1. Definisinya
a. Secara bahasa: مُرْسَلٌ adalah isim maf’ul (kata benda yang menunjukkan pengertian yang dikenai pekerjaan) dari أَرْسَلَ dengan makna أَطْلَقَ (melepaskan). Maka mursal itu adalah melepaskan sanad – sanad dan tidak mengikatnya dengan perawi yang dikenal.
b. Secara istilah: hadits mursal adalah hadits yang terputus pada akhir sanad setelah tabi’in (Tabi’in adalah orang yang bertemu dengan Sahabat dalam keadaan Muslim dan mati dalam keadaan Islam).
2. Penjelasan Definisi
Hadits mursal itu adalah hadits yang terputus sanad perawi setelah tabi’in. Sanad setelah tabi’in itu adalah sahabat. Akhir sanad adalah puncak sanad di mana di situ terdapat Sahabat.
3. Gambarannya
Seorang Tabi’in berkata (sama saja apakah Tabi’in Junior atau Tabi’in Senior): “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: demikian atau berbuat demikian, atau berbuat demikian di hadapannya demikian dst..” Ini adalah gambaran hadits mursal di sisi para Muhaddits.
4. Contoh Hadits Mursal
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya pada Kitab al-Buyu’ beliau berkata:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا حُجَيْنُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْمُزَابَنَةِ وَالْمُحَاقَلَةِ
وَالْمُزَابَنَةُ أَنْ يُبَاعَ ثَمَرُ النَّخْلِ بِالتَّمْرِ وَالْمُحَاقَلَةُ أَنْ يُبَاعَ الزَّرْعُ بِالْقَمْحِ وَاسْتِكْرَاءُ الْأَرْضِ بِالْقَمْحِ
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi’ telah menceritakan kepada kami Hujain bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Al Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari Sa’id bin Musayyab bahwasannya Rasulullah Shallallu ‘alaihi wa sallam melarang transaksi dengan sistem muzabanah dan muhaqalah. Muzabanah ialah seseorang menjual buah kurma yang masih di pohon dengan kurma kering, sedangkan muhaqalah ialah seseorang menjual biji-bijian dengan gandum serta menyewakan tanah dengan gandum.”
Sa’id bin Musayyab adalah tabi’in senior. Beliau meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa menyebutkan perantara antara dia dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka terputuslah sanad hadits ini pada bagian akhirnya yaitu sanad setelah tabi’in. Terputusnya sanad ini paling sedikit adalah terputusnya sanad sahabat, ada juga yang terputus bersama sanad lainnya seperti sanadnya tabi’in misalnya.
5. Mursal Menurut Para Ahli Fiqih (Fuqaha’) dan Ahli Ushul
Gambaran hadits mursal yang disebutkan di atas adalah hadits mursal menurut para ahli hadits. Adapun mursal menurut para ahli fiqih dan ahli ushul adalah hal yang lebih umum daripada ini. Menurut mereka bahwa setiap hadits yang terputus adalah mursal dari sisi manapun terputusnya. Ini juga adalah madzhabnya Al-Khatib.
6. Hukum Hadits Mursal
Hadits mursal pada asalnya adalah dhaif mardud (tertolak). Hal ini karena hadits tersebut tidak memenuhi salah satu syarat dari syarat – syarat hadits maqbul yaitu bersambungnya sanad. Juga karena tidak diketahuinya kondisi perawi yang tidak disebutkan namanya. Juga karena kemungkinan yang tidak disebutkan namanya itu adalah bukan sahabat, dalam kondisi ini hadits tersebut adalah dhaif.
Akan tetapi para ulama ahli hadits dan yang lainnya berbeda pendapat dalam menghukumi hadits mursal dan berhujjah dengannya. Hal ini karena jenis terputusnya hadits ini berbeda dari terputusnya rawi yang mana saja di dalam sanad. Karena terputusnya sanad dalam hadits mursal itu pada umumnya adalah pada rawi sahabat, sedangkan seluruh sahabat itu adil. Tidak mengapa ketiadaan pengetahuan mengenai para sahabat itu.
Pendapat para ulama’ mengenai hadits mursal ini secara umum ada tiga yaitu:
A. Dhaif dan tertolak: ini adalah pendapat jumhur ahli hadits dan banyak para ahli ushul fiqih. Hujah mereka adalah tidak adanya pengetahuan mengenai kondisi perawi yang dihilangkan. Karena ada potensi atau kemungkinan bahwa perawi yang dihilangkan itu bukanlah sahabat.
B. Shahih dan dapat digunakan sebagai hujjah: ini adalah pendapat tiga imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad menurut riwayat yang masyhur dari Imam Ahmad) serta sekelompok ulama’, dengan syarat mursalnya itu tsiqah dan tidak dimursalkan kecuali oleh orang yang tsiqah. Hujjah mereka adalah bahwasanya tabi’in itu adalah tsiqah, mustahil mereka mengatakan “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda” kecuali ketika mereka telah mendengarnya dari orang yang tsiqah.
C. Dapat diterima dengan syarat: yakni shahih bersyarat. Ini adalah pendapatnya imam Syafi’i dan sebagian ahli ilmu. Syaratnya ada empat, tiga berkenaan dengan perawi mursal dan satu berkenaan dengan hadits mursal:
1. Mursalnya berasal dari tabi’in senior.
2. Ketika menyebutkan siapa yang dimursalkan, dia menyebutkan perawi tsiqah. Yakni ketika dia ditanya mengenai nama perawi yang ia hilangkan, maka ia menyebutkan nama seseorang yang tsiqah.
3. Ketika bersekutu dengan para huffazh yang dipercayai, ia tidak menyelisihinya. Yakni bahwasanya perawi mursal itu dhabit (sempurna hafalannya) dengan cara ketika ia bersekutu dalam periwayatan dengan perawi – perawi yang dhabit, riwayatnya itu cocok dengan riwayat mereka.
4. Dalam ketiga syarat di atas, masuk salah satu dari beberapa kondisi berikut ini:
a. Hadits tersebut diriwayatkan dari jalur lain yang musnad (sampai kepada Nabi).
b. Diriwayatkan dari jalur lain secara mursal yang dimursalkan oleh orang yang mengambil ilmu dari selain perawi mursal yang pertama.
c. Sesuai dengan perkataan sahabat.
d. Difatwakan oleh kebanyakan ahli ilmu.
Ketika tercapai syarat – syarat ini maka menjadi jelas shahihnya hadits mursal tersebut dan penyokongnya. Juga bahwasanya keduanya adalah shahih. Kalaulah bertentangan antara keduanya dengan hadits shahih dari satu jalur, kami rajihkan keduanya (hadits mursal dan penyokongnya) daripada hadits shahih tersebut karena banyaknya jalurnya, hal ini dilakukan ketika ada udzur untuk menggabungkan atau mengkompromikan di antara keduanya.
Untuk memperjelas hal ini yang mana harus terpenuhinya salah satu syarat atas ketiga syarat sebelumnya dapat kami gambarkan dengan rumus ini:
a. Hadits mursal + hadits musnad = shahih.
b. Hadits mursal + hadits mursal = shahih.
c. Hadits mursal + perkataan shahabat = shahih.
d. Hadits mursal + fatwa kebanyakan ulama’ = shahih.
7. Mursal Shahabi
Hadits mursal shahabi adalah hadits yang dikabarkan oleh Sahabat dari perkataan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam ataupun perbuatan beliau namun Sahabat tersebut tidak pernah mendengarnya ataupun menyaksikannya langsung. Baik itu karena masih kecilnya usia, masuk Islam belakangan, ataupun karena ia tidak hadir saat itu. Dari hadits jenis ini terdapat banyak hadits mursal shahabi yang disebabkan karena masih kecilnya usia sahabat saat itu seperti Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, dan selain keduanya.
8. Hukum Hadits Mursal Shahabi
Pendapat yang shahih masyhur yang dipastikan oleh jumhur ulama’ adalah bahwasanya hadits tersebut shahih dapat digunakan sebagai hujjah. Karena riwayat sahabat dari tabi’in itu langka. Ketika sahabat meriwayatkan dari tabi’in maka mereka akan menjelaskannya. Ketika mereka tidak menjelaskannya dan mereka berkata “Rasulullah bersabda”, maka pada asalnya mereka itu mendengarnya dari sahabat yang lainnya. Penghilangan nama sahabat lainnya ini tidak membahayakan sebagaimana telah kita bahas sebelumnya.
Dikatakan pula: sesungguhnya mursal shahabi itu seperti mursal yang lainnya dalam hukum, ini adalah pendapat yang dhaif dan tertolak.
9. Kitab – Kitab Yang Masyhur Mengenai Hadits Mursal:
a. Al-Marasil oleh Abu Dawud.
b. Al-Marasik oleh Ibnu Abu Hatim.
c. Jami’ at-Tahshil li Ahkam al-Marasil oleh ‘Alaa-i.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Mahmud Ahmad Thahhan. Taisir Musthalah al-Hadits.