Kafarat dan Denda Bagi Pembunuhan Tersalah (Tidak Sengaja)

Tags:

Tidaklah seorang mukmin membunuh saudaranya yang mukmin dengan alasan apapun kecuali bila karena kesalahan. Pembunuhan karena tersalah adalah: orang yang bertindak tanpa maksud yang mengakibatkan hilangnya ruh. Seorang mukmin tidak boleh melakukan pembunuhan kecuali tanpa disengaja sebab pembunuhan adalah sebuah kejahatan yang besar, salah satu dari dosa – dosa besar, serta salah satu dari tujuh hal yang membinasakan pelakunya. Allah ta’ala berfirman:

(وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا ۚ فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا)
(وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا)
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. QS. An-Nisa’ 92-93.

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. QS. Al-Maidah 32.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالْمَارِقُ مِنْ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwasanya aku Rasulullah kecuali karena salah satu dari tiga hal: jiwa dibalas jiwa, orang yang berzina padahal telah menikah, dan orang yang keluar dari agama ini keluar dari jamaah.”

Ketiga karakteristik pembunuhan yang dikecualikan dalam hadits tersebut tidaklah dilakukan oleh rakyat biasa melainkan dilakukan oleh penguasa.

Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ لَقِيَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ
“Barang siapa menolong untuk membunuh seorang mu’min meski dengan setengah kalimat, maka dia akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan tertulis diantara kedua matanya; putus asa dari rahmat Allah.”

Hukuman bagi pembunuhan yang tersalah adalah: membebaskan budak mukmin dan membayar diyat kepada keluarga korban pembunuhan. Adapun kewajiban yang pertama adalah membebaskan budak dan hal ini adalah kafarat ketika melakukan dosa besar meskipun karena tersalah. Syarat dari budak yang dibebaskan tersebut adalah budak mukmin, tidak boleh budak kafir. Pendapat jumhur: bahwasanya kafarat seseorang sah bila budaknya tersebut muslim baik budak yang masih kecil maupun yang sudah dewasa.

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ubaidullah bin Abdullah dari seseorang dari Anshar:
أَنَّهُ جَاءَ بِأَمَةٍ سَوْدَاءَ وَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَلَيَّ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً فَإِنْ كُنْتَ تَرَى هَذِهِ مُؤْمِنَةً أَعْتَقْتُهَا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْهَدِينَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدِينَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَتُؤْمِنِينَ بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَعْتِقْهَا
dia datang dengan membawa seorang budak perempuan yang hitam dan berkata; Wahai Rasulullah, saya memiliki seorang budak mukmin, jika menurut anda ini adalah orang yang beriman maka saya akan membebaskannya. Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bertanya kepada budak tersebut, apakah kau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah?. Dia menjawab, ‘Ya.’ (Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam) bertanya, apakah kau bersaksi bahwa saya adalah Rasulullah?. Dia menjawab ‘Ya.’ Beliau bertanya, apakah kau percaya dengan kebangkitan setelah mati?. Dia menjawab, ‘ya.’ (Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam) bersabda: “Bebaskanlah dia.”
Hadits ini sanadnya shahih dan tidak diketahuinya sahabat Anshar tersebut tidak membahayakannya.

Adapun kewajiban yang kedua adalah membayar diyat kepada keluarga korban yaitu sebagaimana telah ditetapkan di dalam Sunnah sebesar seratus ekor unta. Diyat bagi wanita yang dibunuh adalah separuh dari diyat bagi laki – laki yang dibunuh karena manfaat yang didapat oleh keluarga korban laki – laki lebih besar daripada bagi keluarga korban wanita (karena dengan meninggalnya seorang laki – laki dalam sebuah keluarga bisa jadi keluarga tersebut jadi kehilangan tulang punggung keluarga yang mencari nafkah, maka tentu diyat yang harus dibayar bagi keluarga korban lebih besar).

Abu Dawud dan Nasa’i dan yang lainnya meriwayatkan dari Amru bin Hazm bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menulis sebuah surat kepada penduduk Yaman:
أَنَّ مَنْ اعْتَبَطَ مُؤْمِنًا قَتْلًا عَنْ بَيِّنَةٍ فَإِنَّهُ قَوَدٌ إِلَّا أَنْ يَرْضَى أَوْلِيَاءُ الْمَقْتُولِ وَأَنَّ فِي النَّفْسِ الدِّيَةَ مِائَةً مِنْ الْإِبِلِ …. وَعَلَى أَهْلِ الذَّهَبِ أَلْفُ دِينَارٍ
“Barang siapa membunuh seorang mukmin secara lalim dengan adanya bukti maka ia mendapatkan balasan (qishosh), kecuali apabila para wali orang yang dibunuh merasa rela. Untuk sebuah nyawa diyatnya yaitu seratus ekor unta… bagi pemilik emas diyatnya adalah seribu dinar.”

Yakni bahwasanya jenis diyat sesuai dengan kemampuan pemilik harta yang umum baginya. Bagi orang yang memiliki emas sebesar seribu dinar, bagi pemilik perak sebesar sepuluh ribu dirham menurut Hanafiyah dan 12 ribu dirham menurut jumhur sedangkan bagi pemilik unta adalah sebesar seratus ekor unta. Asy-Syafi’i berkata: tidak diambil dari orang yang memiliki emas dan perak kecuali senilai unta.

Wajib diyat tersebut dengan komposisi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashabus Sunan dari Ibnu Mas’ud beliau berkata:
قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دِيَةِ الْخَطَإِ عِشْرِينَ بِنْتَ مَخَاضٍ وَعِشْرِينَ بَنِي مَخَاضٍ ذُكُورًا وَعِشْرِينَ بِنْتَ لَبُونٍ وَعِشْرِينَ جَذَعَةً وَعِشْرِينَ حِقَّةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan hukum diyat bagi orang yang membunuh karena tersalah sebesar dua puluh unta betina berumur dua tahun, dua puluh unta jantan berumur dua tahun, dua puluh unta betina berumur tiga tahun, dua puluh unta betina berumur lima tahun dan dua puluh unta betina berumur empat tahun.”

Ini adalah madzhab Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i. Demikian pula di sisi Abu Hanifah kecuali bahwasanya beliau menjadikan tempatnya unta betina berumur tiga tahun: unta berumur dua tahun.

Diyat pembunuhan tersalah itu dibayar oleh aqilah, menurut ulama’ Hijaz aqilah adalah kerabat pembunuh dari jalur ayahnya. Hal ini karena di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta di zaman Abu Bakar as-Shiddiq aqilah (kerabatnya) merekalah yang membayar diyat tersebut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى فِي جَنِينِ امْرَأَةٍ مِنْ بَنِي لَحْيَانَ بِغُرَّةٍ عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ ثُمَّ إِنَّ الْمَرْأَةَ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا بِالْغُرَّةِ تُوُفِّيَتْ فَقَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مِيرَاثَهَا لِبَنِيهَا وَزَوْجِهَا وَأَنَّ الْعَقْلَ عَلَى عَصَبَتِهَا
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam pernah memutuskan (diyat) janin wanita dari bani Lahyan dengan budak laki-laki atau hamba sahaya perempuan terbaik, kemudian wanita yang beliau putuskan untuk membayar diyat meninggal, maka Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam putuskan warisannya untuk anak-anaknya dan suaminya, sedang pembayaran diyat bagi ‘ashabahnya (keluarganya). HR. Bukhari dan Muslim.

Wallahu ‘alam.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *