Hubungan Antara Ahli Kitab Dan Kaum Mu’minin

Adalah wajar bagi orang – orang beragama untuk bertemu dan menyatukan kata – kata mereka karena mereka beriman dengan keimanan yang serupa terhadap adanya Sang Pencipta dan ke-Esaannya. Juga keimanan terhadap adanya hari kebangkitan, surga, dan neraka. Dan bahwa moral dan standar perilaku mereka diambil dari ajaran dan petunjuk-Nya. Yang tidak termasuk diharapkan pertemuannya adalah pertemuan dengan kaum musyrikin dan para penyembah berhala atau orang – orang atheis karena mereka itu tidak beriman terhadap agama ilahiah dan sesungguhnya mereka meyakini prinsip – prinsip yang berlandaskan pada angan – angan yang diadakan oleh para pemimpin dan pembesar mereka. Mereka bertaklid kepadanya tanpa merenungkan dan memikirkannya.

Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman dalam al-Qur’an al-Karim kepada kaum Yahudi dan Nashara dengan sifat ahli kitab, dan berkata kepada selain orang yang beriman terhadap agama ilahi dengan lafadz kaum musyrikin. Hubungan kaum mu’minin dengan sebagian ahli kitab ada yang merupakan hubungan ramah dan persahabatan, sedangkan hubungan kaum muslimin dengan kaum musyrikin adalah hubungan permusuhan, antipati, dan kebencian.

Allah ta’ala berfirman:

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَ ٰ⁠وَةࣰ لِّلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱلۡیَهُودَ وَٱلَّذِینَ أَشۡرَكُوا۟ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقۡرَبَهُم مَّوَدَّةࣰ لِّلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِینَ قَالُوۤا۟ إِنَّا نَصَـٰرَىٰۚ ذَ ٰ⁠لِكَ بِأَنَّ مِنۡهُمۡ قِسِّیسِینَ وَرُهۡبَانࣰا وَأَنَّهُمۡ لَا یَسۡتَكۡبِرُونَ * وَإِذَا سَمِعُوا۟ مَاۤ أُنزِلَ إِلَى ٱلرَّسُولِ تَرَىٰۤ أَعۡیُنَهُمۡ تَفِیضُ مِنَ ٱلدَّمۡعِ مِمَّا عَرَفُوا۟ مِنَ ٱلۡحَقِّۖ یَقُولُونَ رَبَّنَاۤ ءَامَنَّا فَٱكۡتُبۡنَا مَعَ ٱلشَّـٰهِدِینَ * وَمَا لَنَا لَا نُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَمَا جَاۤءَنَا مِنَ ٱلۡحَقِّ وَنَطۡمَعُ أَن یُدۡخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلصَّـٰلِحِینَ * فَأَثَـٰبَهُمُ ٱللَّهُ بِمَا قَالُوا۟ جَنَّـٰتࣲ تَجۡرِی مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِینَ فِیهَاۚ وَذَ ٰ⁠لِكَ جَزَاۤءُ ٱلۡمُحۡسِنِینَ * وَٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ وَكَذَّبُوا۟ بِـَٔایَـٰتِنَاۤ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلۡجَحِیمِ

“Pasti akan kamu dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan pasti akan kamu dapati orang yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya kami adalah orang Nasrani.” Yang demikian itu karena di antara mereka terdapat para pendeta dan para rahib, (juga) karena mereka tidak menyombongkan diri. Dan apabila mereka mendengarkan apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata, “Ya Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad). Dan mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang shalih?” Maka Allah memberi pahala kepada mereka atas perkataan yang telah mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan orang-orang yang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka.” QS. Al-Ma’idah: 82-86.

Ayat – ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum Nashara dari Habsyah atau Najran atau selainnya. Al-Qur’an mensifati mereka bahwasanya mereka itu orang – orang yang akrab dengan orang – orang yang beriman terhadap Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu lebih dekat dengan kaum mu’minin daripada kaum Yahudi dan kaum Musyrikin yang saling berjauhan dari area keimanan. Kabar ini mutlak berlaku di semua masa. Demikian lah perkara ini hingga masa sekarang karena kaum Yahudi itu telah mendustakan para Nabi dan membunuhi mereka. Mereka itu pada lazimnya adalah lalim dan maksiat. Demikian pula dengan kaum musyrikin penyembah berhala dari bangsa Arab serta penyembah api dari Majusi, mereka memusuhi agama secara mutlak dengan permusuhan yang keras. Mereka mengingkarinya dan memerangi pemeluknya.

Makna dari ayat – ayat tersebut adalah: Demi Allah sesungguhnya manusia yang paling dekat kasih sayangnya kepada kaum mu’minin adalah kaum Nashara yang mengikuti Rasulullah ‘Isa bin Maryam. Sebab dalam jiwa – jiwa mereka terdapat belas kasih dan rahmat serta jauh dari ta’ashub agama ketika dibandingkan dengan Yahudi dan Musyrikin yang terbiasa hasad dan menyalahi hak. Sebab kasih sayang kaum Nashara terhadap kaum mu’minin adalah adanya para pendeta dan para rahib yang menyeru kepada keimanan, keutamaan, rendah hati, dan zuhud serta tidak menyombongkan diri dari mendengarkan kebenaran, jujur dan taat terhadapnya.

Ketika mereka kaum Nashara itu mendengar sesuatu dari al-Qur’an, mereka menangis dengan tangisan sejadinya, simpati dengan firman Allah dan membekas karenanya. Juga karena mereka kenal dan mengetahui kebenaran dan berita gembira dengan diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Engkau melihat mereka bersegera kepada kebenaran dakwahnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan ke-Esaan Allah.

Kemudian mereka menegaskan perkataan mereka dengan berkata: Tidak ada penghalang yang menghalangi kami dari beriman kepada Allah dan mengikuti kebenaran yang kami temukan dalam al-Qur’an. Kami mengharapkan Rabb kami memasukkan kami ke dalam surga bersama sahabat yang shalih yang mengikuti penutup para Nabi yang telah kokoh keshalihan dan kebenaran iman mereka.

Inisiatif yang baik dari mereka di masa lalu dan kadang – kadang diulangi di setiap zaman adalah alasan bagi Allah untuk memberi mereka ganjaran dan membalas mereka dengan memasukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai – sungai, makanannya abadi dan terus menerus ada. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang – orang yang baik amalnya dalam mengikuti kebenaran dan taat kepadanya, apapun sumbernya. Kenikmatan akhirat adalah kenikmatan yang tidak memungkinkan bagi kita untuk mengetahui hakikat dan sifat – sifatnya di dunia ini berdasarkan firman Allah ta’ala:

فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسࣱ مَّاۤ أُخۡفِیَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعۡیُنࣲ جَزَاۤءَۢ بِمَا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ

“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” QS. As-Sajdah: 17.

Adapun orang – orang yang kafir terhadap keberadaan Allah dan ke-Esaan-Nya, mendustakan ayat – ayat Allah dan menyelisihinya, memusuhi risalah al-Qur’an dan tauhid, maka mereka itu adalah ahli neraka dan berada di dalamnya selama – lamanya.

Setiap orang yang berpikiran jauh, sehat akal dan pikirannya, akan memperhatikan perbedaan yang jelas antara balasan bagi orang – orang mu’min yang shalih yaitu surga abadi, dan balasan bagi orang – orang kafir yang durhaka yaitu kekal abadi di dalam neraka jahannam. Perbedaan itu saja sudah cukup untuk menimbulkan pencegahan, ketakutan, dan kekhawatiran yang memenuhi jiwa – jiwa karena takut akan buruknya tempat kembali yang menanti setiap orang yang tidak beriman pada Al-Qur’an al-‘Adhim dan risalah Islam yang agung.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Tafsir al-Wasith oleh Syaikh Wahbah Zuhailiy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *