laki pada kelahiran lainnya (dinikahkan secara silang). Saudari perempuan Habil berwajah jelek sementara saudari perempuan Qabil berwajah cantik. Qabil menginginkan agar saudari perempuannya bagi dirinya saja, namun Nabi Adam menolaknya kecuali dengan berkurban. Barangsiapa yang kurbannya diterima maka saudari perempuan Qabil tersebut baginya. Ternyata kurbannya Habil diterima sedangkan kurbannya Qabil tidak diterima.

Bacakanlah kepada mereka kisah ketika keduanya (Qabil dan Habil) berkurban. Allah menerima kurbannya Habil yaitu domba yang gemuk karena ketakwaannya dan keikhlasannya. Allah tidak menerima kurbannya Qabil yaitu tanam – tanaman yang sedikit dari bulir – bulir gandum karena sedikitnya ketakwaan dan keikhlasan, maka bagaimana bisa kurbannya diterima?

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan yang lainnya bahwa salah satunya adalah pemilik ladang dan perkebunan, ia berkurban dengan yang buruk di sisinya dan yang paling buruknya, bukan yang baik. Sementara satunya lagi adalah pemilik kambing, ia berkurban dengan kambing yang paling baik dan paling gemuk. Sebagian mereka mengatakan bahwa kurban yang diterima adalah kurban yang didatangi oleh api dari langit yang memakannya dan tidak datang kepada kurban yang tidak diterima. Maka kedua bersaudara tersebut mendaki gunung bersama bapak mereka Adam. Maka lantas kedua kurban tersebut diletakkan kemudian mereka duduk melihat kurban tersebut. Maka Allah pun mengutus api hingga saat api tersebut ada di atas kedua kurban tersebut, kambing kurban mendekatinya dan api tersebut membawa kurban Habil dan meninggalkan kurban Qabil. Maka berkatalah Qabil: wahai Habil, kurbanmu telah diterima dan kurbanku ditolak, maka aku akan membunuhmu. Berkatalah Habil: aku mengurbankan hartaku yang paling baik, sedangkan engkau mengurbankan hartamu yang paling buruk, sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik, sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang – orang yang bertakwa; yakni orang – orang yang takut akan azab Allah dengan menjauhi syirik dan semua perbuatan maksiat seperti riya’, kikir, dan mengikuti hawa nafsu. Allah ta’ala berfirman:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.” QS. Ali Imran: 92.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula.” HR. Muslim.

Maka ketika Habil mengatakannya, Qabil marah. Ia kemudian mengangkat potongan besi dan memukul Habil dengannya. Habil berkata: celaka engkau Qabil, di mana engkau di sisi Allah, bagaimana dia membalas tindakanmu ini? Maka Qabil pun membunuhnya dan menghempaskannya ke lubang dan menimbunnya dengan tanah.

Habil seorang laki – laki yang sholih berkata: sesungguhnya engkau mengulurkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menghadapi perbuatanmu yang fasad itu dengan yang semisalnya sehingga engkau dan aku sama – sama dalam kesalahan. Kemudian Habil menjelaskan kenapa ia menahan diri dari membunuh:

إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ

“Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.”

Yakni sesungguhnya aku takut kepada balasan dari Allah dan adzabnya terhadap perbuatanku sebagaimana engkau menginginkan untuk memperbuatnya. Akan tetapi aku sabar dan mengharap pahala Allah karena pelanggaran terhadap arwah termasuk kejahatan yang besar. Dalam pernyataannya ini tiada resiko atas kejahatan pembunuhan, sehingga tidak berlaku atas Habil situasi yang ada di dalam hadits berikut yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari-Muslim serta yang lainnya:

إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ

“Jika dua orang muslim bertemu dengan menghunuskan pedangnya, maka si pembunuh dan yang dibunuh sama-sama di neraka.” Saya (Abu Bakar) bertanya; ‘Ya Rasulullah, saya maklum terhadap si pembunuh, lantas apa dosa yang dibunuh? ‘ Nabi menjawab: “sesungguhnya dia juga berkeinginan keras membunuh kawannya.”

Kemudian Habil melanjutkan nasehatnya yang jelas dan membekas sebagai peringatan atas adzab akhirat agar nasehatnya itu dapat mencegah saudaranya dari membunuhnya. Habil berkata:

إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ

”Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri.”

Yakni sesungguhnya aku menginginkan agar jauh dari menghadapi kejahatan seperti itu karena engkau akan membawa dosaku dan dosamu, engkau terikat dengan dosa membunuhku dan terikat dengan dosamu yang ada padamu sebelum engkau membunuhku. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama.

Kemudian engkau akan menjadi ahli neraka di akhirat nanti dengan membawa dua dosa tersebut dan neraka adalah balasan bagi setiap orang – orang yang zhalim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

فَلْيَكُنْ كَخَيْرِ ابْنَيْ آدَمَ

“Maka berlakulah seperti sebaik-baik dari kedua anak Adam (Qabil dan Habil).” HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban dari Abu Musa al-Asy’ari.

Hal ini menjelaskan bahwasanya Habil menolak Qabil dan mengingatkannya dari pembunuhan dengan tiga nasehat: takut kepada Allah, membawa dua dosa: dosa pembunuhan dan dosanya sendiri sebelum membunuh, serta keadaannya nanti akan menjadi ahli neraka dan termasuk dalam golongan orang – orang yang zhalim.

Kemudian Allah ta’ala mengabarkan bahwa nasehat -nasehat Habil ini semua tidak mencegahnya untuk membunuh, nafsunya menganggap hal itu baik bagi dirinya dan membujuknya sehingga menjadikannya berani untuk membunuh saudaranya hingga ia membunuhnya. Ia pun menjadi bagian dari orang -orang yang merugikan diri mereka sendiri di dunia dan di akhirat. Adakah kerugian yang lebih besar daripada kejahatan membunuh?! Kemudian bingunglah sang pembunuh dan dunianya terasa sempit, ia tidak tahu bagaimana harus berbuat terhadap jasad saudaranya. Ia pun kemudian mengambil faedah dari apa yang dipraktekkan oleh makhluk yang lainnya dalam hal ini adalah burung gagak, hal ini menunjukkan atas kejahilan, kepolosan, dan sedikitnya pengetahuannya.

Allah mengutus dua ekor burung gagak yang bersaudara, keduanya berkelahi, kemudian salah satu darinya membunuh yang lainnya. Burung gagak tersebut lalu menggali lubang baginya kemudian menimbunnya dengan tanah. Ketika melihat burung gagak tersebut Qabil berkata: “Oh, celaka aku!”; ini adalah pengakuan atas dirinya sendiri yang layak menerima adzab; “Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini?!” Yakni apakah dia menyampaikan ketidakmampuanku, kelemahanku, dan sedikitnya pengetahuanku bahwa aku tanpa burung gagak tersebut adalah orang yang tahu dan dapat melakukannya? Maka ia pun menguburkan jasad saudaranya dan menjadi orang yang menyesal atas apa yang ia perbuat. Keadaan ini ada pada setiap orang yang melakukan kesalahan. Ia melaksanakan kemaksiatan kemudian menyesalinya.

Kecuali bahwasanya taubatnya Qabil tidak diterima meskipun pada hukum yang diketahui dari sabda Rasulullah berikut ini dinyatakan bahwa penyesalan itu adalah taubat, Rasul bersabda:

النَّدَمُ تَوْبَةٌ

“Penyesalan itu adalah taubat.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, al-Hakim, dan al-Baihaqiy.

Tidak diterimanya taubat Qabil karena ia tidak menyesal dan tidak bertaubat dari kemaksiatannya, sesungguhnya ia hanya menyesal karena telah membunuh saudaranya, ia menyesal karena tidak mendapatkan apa – apa dengan membunuhnya, serta ia mendapatkan kemurkaan dari ibu bapaknya dan saudara -saudaranya. Oleh karena itu orang – orang yang memulai sebuah keburukan, ia mendapat dosa karena keburukan yang ia kerjakan tersebut dan dosa siapa saja yang berbuat mengikutinya setelahnya hingga hari kiamat.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

لَا تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ

“Tidak satupun jiwa yang terbunuh secara zhalim melainkan anak Adam yang pertama ikut menanggung dosa pertumpahan darah itu karena dialah orang pertama yang memulai pembunuhan”.

