Hukum Sholat Berjama’ah Di Masjid Bagi Kaum Wanita

Tags:

Soal:

Apa hukumnya wanita keluar dari rumahnya menuju ke masjid untuk menghadiri sholat berjama’ah? Dan apa hukumnya adanya tempat khusus di dalam masjid bagi sholat jama’ahnya wanita, bangunannya dibangun menggunakan metode modern serta menggunakan pengeras suara?

Jawab:

Penulis kitab ‘Umdatus Salik wa ‘Uddatun Nasikin dalam Bab Sholatul Jama’ah berkata: makruh hadir ke masjid bagi المُشْتَهَاة atau pemudi (yakni perempuan yang berhasrat kepada laki -laki, umumnya anak perempuan yang berusia 9 tahun ke atas), tidak makruh bagi selain keduanya ketika aman dari fitnah.

Sebagai penjelas bagi hukum permasalahan ini kami sebutkan beberapa perkara sebagai berikut:

1. Sesungguhnya sholat berjama’ah itu sunnah bagi laki – laki dan wanita.

2. Sesungguhnya sholat berjama’ah bagi wanita itu mungkin dilaksanakan di rumah – rumah, sungguh telah tetap bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan para wanita untuk mendirikan sholat jama’ah di rumahnya.

3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا

“Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di halaman rumahnya, dan shalat seorang wanita di kamarnya lebih utama baginya daripada sholat di rumahnya.” HR. Abu Dawud.

Maknanya adalah bahwasanya penutup itu dituntut bagi seorang wanita hingga di dalam sholat.

4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا اسْتَأْذَنَتْ أَحَدَكُمْ امْرَأَتُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلَا يَمْنَعْهَا

“Apabila istri salah seorang dari kalian meminta izin kepada kalian ke masjid maka janganlah dia melarangnya’.” HR. Bukhari dan Muslim.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ

“Janganlah kalian menghalangi kaum wanita pergi ke masjid Allah”. HR. Muslim.

5. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ بِاللَّيْلِ إِلَى الْمَسْجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ

“Jika istri-istri kalian minta izin ke masjid di waktu malam, maka berilah mereka izin.”

Bila kita perhatikan, gelapnya malam itu menutupi orang yang berjalan ke masjid.

6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Sebaik-baik shaf kaum laki-laki adalah di depan, dan sejelek-jeleknya adalah pada akhirnya. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah akhirnya, dan sejelek-jeleknya adalah awal shaf.”  HR. Muslim.

7. Sesungguhnya menjaga pandangan itu fardhu atas laki – laki dan perempuan berdasarkan firman Allah ta’ala:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” QS. An-Nur: 30.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” QS. An-Nur: 31.

8. Sebagai pengamalan QS. An-Nur: 31 di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kaum wanita untuk mengakhirkan mengangkat kepala mereka dari sujud hingga kaum laki -laki mengangkat kepala – kepala mereka. Bila kita perhatikan jenis pakaian yang ada di zaman itu maka kita akan paham hikmah dari perintah itu.

9. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan kaum laki – laki untuk tetap di tempat mereka setelah sholat selesai hingga kaum wanita keluar dari masjid. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ قَامَ النِّسَاءُ حِينَ يَقْضِي تَسْلِيمَهُ وَمَكَثَ يَسِيرًا قَبْلَ أَنْ يَقُومَ
قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَأُرَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ مُكْثَهُ لِكَيْ يَنْفُذَ النِّسَاءُ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُنَّ مَنْ انْصَرَفَ مِنْ الْقَوْمِ

“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam, maka seketika selesainya salam beliau itu pula mereka langsung bangkit, sementara beliau berdiam diri sebentar sebelum berdiri.” Ibnu Syihab berkata, “Menurutku -dan hanya Allah yang tahu- beliau melakukan itu agar kaum wanita punya kesempatan untuk pergi sehingga seseorang yang berlalu pulang dari kalangan laki-laki tidak bertemu dengan mereka.”

10. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku meninggalkan suatu fitnah setelahku yang lebih dahsyat bagi kaum laki-laki melebihi fitnah wanita.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَنَاظِرٌ كَيْفَ تَعْمَلُونَ أَلَا فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ

“Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau dan sesungguhnya Allah akan menjadikan kalian sebagai pemimpinnya lalu Ia akan memperhatikan bagimana kalian berbuat, ingat, takutlah kalian pada dunia dan para wanita.” HR. At-Tirmidzi.

11. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلَا تَمَسَّ طِيبًا

“Apabila salah seorang dari kalian kaum wanita hendak menghadiri shalat di masjid maka janganlah kalian memakai wangi-wangian”. HR. Muslim.

Jika kita hadirkan setiap hukum – hukum ini dalam benak kita, menjadi jelas kepada kita hal – hal sebagai berikut:

A. Sesungguhnya sholat jama’ah itu sunnah bagi laki – laki dan wanita.

B. Sesungguhnya mencegah fitnah antara laki -laki dan wanita adalah fardhu. Sesuatu yang fardhu lebih didahulukan atas yang sunnah dan menghindari fasad itu lebih utama daripada mendapatkan manfaat.

C. Jika akibat dari keluarnya seorang wanita untuk sholat berjamaah adalah fitnah yang pasti maka berubah hukum keluarnya ia untuk sholat berjama’ah menjadi haram. Jika fitnah itu dapat hilang secara pasti, maka jadilah keluarnya ia untuk sholat berjama’ah menjadi sunnah. Bila ia khawatir adanya fitnah tidak pasti hilang dan juga tidak pasti ada maka keluarnya ia untuk sholat berjama’ah menjadi makruh. Hal ini berbeda -beda sesuai dengan perbedaan zaman, tempat, dan individu -individunya. Maka seorang wanita tua tidak sama dengan seorang pemudi, juga orang yang cantik tidak seperti yang lainnya. Setiap kali bertambah adanya kemungkinan fitnah maka semakin bertambah derajat pencegahannya. Oleh karena itu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

لَوْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى مَا أَحْدَثَ النِّسَاءُ لَمَنَعَهُنَّ الْمَسْجِدَ كَمَا مُنِعَتْ نِسَاءُ بَنِي إِسْرَائِيلَ

“Kalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat sesuatu yang terjadi pada kaum wanita (sekarang) niscaya beliau menghalangi mereka menghadiri masjid sebagaimana kaum perempuan bani Israil dilarang.” HR. Bukhari dan Muslim.

D. Pemisahan antara tempat sholatnya laki – laki dan perempuan di satu masjid memperkecil kemungkinan fitnah, bahkan adakalanya hal itu menafikan adanya fitnah. Pemisahan ini untuk mencapai tujuan diperintahkannya laki – laki menanti di tempat – tempat mereka setelah sholat hingga kaum wanita keluar agar tidak terjadi ikhtilat (campur baur) ketika keluar. Ikhtilat inilah yang menjadi sebab buruknya shaf wanita yang pertama dan buruknya shaf laki -laki yang terakhir dalam masjid yang digunakan bersama – sama bila kaum wanita sholat di belakang kaum laki – laki.

Kami melihat hari ini hadirnya laki – laki dan wanita ke masjid atas beberapa batch hingga masuknya imam dalam sholat (tidak laki -laki dahulu masuk baru kemudian wanita). Bahkan banyak yang didahului oleh imam hingga beberapa raka’at (masuknya laki -laki dan perempuan berlangsung terus menerus). Bila tidak terdapat tempat terpisah bagi laki – laki dan perempuan di dalam masjid, dikhawatirkan terjadinya ikhtilat (campur baurnya) shaf. Perkara ini adalah terlarang secara syar’i.

Sesungguhnya fitnah yang dikhawatirkan dari terjadinya ikhtilat ada beberapa derajat: yang paling bawah adalah apresiasi dan ketertarikan hati, kemudian kecenderungan jiwa dan nafsu, hingga akhir dari fasad – fasad tersebut yang tidak tersembunyi lagi.

Islam menghendaki pencegahan keburukan ini dari sumbernya dan memutus semua akar – akar fitnah. Allah ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” QS. An-Nur: 30.

Permulaan dan akhirnya (QS. An-Nur:30-31) menjelaskan mengenai tertariknya laki -laki oleh wanita dan tertariknya wanita oleh laki -laki.

Untuk semua ini, saya melihat uraian penulis “Umdatus Salik Wa Uddatun Nasik” yang mengurai di dalamnya dari penjelasan madzhab Syafi’iyah sebagai sebuah kebenaran. Hukum yang jelas merupakan hikmah bagi orang yang mengetahui kaidah syariah dan pemahaman yang dalam terhadap dalil – dalil yang telah disebutkan sebelumnya.

Saya juga memandang bahwa pemisahan antara tempat sholatnya laki -laki dan perempuan adalah suatu perkara yang baik yang memutus akar – akar fitnah dan mencapai tujuan – tujuan syariat yang mudah. Pemisahan ini tidak ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, pemisahan ini bukanlah suatu perbuatan baru yang bid’ah. Sungguh perubahan manusia itu banyak. Berapa banyak hal -hal baru yang dibuat oleh kaum muslimin setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari perkara – perkara yang mubah yang dapat menyampaikan kepada pelayanan agama dan tercapainya tujuan -tujuannya. Yang paling dekat bagi benak kita adalah arsitektur masjid yang mewah dan modern saat ini yang menjadikan orang yang sholat merasa nyaman dan mempermudah ibadah mereka serta adanya pengeras suara yang dapat menyampaikan suara muadzin dan suara khatib di hari jum’at ke banyak orang. Perkataan bahwa perkara baru ini adalah bid’ah merupakan perkataan yang memalukan terhadap orang yang mengatakannya serta menunjukkan tidak adanya pemisahannya antara wasilah dan tujuan – tujuan dalam perkara – perkara syariah. Apakah dapat diterima akal bila kita membangun masjid kita saat ini dengan batu bata dan tanah serta kita atapi dengan daun pelepah kurma agar menyerupai masjidnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di zamannya, sementara itu kita membangun rumah kita dengan metode yang modern?!

Sungguh kaum muslimin telah memperbarui bangunan masjid nabawi yang mulia di setiap masanya dengan pembaruan yang menunjukkan atas pengagungan dan penghormatan terhadap masjidnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana juga menunjukkan atas pemahaman mereka yang mendalam atas tujuan – tujuan syariat yang mulia ini.

Pembuatan tempat – tempat yang khusus di dalam masjid bagi kaum wanita mengizinkan mereka untuk turut hadir dalam sholat jum’at dan sholat jama’ah tanpa harus jatuh pada resiko ikhtilat. Pemisahan ini memenuhi maksud dari tujuan – tujuan syariat dan menghilangkan larangan – larangan. Apa saja yang demikian ini maka hukumnya adalah boleh jika tidak disampaikan sebagai wajib. Wallahu ta’ala ‘alam wa huwa muwafiq ila as-shawab.

Rujukan:
Fatwa Syaikh Nuh ‘Ali Salman.
http://www.aliftaa.jo/Question.aspx?QuestionId=2138#.W8mnMssxedP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *