Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Abu Mijlaz beliau berkata: ketika turun firmanNya:
(قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ)
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. Az-Zumar 53.
Nabi kemudian naik ke atas mimbar dan membacakannya kepada manusia. Kemudian seorang laki – laki berdiri dan berkata: dan syirik kepada Allah? Kemudian beliau diam. Kemudian laki – laki tersebut berdiri lagi dan berkata: Wahai Rasulullah, dan syirik kepada Allah ta’ala? Kemudian beliau diam dua kali atau tiga kali, lalu turunlah ayat:
(إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا)
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. QS. an-Nisa’ 48.
Syirik kepada Allah itu ada dua bagian:
1. Syirik dalam hal uluhiyah atau ketuhanan: yaitu mengambil sekutu bersama Allah ta’ala dengan menetapkan kekuasaan dan pengaturan terhadap alam semesta ini kepada sekutu tersebut. Padahal hanya Allah lah yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Atau dengan kata lain menetapkan adanya pencipta dan pengatur alam semesta ini selain Allah. Contohnya: penyembahan terhadap matahari, bintang, nenek moyang, kuburan keramat, dll karena mereka menganggap bahwa mereka punya kuasa dalam mengatur alam ini, mengatur rezeki, jodoh, jabatan, penglaris dagangan, dll.
2. Syirik dalam hal rububiyyah: yaitu menjadikan kuasa menetapkan hukum halal dan haram kepada selain Allah. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
(اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ)
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. QS. At-Taubah 31.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menafsirkan “mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib – rahib mereka sebagai tuhan” karena mereka mentaatinya dan mengikuti mereka dalam hukum – hukum halal dan haram. Contoh dari syirik ini adalah: mentaati dan mengikuti dewan perwakilan rakyat dalam ketetapan hukum mengenai tidak dilarangnya perbuatan zina (yaitu hubungan badan yang dilakukan oleh bukan suami istri), padahal hal tersebut adalah hal yang terlarang dalam syariat. Naudzubillahi min dzalik dari perbuatan syirik yang demikian itu.
Rujukan utama: Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.