Sebagai hasil dari adanya pembunuhan ini, dengan sebab kejahatan yang mengerikan ini, dan perbuatan tercela yang dilakukan oleh salah seorang bersaudara terhadap saudara lainnya secara zhalim dan bermusuhan, ditetapkan pensyariatan hukum qishas. Hukum qishas ini diwajibkan atas Bani Israil karena Taurat adalah kitab pertama yang mengharamkan pembunuhan. Hukum qishas ini adalah: barangsiapa yang membunuh jiwa karena ia tidak membunuh, yakni membunuh tanpa sebab, diwajibkan baginya untuk diqishas yang disyariatkan Allah ta’ala dengan firman-Nya:

…وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ

“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa…” QS. al-Ma’idah: 45.

atau pembunuhan seseorang tanpa sebab orang yang dibunuh itu membuat kerusakan di muka bumi dengan mengganggu keamanan dan kedamaian seperti penyamun atau begal, maka sang pembunuh wajib untuk diqishas.

Orang yang membunuh manusia tanpa sebab seolah – olah ia membunuh manusia seluruhnya karena tidak terpisahkan di sisi Allah antara satu jiwa dengan jiwa lainnya, permusuhan atas satu jiwa adalah permusuhan atas masyarakat kemanusiaan seluruhnya. Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا

Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya. QS. An-Nisa’: 93.

Barangsiapa yang menghidupkannya yakni mengharamkan membunuhnya dan menahan diri dari pembunuhan, maka seolah – olah ia menghidupkan manusia seluruhnya dengan memberikan keamanan dan kedamaian bagi mereka serta menghilangkan kegelisahan dan ketakutan dari jiwa – jiwa mereka.

Ini adalah dalil bahwa jiwa manusia itu bukan miliknya akan tetapi milik masyarakat tempat ia hidup di dalamnya. Maka barangsiapa yang menyerang satu jiwa meskipun dengan bunuh diri, ia layak mendapatkan adzab yang keras di hari kiamat, dan barangsiapa yang menghidupkan satu jiwa dengan sebab – sebab yang ada, maka seolah – olah ia menghidupkan semua makhluk seluruhnya.

Kemudian Allah ta’ala mengecam Bani Isra’il atas perbuatan mereka melakukan keharaman – keharaman setelah mereka mengetahuinya, berlebih – lebihannya mereka dalam pembunuhan, dan kerasnya jiwa mereka di masa lalu dan di masa kenabian seperti apa yang dilakukan oleh Bani Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa’ dari kalangan Yahudi di sekitar Madinah. Mereka saling berperang bersama dengan Aus dan Khazraj dalam perang – perang jahiliah dan ikut serta bersama kaum musyrikin dalam perang – perang melawan kaum muslimin setelah Hijrah.

Kandungan dari kecaman tersebut adalah: bahwa Rasul – Rasul Allah yang mulia datang membawa bukti – bukti dan hujah – hujah yang jelas yang menunjukkan kepada hukum – hukum yang telah ditetapkan Allah atas mereka, menawarkan perbaikan jiwa – jiwa mereka dan membersihkan akhlak – akhlak mereka. Bersamaan dengan itu, banyak di antara mereka yang melampaui batas dalam pembunuhan, melakukan kejahatan, kezhaliman, dan permusuhan.

Meskipun hal ini datang dari leluhur kaum Yahudi di masa lampau, ia dikaitkan juga dengan umat seluruhnya untuk keberlangsungan umat selanjutnya. Maka seluruh umat saling bertanggung jawab pada apa yang ada di antara mereka dalam hal ini seperti halnya satu jasad.

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah anak – anak Adam ini adalah bahwasanya hasad merupakan sebab kejahatan pembunuhan pertama dalam kehidupan manusia. Hasad merupakan pondasi bagi kerusakan, aib, dan kehinaan dalam masyarakat. Umat yang saling hasad, berpecah belah, bermusuhan, dan saling membenci tidak akan berkumpul di atas kebaikan, tidak akan mendapati keutamaan, dan tidak akan saling tolong menolong dalam kebaikan dan kemajuan, bahkan mengarah kepada kelemahan, kehinaan, dan menyebabkan mereka diperbudak oleh selain mereka.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Tafsir Al-Munir karya Syaikh Wahbah Zuhaili.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *