Tidak dikatakan beriman dengan keimanan yang haq kecuali bila telah ada tiga sifat berikut ini pada diri seorang mukmin:
1. Mereka menjadikan Rasul sebagai hakim pada persengketaan yang mereka berselisih paham atasnya. Maka seseorang tidak dikatakan beriman hingga ia menjadikan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim pada seluruh perkara. Hukum apa saja yang ditetapkan oleh Rasul adalah haq dan wajib untuk dilaksanakan lahir dan batin.
2. Tidak terdapat keberatan yaitu sempit hati dan mengeluh terhadap yang diputuskan Rasul. Diri mereka tunduk terhadap keputusan hukum yang ditetapkan Rasul serta ridho secara sempurna dan menerimanya secara mutlak disertai dengan tiadanya perasaan benci.
3. Taat sepenuhnya dan tunduk seluruhnya terhadap hukum – hukum yang ditetapkan Rasul baik dhahir maupun batin tanpa keengganan dan pembelaan diri serta menuju kepada tahapan pelaksanaannya, sungguh ada orang – orang yang menyatakan bahwa hukum – hukum yang ditetapkan oleh Rasul itu adalah haq namun lari dari penerapannya.
Allah ta’ala berfirman:
(فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. QS. An-Nisa’ 65.