Tafsir QS. Al-An’am: 141-144
Allah ta’ala berfirman:
وَهُوَ ٱلَّذِیۤ أَنشَأَ جَنَّـٰتࣲ مَّعۡرُوشَـٰتࣲ وَغَیۡرَ مَعۡرُوشَـٰتࣲ وَٱلنَّخۡلَ وَٱلزَّرۡعَ مُخۡتَلِفًا أُكُلُهُۥ وَٱلزَّیۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُتَشَـٰبِهࣰا وَغَیۡرَ مُتَشَـٰبِهࣲۚ كُلُوا۟ مِن ثَمَرِهِۦۤ إِذَاۤ أَثۡمَرَ وَءَاتُوا۟ حَقَّهُۥ یَوۡمَ حَصَادِهِۦۖ وَلَا تُسۡرِفُوۤا۟ۚ إِنَّهُۥ لَا یُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِینَ * وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ حَمُولَةࣰ وَفَرۡشࣰاۚ كُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَ ٰتِ ٱلشَّیۡطَـٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوࣱّ مُّبِینࣱ * ثَمَـٰنِیَةَ أَزۡوَ ٰجࣲۖ مِّنَ ٱلضَّأۡنِ ٱثۡنَیۡنِ وَمِنَ ٱلۡمَعۡزِ ٱثۡنَیۡنِۗ قُلۡ ءَاۤلذَّكَرَیۡنِ حَرَّمَ أَمِ ٱلۡأُنثَیَیۡنِ أَمَّا ٱشۡتَمَلَتۡ عَلَیۡهِ أَرۡحَامُ ٱلۡأُنثَیَیۡنِۖ نَبِّـُٔونِی بِعِلۡمٍ إِن كُنتُمۡ صَـٰدِقِینَ * وَمِنَ ٱلۡإِبِلِ ٱثۡنَیۡنِ وَمِنَ ٱلۡبَقَرِ ٱثۡنَیۡنِۗ قُلۡ ءَاۤلذَّكَرَیۡنِ حَرَّمَ أَمِ ٱلۡأُنثَیَیۡنِ أَمَّا ٱشۡتَمَلَتۡ عَلَیۡهِ أَرۡحَامُ ٱلۡأُنثَیَیۡنِۖ أَمۡ كُنتُمۡ شُهَدَاۤءَ إِذۡ وَصَّىٰكُمُ ٱللَّهُ بِهَـٰذَاۚ فَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّنِ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبࣰا لِّیُضِلَّ ٱلنَّاسَ بِغَیۡرِ عِلۡمٍۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا یَهۡدِی ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّـٰلِمِینَ
Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, dan di antara hewan-hewan ternak itu ada yang dijadikan pengangkut beban dan ada (pula) yang untuk disembelih. Makanlah rezeki yang diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu, ada delapan hewan ternak yang berpasangan (empat pasang); sepasang domba dan sepasang kambing. Katakanlah, “Apakah yang diharamkan Allah dua yang jantan atau dua yang betina atau yang ada dalam kandungan kedua betinanya? Terangkanlah kepadaku berdasar pengetahuan jika kamu orang yang benar.” Dan dari unta sepasang dan dari sapi sepasang. Katakanlah, “Apakah yang diharamkan dua yang jantan atau dua yang betina, atau yang ada dalam kandungan kedua betinanya? Apakah kamu menjadi saksi ketika Allah menetapkan ini bagimu? Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah untuk menyesatkan orang-orang tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. QS. Al-An’am: 141-144.
Sebab Turunnya Ayat 141
Ibnu Jarir at-Thabari meriwayatkan dari Abu ‘Aliyah beliau berkata: Mereka memberikan sesuatu di luar zakat, kemudian mereka berlebih – lebihan dalam hal itu maka turunlah ayat ini:
وَلَا تُسۡرِفُوۤا۟ۚ إِنَّهُۥ لَا یُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِینَ
Janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan QS. Al-An’am: 141.
