Tafsir QS. Al-An’am: 116-121.
Allah ta’ala berfirman:
وَإِن تُطِعۡ أَكۡثَرَ مَن فِی ٱلۡأَرۡضِ یُضِلُّوكَ عَن سَبِیلِ ٱللَّهِۚ إِن یَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ هُمۡ إِلَّا یَخۡرُصُونَ * إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ مَن یَضِلُّ عَن سَبِیلِهِۦۖ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِینَ * فَكُلُوا۟ مِمَّا ذُكِرَ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَیۡهِ إِن كُنتُم بِـَٔایَـٰتِهِۦ مُؤۡمِنِینَ * وَمَا لَكُمۡ أَلَّا تَأۡكُلُوا۟ مِمَّا ذُكِرَ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَیۡهِ وَقَدۡ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَیۡكُمۡ إِلَّا مَا ٱضۡطُرِرۡتُمۡ إِلَیۡهِۗ وَإِنَّ كَثِیرࣰا لَّیُضِلُّونَ بِأَهۡوَاۤىِٕهِم بِغَیۡرِ عِلۡمٍۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُعۡتَدِینَ * وَذَرُوا۟ ظَـٰهِرَ ٱلۡإِثۡمِ وَبَاطِنَهُۥۤۚ إِنَّ ٱلَّذِینَ یَكۡسِبُونَ ٱلۡإِثۡمَ سَیُجۡزَوۡنَ بِمَا كَانُوا۟ یَقۡتَرِفُونَ * وَلَا تَأۡكُلُوا۟ مِمَّا لَمۡ یُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَیۡهِ وَإِنَّهُۥ لَفِسۡقࣱۗ وَإِنَّ ٱلشَّیَـٰطِینَ لَیُوحُونَ إِلَىٰۤ أَوۡلِیَاۤىِٕهِمۡ لِیُجَـٰدِلُوكُمۡۖ وَإِنۡ أَطَعۡتُمُوهُمۡ إِنَّكُمۡ لَمُشۡرِكُونَ
Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Maka makanlah dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. Dan mengapa kamu tidak mau memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, padahal Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya kepadamu, kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa. Dan sungguh, banyak yang menyesatkan orang dengan keinginannya tanpa dasar pengetahuan. Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. Dan tinggalkanlah dosa yang terlihat ataupun yang tersembunyi. Sungguh, orang-orang yang mengerjakan (perbuatan) dosa kelak akan diberi balasan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan. Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik. QS. Al-An’am: 116-121.
Tafsir Al-Wajiz
Dan jika kamu Wahai Nabi mengikuti orang – orang kafir (kebanyakan manusia), mereka akan menyesatkanmu atau menjauhkanmu dari agama yang benar. Apa yang mereka ikuti pada agama dan perdebatan mereka itu hanyalah dugaan saja, tak ada asalnya sama sekali. Mereka hanya mengira – ngira saja dan menduga – duga saja tanpa dalil dan ilmu.
Sesungguhnya Rabb mu itu Wahai Nabi Maha Mengetahui siapa saja yang berjalan di atas jalan kesesatan dan Maha Mengetahui siapa saja yang berada di atas jalan istiqamah.
Makanlah Wahai Kaum Mu’minin sembelihan – sembelihan yang disebutkan nama Allah atasnya. Janganlah kalian mengharamkannya sedikitpun. Setiap sembelihan yang tidak diharamkan untuk memakannya adalah halal jika kalian membenarkan hukum – hukum Allah ta’ala. Ayat ini turun ketika orang – orang berkata: Wahai Rasulullah, apakah kita akan memakan apa yang kita sembelih dan kita tidak memakan apa yang disembelih Allah (bangkai)? Maka turunlah ayat ini.
Apa yang mencegahmu memakan apa yang Allah izinkan bagi kalian dan yang disembelih dengan menyebut nama Allah? Sungguh Allah telah menjelaskan bagi kalian apa yang diharamkan untuk memakannya dengan penjelasan yang detil dalam tiga ayat Surat Al-Ma’idah. Kecuali dalam kondisi darurat, boleh memakan sesuatu yang diharamkan atas kalian. Sesungguhnya kondisi darurat itu membolehkan hal – hal yang dilarang. Sesungguhnya kebanyakan manusia yaitu kaum kuffar akan menyesatkan selainnya dengan hawa nafsu mereka. Mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal tanpa hujah dan dalil. Sesungguhnya Rabb mu Wahai Rasul Maha Mengetahui siapa saja yang melampaui batas. Mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah seperti kaum jahiliyah yang menghalalkan memakan bangkai, menjadikan bahirah (unta yang diiris telinganya yakni dibelah dengan belahan yang lebar jika ia telah melahirkan lima kali), dan saibah (unta yang dibiarkan dengan menazarkannya kepada tuhan – tuhan berhala, sehingga unta tersebut sebagai pelayan tuhan – tuhan itu, ia dibiarkan merumput tidak dibebani bawaan sesuatupun, tidak dipotong bulunya, tidak diperah susunya kecuali untuk tamu).
Kemudian Allah ta’ala memerintahkan untuk meninggalkan seluruh dosa – dosa dan kemaksiatan – kemaksiatan. Baik itu yang zhahir seperti memukul, mencaci, mencuri, dan berzina, maupun yang bersifat batin seperti hasad, dengki, dan kebencian. Sesungguhnya orang – orang yang melakukan dosa di dunia, akan dibalas di akhirat sesuai dengan dosa – dosa yang mereka kerjakan.
Dan janganlah kalian memakan sembelihan – sembelihan yang disembelih dengan disebutkan nama selain Allah. Karena hal itu keluar dari ketaatan kepada Allah. Adapun kesengajaan seorang muslim untuk tidak menyebut nama Allah saat menyembelih hewan, maka diharamkan memakannya menurut jumhur dan boleh memakannya menurut As-Syafi’i. Sesungguhnya syaitan – syaitan itu akan membisikkan kepada para kaki tangannya dari kalangan orang – orang musyrik agar mereka mendebat kalian dalam masalah memakan hewan yang mati karena tidak disembelih (bangkai). Sebagaimana disebutkan dalam sebab turunnya ayat yang sebelumnya (ayat 118) jika kamu menuruti mereka dalam membolehkan memakan bangkai, maka kamu adalah kaum musyrikin seperti mereka. Kaum musyrikin berkata: Wahai Muhammad, engkau mengklaim bahwa apa yang engkau bunuh dan apa yang sahabatmu bunuh adalah halal, apa yang dibunuh oleh anjing pemburu dan elang pemburu adalah halal, dan apa yang dibunuh oleh Allah (bangkai) adalah haram. Maka Allah pun menurunkan ayat ini.
Fiqih Kehidupan atau Hukum – Hukumnya
Ayat – ayat tersebut menunjukkan pada hal – hal sebagai berikut:
1. Bolehnya memakan sembelihan seorang muslim yang disebutkan nama Allah atasnya.
2. Perintah untuk menyebut nama Allah atas minuman, sembelihan, dan setiap yang dimakan.
3. Sesungguhnya iman terhadap hukum – hukum Allah itu meliputi dan menuntut adanya kepatuhan dan ketundukan terhadapnya.
4. Tidak boleh memakan yang tidak disebutkan nama Allah atasnya seperti bangkai dan yang disembelih bagi berhala dan selainnya.
5. Bolehnya hal – hal yang diharamkan dalam kondisi darurat syar’i dengan kadar yang diperlukan atau secukupnya.
6. Tidak ada pertimbangan bagi pandangan – pandangan kaum musyrikin yang sumbang berupa penghalalan mereka atas bangkai dan yang disembelih dengan selain nama Allah.
7. Haramnya melakukan kemaksiatan – kemaksiatan, sama saja apakah dalam keadaan tersembunyi atau terang – terangan. Sama saja apakah itu perbuatan anggota badan seperti tangan dan kaki ataupun perbuatan hati seperti hasad dan dengki.
8. Pembalasan atas segala kemaksiatan adalah perkara yang pasti terjadi di hari kiamat dan orang yang bermaksiat akan dibalas oleh Allah ta’ala dengan pasti.
9. Siapa saja yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal serta mengikuti selain hukum – hukum Allah dalam syariat dan agama-Nya, maka dia adalah kafir dan musyrik karena dia menyekutukan Allah dengan yang lain dan menetapkan adanya penetap syariat selain Allah. Bahkan lebih mengutamakan hukumnya atas hukum Allah.
Adapun hewan yang disembelih ketika menerima penguasa atau orang haji, menurut pendapat pengikut madzhab Hanafi haram memakannya karena termasuk yang disembelih dengan menyebut selain nama Allah. Sebagian pengikut madzhab Syafi’i berpendapat bahwa maksud dari penyembelihan itu adalah bersuka hati dengan kedatangannya, maka itu seperti menyembelih aqiqah bagi kelahiran seorang anak. Hal ini tidak mengharuskan pengharaman. Ini lah yang dapat diterima akal.
Akan tetapi bila penyembelihan itu dilakukan diantara kedua kaki orang yang datang tadi atau ia melewatinya dari atasnya, maka hewan sembelihan tersebut tidak dimakan karena disembelih dengan menyebut nama selain Allah.
10. Sebagian ulama berdalil dengan firman Allah ta’ala:
وَلَا تَأۡكُلُوا۟ مِمَّا لَمۡ یُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَیۡهِ
Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah. QS. Al-An’am: 121.
Bahwa hewan sembelihan itu tidak halal ketika tidak disebutkan nama Allah atasnya meskipun yang menyembelihnya seorang muslim. Para ulama’ berbeda pendapat dalam permasalahan meninggalkan membaca bismillah secara sengaja atau tidak dalam menyembelih hewan:
a. Dawud az-Zhahiri berkata: Sembelihan seorang muslim tidak dimakan jika ia meninggalkan membaca bismillah secara sengaja atau karena lupa berdasarkan zhahirnya ayat.
b. Para pengikut madzhab As-Syafi’i berkata: Meninggalkan bismillah saat menyembelih halal mutlak berdasarkan firman Allah ta’ala:
حُرِّمَتۡ عَلَیۡكُمُ ٱلۡمَیۡتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحۡمُ ٱلۡخِنزِیرِ وَمَاۤ أُهِلَّ لِغَیۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلۡمُنۡخَنِقَةُ وَٱلۡمَوۡقُوذَةُ وَٱلۡمُتَرَدِّیَةُ وَٱلنَّطِیحَةُ وَمَاۤ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّیۡتُمۡ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. QS. Al-Ma’idah: 3.
Dalam ayat tersebut (“kecuali yang sempat kamu sembelih”) menunjukkan bolehnya hewan yang disembelih meskipun tanpa diucapkan bismillah. Pengucapan bismillah bukanlah bagian dari pemahaman penyembelihan dalam ayat tersebut. Sesungguhnya secara bahasa makna adz-dzakah (penyembelihan) adalah pembelahan dan pembukaan, dan itu telah didapati dengan hanya menyembelih saja tanpa mengucapkan bismillah.
Mereka juga berdalil dengan hadits Al-Bukhari, Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لَا نَدْرِي أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ
Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha; Bahwa orang-orang berkata, “Wahai Rasulullah, ada suatu kaum yang mendatangi kami dengan daging yang kami tidak tahu apakah mereka menyebutkan nama Allah ketika menyembelihnya atau tidak”. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebutlah nama Allah, lalu makanlah”.
Abu Dawud meriwayatkan secara mursal dari As-Shaltu As-Sadusi:
ذَبِيحَة الْمُسْلِم حَلَال ذَكَرَ اِسْم اللَّه أَوْ لَمْ يَذْكُر
“Sembelihan seorang muslim adalah halal, dengan menyebutkan nama Allah ataukah tidak”.
Ad-Daruquthni meriwayatkan dari Al-Bara’ bin ‘Azib:
اسم الله على قلب كل مؤمن، سمّى أو لم يسمّ
“Nama Allah ada dalam hati setiap mu’min, menyebutkannya ataukah tidak”.
Sekalipun begitu menyebutkan bismillah adalah sunnah mustahab di setiap makan makanan atau minum minuman. Maksud dari ayat tersebut adalah apa yang disembelih bagi berhala – berhala karena siapa yang memakan sembelihan yang tidak disebutkan bismillah bukanlah fasik. Sungguh firman Allah: “perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan” karena Allah ta’ala mensifati siapa yang memakan sembelihan bagi berhala dan ridha terhadapnya sebagai kesyirikan, juga karena firman Allah tersebut khusus terhadap yang menyembelih bagi selain Allah dengan dalil ayat lain:
أَوۡ فِسۡقًا أُهِلَّ لِغَیۡرِ ٱللَّهِ بِهِ
“atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah.” QS. Al-An’am: 145.
c. Jumhur (Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad) berpendapat bahwa meninggalkan menyebut bismillah secara sengaja adalah haram, tidak dimakan sembelihannya dan merupakan bangkai. Halal makan sembelihan yang tidak disebutkan bismillah karena lupa atau ketika yang menyembelih seorang muslim yang bisu atau terpaksa.
Para pengikut madzhab Hanbali menambahkan: siapa yang meninggalkan menyebut bismillah atas binatang buruan meskipun karena lupa, tidak dimakan binatang buruannya. Yakni bahwasanya kewajiban menyebut bismillah atas hewan sembelihan itu gugur karena lupa, namun tidak gugur kalau atas binatang buruan.
Dalilnya jumhur: firman Allah ta’ala:
وَلَا تَأۡكُلُوا۟ مِمَّا لَمۡ یُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَیۡهِ وَإِنَّهُۥ لَفِسۡقࣱ
Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. QS. Al-An’am: 121.
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits shahih:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوا
“Setiap yang ditumpahkan darahnya dengan disebut nama Allah maka makanlah”. HR. Bukhari.
Diriwayatkan dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:
تسمية الله في قلب كل مسلم
“Menyebut nama Allah itu ada dalam hati seorang muslim”.
Lupa itu bukanlah meninggalkan membaca bismillah, tetapi ada dalam hatinya. Maka jadilah yang meninggalkan membaca bismillah secara sengaja itu haram dan meninggalkan membaca bismillah karena lupa bukanlah termasuk yang tidak menyebutkan nama Allah atas sembelihan. Tidaklah sama antara yang sengaja dengan yang lupa karena dengan meninggalkan mengucapkan bismillah secara sengaja itu seolah – olah dia menafikan apa yang ada dalam hatinya.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
1. Tafsir Al-Wajiz Syaikh Wahbah Zuhaili.
2. Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.