Tidak mengapa menangisi mayit tanpa نَوْح yaitu perbuatan atau perkataan yang menampakkan kesedihan menafikan kepasrahan dan ketundukan terhadap ketetapan Allah ta’ala. Termasuk di antara kesedihan yang dilarang adalah merobek – robek baju, menampar – nampar pipi, dan yang semisalnya. Meratap yang demikian itu adalah sebuah keharaman dalam syariat Allah azza wa jalla.
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menangis atas anak beliau Ibrahim sebelum wafatnya. Ketika beliau melihatnya meninggal dunia beliau bersabda:
إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ وَلَا نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ
“Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita. Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim pastilah bersedih”.
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis sehingga orang yang berada di sekelilingnya pun ikut menangis.”
Adapun dalil haramnya meratap sebagaimana disebutkan di awal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Malik al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
“Orang yang meratapi mayit, jika ia belum bertaubat sebelum ajalnya tiba maka pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan memakai baju panjang dari bahan yang lengket dan baju perang penyakit kulit”
Yakni dikuasakan atas anggota – anggota badannya penyakit kulit sehingga menutupinya seperti baju perang. قَطِرَانٍ adalah sejenis perekat dari pohon – pohon yang digunakan untuk mengolesi unta ketika terkena penyakit kulit.
Al-Bukhari juga meriwayatkan dari Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
“Bukan dari golongan kami siapa yang menampar-nampar pipi, merobek-robek baju dan menyeru dengan seruan jahiliyyah (meratap) “.
Makna لَطَمَ adalah memukul atau menampar. Sedangkan الْجُيُوب adalah kata jama’ dari جَيبٌ yaitu rongga baju dari sisi leher, yakni merobek – robek bajunya dari sisi rongga tersebut. Makna بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ yaitu perkataan yang biasa diucapkan kaum jahiliyah semisal “Wahai penopang rumah” dan yang semisalnya.
Dalam membantu kerabat yang ditinggalkan oleh mayit hendaknya kita menghibur mereka hingga tiga hari sejak dikuburkannya mayit.
Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلَّا كَسَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah seorang mukmin bertakziah kepada saudaranya yang terkena musibah, kecuali Allah Subhaanahu akan mengenakan pakaian kehormatan untuknya pada hari kiamat.”
Makna يُعَزِّي أَخَاهُ yaitu menghimbaunya untuk bersabar dan menghiburnya dengan ucapan semisal: “Semoga Allah melimpahkan pahalanya kepadamu” (أَعْظَمَ الله أَجْرَكَ).
Tidak disukai untuk mengucapkannya setelah tiga hari kecuali bagi musafir. Karena kesedihan itu selesai dalam waktu itu pada umumnya. Sehingga bukan merupakan hal yang disukai mengungkitnya kembali sebagaimana tidak disukainya untuk mengulang – ulangnya kembali. Yang utama untuk mengucapkannya adalah setelah pemakaman selesai karena keluarga mayit sibuk dengan persiapan pemakaman sebelum mayit dikuburkan, kecuali kesedihan mereka teramat sangat maka mendahulukan ucapan lebih utama sebagai penghibur bagi mereka.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
al-Bugha, Dr. Musthafa Diib. At-Tadzhib fii Adillat Matan al-Ghayah wa at-Taqrib.