Diriwayatkan juga darinya bahwasanya beliau berkata: Mereka memberikan sesuatu (kepada orang -orang) di luar zakat pada saat panen, kemudian mereka berlomba – lomba di dalamnya dan berlebih – lebihan. Maka Allah ta’ala befirman:
وَلَا تُسۡرِفُوۤا۟ۚ إِنَّهُۥ لَا یُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِینَ
Janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan QS. Al-An’am: 141.
At-Thabari juga meriwayatkan dari Ibnu Juraij beliau berkata: Ayat ini turun berkenaan dengan Tsabit bin Qais bin Syammas yang memetik hasil pohon kurmanya. Lalu saat itu ia mengatakan, “Tidak sekali-kali ada seseorang datang kepadaku hari ini, melainkan aku akan memberinya makan.” Maka Sabit memberi makan sehari penuh hingga petang hari, hingga pada akhirnya ia tidak memperoleh hasil apa pun dari buah yang dipetiknya itu. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya:
وَلَا تُسۡرِفُوۤا۟ۚ إِنَّهُۥ لَا یُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِینَ
Janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan QS. Al-An’am: 141.
Tafsir dan Penjelasan
Allah ta’ala menjelaskan bahwasanya Dia itu adalah al-Khaliq (Sang Maha Pencipta) segala sesuatu, berupa tanam – tanaman, buah – buahan, dan hewan ternak, yang mana kaum musyrikin membagi – baginya berdasarkan pandangan mereka yang rusak (lihat tafsir QS. Al-An’am: 137-140). Sehingga mereka menjadikan sebagiannya haram dan sebagiannya lagi halal. Allah ta’ala berfirman:
…وَهُوَ ٱلَّذِیۤ أَنشَأَ جَنَّـٰتࣲ
Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman…QS. Al-An’am: 141.
Yakni sesungguhnya Allah lah yang mewujudkan kebun – kebun dan pohon – pohon anggur. Sama saja baik itu yang diberi anjang – anjang yakni tumbuh di atas tiang yang berupa batang – batang kayu yang dibuat seperti atap sehingga dirambatkanlah pohon anggur di atasnya; dan yang tidak diberi anjang -anjang: yaitu yang tumbuh begitu saja di atas tanah tidak tergantung pada anjang – anjang sebagaimana pohon buah – buahan lainnya. Bahkan juga sebagian pohon anggur itu sendiri ada yang butuh anjang – anjang dan ada yang tidak butuh.
Allah juga menciptakan pohon kurma dan tanam – tanaman yang beraneka ragam rasa, warna, bau, dan bentuknya. Pohon kurma disebutkan secara terpisah karena banyaknya pohon tersebut di daerah Arab, karena keelokannya, karena banyaknya manfaat – manfaat dari setiap bagian – bagiannya, dan karena tidak gugur daunnya dalam beberapa bagian, sehingga seorang mu’min pun diserupakan dengan pohon itu dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah subhanahu wa ta’ala pun menciptakan tanam – tanaman yang bermacam – macam jenisnya dan rasanya: yaitu buah yang dimakan, yang dengannya Bani Adam hidup. Itu mencakup buah – buahan yang ditanam di musim panas dan musim dingin. Allah menyebutnya secara terpisah seperti halnya kurma, sebagaimana halnya pada keduanya ada keutamaan.
Jenis – jenis tanaman tersebut disebutkan dengan cara menaik dari yang lebih rendah dalam hal makanan bagi manusia hingga ke yang lebih tinggi dan lebih besar jumlahnya. Sesungguhnya biji – bijian itu adalah makanan pokok.
Allah juga menciptakan zaitun dan delima yang serupa dalam penampakan namun tak serupa dalam rasanya.
Setiap jenis – jenis tumbuhan ini diairi dengan air yang sama dan tumbuh pada tanah yang sama, akan tetapi setiap jenisnya berbeda dari yang lainnya dalam rasa, warna, bau, dan waktu matangnya sesuai dengan kebutuhan manusia di masa musim dingin dan panas dengan seimbang. Itu semua menunjukkan pada kuasa Al-Khaliq (Sang Pencipta) yang menciptakan macam – macamnya. Dia lah Allah Yang Esa satu – satunya yang memberi rezki dan menetapkan ketentuan – ketentuan yang sesuai.
Sungguh Allah telah menghalalkannya bagi manusia dan menganugerahi nikmat – nikmat atasnya. Allah ta’ala berfirman:
كُلُوا۟ مِن ثَمَرِهِۦۤ إِذَاۤ أَثۡمَرَ
“Makanlah buahnya apabila ia berbuah”. QS. Al-An’am: 141.
Yakni makanlah buah – buahan yang Allah tumbuhkan apabila ia berbuah meskipun belum masak. Faidah dari taqyid (pembatasan) dengan firman-Nya: “apabila ia berbuah”, adalah pemberian izin bagi pemiliknya untuk memakannya sebelum penunaian hak Allah ta’ala yaitu zakat.
Kemudian datanglah taklif (beban hukum) wajib pada buah – buahan itu yaitu zakat yang diwajibkan. Allah ta’ala berfirman:
وَءَاتُوا۟ حَقَّهُۥ یَوۡمَ حَصَادِهِۦ
“Dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya.” QS. Al-An’am: 141.
Yakni keluarkanlah zakat yang diwajibkan padanya di hari panen: yaitu waktu penuaian setelah sempurna kematangannya, dan diikuti dengan masa penebahan untuk memisahkan biji dari jerami. Termasuk dalam masa panen adalah memetik anggur, kurma, dan buah – buahan. Hak (zakat) yang diwajibkan adalah sepersepuluh bila diairi dengan air hujan, seperduapuluh bila diairi dengan air sungai, sumur, dan sejenisnya yang berupa sumber – sumber air. Hak yang ditetapkan secara syar’i, diberikan bagi orang – orang yang berhak yaitu kaum kerabat, anak – anak yatim, dan orang – orang miskin.
Dalam pandangan para ulama’, ada dua pendapat dalam masalah hak yang wajib ditunaikan pada buah – buahan itu. Ibnu ‘Abbas berkata: Sesungguhnya itu adalah zakat yang diwajibkan, yaitu sepersepuluh atau setengah dari sepersepuluh itu. Diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Abbas dan itu merupakan perkataannya Sa’id bin Jubair: Sesungguhnya itu adalah apa yang dishadaqahkan kepada orang – orang miskin di hari panen. Kewajiban yang demikian itu tidak ditentukan secara spesifik kadarnya karena ayat ini adalah ayat Makkiyah. Sedangkan zakat itu diwajibkan di Madinah. Sehingga itu menghapuskan kewajiban ini dengan diwajibkannya sepersepuluh atau setengah dari sepersepuluh, yaitu zakat.
Dikatakan juga: Sesungguhnya itu adalah ayat Madaniyah, dan yang dimaksud dengan “haknya” adalah zakat yang diwajibkan. Maka maknanya adalah: Berkomitmenlah kalian untuk menunaikan haknya, niatkanlah, dan perhatikanlah ia pada saat panen, sehingga jangan sampai kalian mengakhirkannya dari awal waktunya yang memungkinkan untuk menunaikannya.
Kemudian Al-Qur’an memberitahukan manhajnya yang terkenal yaitu wasathiyah (pertengahan) dan tawassuth (sikap tengah – tengah) dalam urusan – urusan dan tidak berlebihan dalam segala sesuatu. Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تُسۡرِفُوۤا۟
“…janganlah berlebih-lebihan…” QS. Al-An’am: 141.
Yakni makanlah tanpa berlebih – lebihan dari apa yang Allah rezekikan bagi kalian sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَكُلُوا۟ وَٱشۡرَبُوا۟ وَلَا تُسۡرِفُوۤا۟ۚ إِنَّهُۥ لَا یُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِینَ
“…makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” QS. Al-A’raf: 31.
Jangan pula berlebihan dalam shodaqoh, sebagaimana diriwayatkan dari Tsabit bin Qais bin Syammas bahwasanya dia memotong lima ratus pohon kurma, sehingga ia mendistribusikan semua buahnya dan tidak ada yang masuk sedikitpun ke rumahnya. Sebagaimana juga firman Allah ta’ala:
وَلَا تَبۡسُطۡهَا كُلَّ ٱلۡبَسۡطِ فَتَقۡعُدَ مَلُومࣰا مَّحۡسُورًا
“…dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” QS. Al-Isra’: 29.
Az-Zuhri berkata: Maknanya: janganlah kalian menginfakkannya dalam kemaksiatan kepada Allah. Diriwayatkan yang semisal dengannya dari Mujahid, Ibnu Abi Hatim mengeluarkan riwayat darinya bahwasanya beliau berkata: Sekiranya Abu Qubais (nama sebuah gunung di Makkah) adalah emas sehingga seorang laki – laki menginfakkannya dalam ketaatan kepada Allah, maka itu bukanlah perbuatan yang berlebih – lebihan, sekiranya ia menginfakkan satu dirham dalam kemaksiatan kepada Allah ta’ala, maka itu adalah perbuatan yang berlebih – lebihan. Dari sini lah perkataan sebagian orang – orang yang bijaksana: Tidak ada berlebih – lebihan dalam kebaikan, dan tidak ada kebaikan dalam berlebih – lebihan.
Yang benar: bahwasanya berlebih – lebihan dalam segala sesuatu baik itu dalam kebaikan atau selainnya adalah suatu kesalahan. Sama saja dalam hal makanan atau shodaqoh, karena manusia itu wajib berinfak atas dirinya sendiri, keluarganya, kerabatnya, dan anak – anaknya. Bahkan jika seseorang tidak memiliki anak, menyimpan sesuatu dari pemasukannya adalah perkara yang terpuji, untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhannya di masa mendatang, sehingga ia tidak bergantung pada yang lain. Oleh karena itu perbuatan boros adalah terlarang secara syar’i meskipun itu untuk berinfak di jalan kebaikan. Terdapat riwayat di Shahih Bukhari secara mu’allaq:
كلوا واشربوا والبسوا وتصدقوا في غير إسراف ولا مخيلة
“Makanlah kalian, dan minumlah kalian, dan berpakaianlah kalian, dan bersedekahlah tanpa berlebihan dan tidak sombong.”
Merupakan kesempurnaan anugerah Allah, kenikmatan-Nya, dan rahmat-Nya, bahwasanya Ia menjadikan hewan – hewan ternak (unta, sapi, dan kambing) bagi kalian wahai manusia. Hewan ternak yang besar bisa untuk tunggangan. Sedangkan hewan yang kecil seperti anak unta, kambing, dan domba, hewan itu seperti alas tidur, direbahkan ke atas tanah untuk disembelih serta diambil bulunya untuk alas dan pakaian. Ini semisal dengan firman Allah ta’ala:
أَوَلَمۡ یَرَوۡا۟ أَنَّا خَلَقۡنَا لَهُم مِّمَّا عَمِلَتۡ أَیۡدِینَاۤ أَنۡعَـٰمࣰا فَهُمۡ لَهَا مَـٰلِكُونَ * وَذَلَّلۡنَـٰهَا لَهُمۡ فَمِنۡهَا رَكُوبُهُمۡ وَمِنۡهَا یَأۡكُلُونَ
Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya? Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan itu) untuk mereka; lalu sebagiannya untuk menjadi tunggangan mereka dan sebagian untuk mereka makan. QS. Yasin: 71-72.
Dan firman-Nya:
وَإِنَّ لَكُمۡ فِی ٱلۡأَنۡعَـٰمِ لَعِبۡرَةࣰۖ نُّسۡقِیكُم مِّمَّا فِی بُطُونِهِۦ مِنۢ بَیۡنِ فَرۡثࣲ وَدَمࣲ لَّبَنًا خَالِصࣰا سَاۤىِٕغࣰا لِّلشَّـٰرِبِینَ
Dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya. QS. An-Nahl: 66.
Kemudian Allah ta’ala mengulang kembali bolehnya memakan hewan -hewan ternak sebagaimana bolehnya memakan hasil tanaman – tanaman. Allah ta’ala berfirman:
كُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ
“Makanlah rezeki yang diberikan Allah kepadamu…” QS. Al-An’am: 142.
Yakni makanlah hewan – hewan ternak itu, sebagaimana kalian makan buah – buahan dan hasil pertanian. Semuanya itu Allah yang menciptakan dan Allah lah yang menjadikannya sebagai rezeki bagi kalian. Manfaatkanlah itu dengan seluruh jenis – jenis pemanfaatan yang dibolehkan secara syar’i.
Janganlah kalian ikuti langkah – langkah syaitan, yakni jalan dan perintah – perintahnya, sebagaimana kaum musyrikin mengikutinya yang mana mereka mengharamkan apa yang Allah rezekikan bagi mereka berupa buah -buahan, hasil pertanian, dan hewan -hewan ternak. Itu mereka lakukan dengan mengada – ada atas nama Allah. Waspadalah kalian dari mengharamkan apa yang tidak Allah haramkan atas kalian. Yang demikian itu adalah bujukan syaitan. Sungguh Allah telah menghalalkannya bagi kalian dan Allah lah sumber syariat, yang berhak mengharamkan, dan menghalalkan karena Dia lah Sang Pencipta yang memulakan segala sesuatu dan Penguasa apa yang ada di dalamnya. Maka tidak ada selain-Nya yang berhak untuk mengharamkan atau menghalalkan dengan akal pikirannya.
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian wahai manusia. Yakni jelas sebagai musuh secara zhahir. Tidaklah syaitan itu memerintahkan sesuatu melainkan kepada perbuatan yang buruk, keji, dan munkar, sebagaimana firman Allah ta’ala:
إِنَّ ٱلشَّیۡطَـٰنَ لَكُمۡ عَدُوࣱّ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّاۚ إِنَّمَا یَدۡعُوا۟ حِزۡبَهُۥ لِیَكُونُوا۟ مِنۡ أَصۡحَـٰبِ ٱلسَّعِیرِ
Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. QS. Fathir: 6.
Dan Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا یَأۡمُرُكُم بِٱلسُّوۤءِ وَٱلۡفَحۡشَاۤءِ وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji, dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah. QS. Al-Baqarah: 169.
Hewan ternak yang digunakan sebagai tunggangan dan sembelihan ada delapan golongan. Yang dijadikan hewan tunggangan: adakalanya unta atau sapi. Yang dijadikan hewan sembelihan: adakalanya biri – biri atau kambing. Masing – masing dari keempat hewan itu ada yang jantan dan betinanya. Sungguh Allah ta’ala telah menjadikan biri – biri itu sepasang hewan: الكَبشُ (biri – biri jantan) dan النَّعْجَةُ (biri – biri betina); kambing juga sepasang: التَّيْسُ (kambing jantan) dan العَنْزُ (kambing betina); unta juga sepasang: الجَمَلُ (unta jantan) dan النَّاقَةُ (unta betina); dan sapi juga sepasang: الثَورُ (sapi jantan) dan البَقَرَةُ (sapi betina).
Katakanlah kepada kum musyrik Arab wahai Rasul, pengingkaran atas perbuatan mereka yang membagi – bagi hewan ternak menjadi bahirah, saibah, washilah, ham dan yang lainnya dimana mereka mengada – adakannya: Apakah Allah mengharamkan hewan jantan dari biri -biri dan kambing? Ataukah Allah mengharamkan hewan betina dari biri – biri dan kambing itu? Ataukah Allah mengharamkan apa yang dikandung oleh hewan betina dari kedua jenis hewan itu?
Yakni tiada yang dikandung oleh suatu rahim melainkan adakalanya jenis jantan atau jenis betina; maka mengapa kalian mengharamkan sebagiannya dan menghalalkan sebagian yang lainnya?
Kabarkanlah kepadaku dengan yakin, bagaimana Allah mengharamkan atas kalian apa yang kalian klaim haram berupa bahirah, saibah, washilah, ham, dan lain – lain?
Kabarkanlah kepadaku penjelasan yang menunjukkan atas pengharaman ini dari Kitabullah atau berita dari para Nabi jika kalian adalah orang – orang yang benar dalam dugaan pengharaman itu.
Hakikatnya, pembagian orang – orang Arab jahiliyah sebelum Islam atas hewan – hewan ternak yang mengatakan sebagiannya haram dan sebagiannya halal tidaklah masuk akal. Jika diharamkan hewan jantannya, maka seharusnya seluruh hewan jantannya haram. Jika diharamkan hewan betinanya, maka seharusnya seluruh hewan betinanya juga haram. Jika diharamkan janin yang dikandung oleh hewan betina, yang mana bisa jadi mengandung hewan jantan dan betina, maka semestinya diharamkan pula seluruh anak – anaknya hewan betina itu.
Allah ta’ala tidak mengharamkan atas mereka sesuatupun dari jenis – jenis ini. Sesungguhnya mereka berdusta dalam klaim pengharaman itu. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang lebih zhalim daripada orang – orang yang mengada – adakan kedustaan atas nama Allah. Mereka mengklaim bahwasanya Allah mengharamkan sesuatu, padahal Allah tidak mengharamkannya. Dinisbatkan kepada-Nya apa yang tidak Dia haramkan untuk menyesatkan manusia. Adalah ‘Amr bin Luhai bin Qam’ah yang menetapkan bahirah, saibah, washilah, ham, dan mengubah agama para Nabi. Sesungguhnya Allah tidak menunjukkan kepada kebenaran dan kebaikan bagi kaum yang zhalim yang mana mereka itu menzhalimi diri mereka sendiri, sehingga mereka membuat syariat yang tidak Allah ta’ala syariatkan.
Kemudian Allah ta’ala menekankan pengingkaran atas mereka dan sindiran pedas terhadap mereka, Allah ta’ala berfirman:
أَمۡ كُنتُمۡ شُهَدَاۤءَ إِذۡ وَصَّىٰكُمُ ٱللَّهُ بِهَـٰذَا
Apakah kamu menjadi saksi ketika Allah menetapkan ini bagimu? QS. Al-An’am: 144.
Yakni apakah kalian hadir menyaksikan Rabb kalian berwasiat kepada kalian mengenai pengharaman ini? Apakah kalian hadir menyaksikan Rabb kalian memerintahkan kalian pada apa yang kalian ada – adakan berupa pengharaman sesuatu yang tidak Allah haramkan? Sesungguhnya itu adalah murni kedustaan yang dibuat – buat atas nama Allah. Tidak ada seorangpun yang lebih zhalim daripada orang – orang yang mengada – adakan kebohongan atas nama Allah dengan maksud menyesatkan dari kejahilan yang sempurna. Allah ta’ala memberi balasan bagi kezhaliman ini dengan tidak mempertemukannya dengan petunjuk bagi siapa yang mengada – adakan kebohongan, dan tidak memberi hidayah kepada jalan yang benar dan lurus. Bahkan Allah akan menutupinya dari mengetahui kebenaran dan kemaslahatannya.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.